Sejak bangun tidur, bahkan kini sedang sarapan, Melisa merasakan sesuatu di bawah perutnya. Rasanya itu seperti kram menstruasi, juga mulas seperti ingin BAB, tapi saat duduk di kloset tidak keluar. Frekuensinya pun acak. Datang dua menit, jedanya bisa sampai sepuluh menit. Datang lagi sebentar, terus berhentinya lama. Melisa jadi tidak nyaman duduk di kursi dan tidak bisa menikmati makanannya.
"Sayang ..."
"Ya?" Melisa meluruskan kepalanya ke depan. Bertemu dengan wajah Candra.
"Kamu kenapa diam aja? Ada yang sakit?"
Candra belum tahu. Kalau Melisa bilang sejak pertama kali merasakan, mungkin saja sekarang dirinya sudah berada di rumah sakit. Melisa sangat hafal perangai suaminya itu. Namun, kalau tidak jujur sekarang, Candra lebih marah lagi. "Sebenernya ada, Mas."
"Hah? Mana yang sakit?" Candra spontan membanting sendok, berdiri, dan menghampiri istrinya.
"Perut aku, Mas. Rasanya kayak mau datang bulan. Tapi, datangnya sebentar, terus jedanya lama. Aku curiga ini kontraksi, tapi belum intens."
Candra mengerjap. Rasa datang bulan saja dirinya tidak tahu, bagaimana caranya menolong Melisa? "Mau ke rumah sakit sekarang?"
"Itu namanya kontraksi palsu, Mbak."
Kontan Candra dan Melisa menoleh ke asal suara. Siapa lagi kalau bukan Ambar.
"Maaf, tadi saya nggak sengaja dengar Mbak Mel. Sakitnya cuma di bawah perut, kan, Mbak?"
"Iya," jawab Melisa.
"Belum keluar flek, kan?"
"Belum. Tadi aku udah bolak-balik kamar mandi nggak keluar apa-apa, cuma pipis."
"Kalau belum, berarti itu kontraksi palsu, Mbak. Kalau kontraksi asli, dari perut sampai punggung rasanya sakit semua. Terus biasanya udah keluar flek sama pecah ketubannya. Sekarang Mbak nggak perlu ke rumah sakit. Kalau ke sana sekarang yang ada Mbak disuruh pulang karena belum pembukaan. Saya dulu juga gitu, sama dokter nggak boleh nginep karena kontraksi palsu."
"Tapi, kalau sakit kayak gini kasian Melisa-nya, Mbak." Candra bersuara. Melisa menggenggam tangan suaminya. Padahal, Candra sudah banyak membaca buku-buku tentang kehamilan dan persalinan--lagi-lagi sesuai saran dokter, dan Melisa paham orang kalau sedang panik apa saja bisa buyar.
"Coba bergerak aja, jalan-jalan. Nanti sakitnya hilang sendiri, kok, kalau benar kontraksi palsu. Sama jangan lupa banyak minum. Bisa jadi Mbak lagi dehidrasi."
Satu hal yang Melisa syukuri adalah para asisten di rumah sangat mengerti kondisi Candra. Terutama Ambar, dia memang bisa diandalkan dalam hal apa pun.
"Aku nggak apa-apa, Mas. Sakitnya udah hilang. Kayaknya emang bener, ini kontraksi palsu," kata Melisa.
"Beneran udah hilang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...