60 - Kebersamaan

7.2K 989 30
                                    

Sayangnya Sarina justru memilih menyingkir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sayangnya Sarina justru memilih menyingkir. Wanita itu malah masuk kamar setelah prosesi Tedhak Siten selesai. Tentu saja Candra tidak diam. Dia pergi untuk membujuk ibunya.

"Ibu kenapa nggak ikut makan sama yang lain?"

Sarina memalingkan wajah. Enggan menatap Candra yang kini sedang menggendong Xania.

"Buat apa Ibu ada di sana? Yang ada Ibu jadi pusat perhatian terus. Ibu malas dilihatin terus. Lagian, di luar udah ada ayahmu sama keluarganya, mbok wis nggak usah peduli sama Ibu."

"Tapi, Ibu juga boleh ada di sana. Ibu keluarga aku juga."

"Kamu, nih, ngeyel terus dibilangin. Pokoknya Ibu nggak mau keluar!"

Kalau sudah begini, Candra memilih menyerah. Membujuk ibunya sama saja menguji kesabaran. Sarina belum sepenuhnya menerima dan itu sangat wajar. Siapa, sih, yang mau hidup bergantung dengan kursi roda? Siapa, sih, yang mau kakinya tiba-tiba tidak berfungsi semestinya?

"Bah!"

Candra menoleh. Menatap wajah sang anak dengan senyum merekah. "Iya. Mbah nggak mau ikut makan sama Xania. Nggak apa-apa, ya?"

"Papa!"

"Iya. Xania makan, ya?"

Candra melangkah menuju ruang tamu yang kini sedang disulap menjadi tempat acara Tedhak Siten tadi. Hampir semua anggota keluarganya duduk di tempat makan yang telah disediakan, kecuali Inayah karena setelah acara selesai dia langsung pamit pulang lantaran ada urusan penting. Xania lantas didudukkan di highchair-nya di samping Melisa.

"Ibu mana?" tanya Melisa setengah berbisik di telinga Candra. Matanya melirik kedua orang tua serta mertuanya.

"Ibu nggak mau keluar."

"Kalau gitu aku aja yang--"

Candra menahan pergelangan tangan Melisa yang hendak pergi itu. "Nggak usah, Sayang. Nggak apa-apa."

Melisa menurut saja. Lagi pula, Xania sudah cerewet minta makanan. Dia kemudian meletakkan potongan nugget ayam di meja Xania, juga meletakkan botol berisi air putih. Karena Xania sudah bisa pegang botol sendiri sekarang, Melisa tidak perlu kesulitan memberi minum.

Saat tahu makanan sudah tersedia di mejanya, Xania dengan sigap mengambil potongan itu dan memasukkannya ke mulut. Para kakek nenek serta om tantenya takjub melihatnya.

"Pinter banget udah bisa makan sendiri cucu Oma!" seru Sintia. "Giginya ada berapa sekarang? Coba Oma mau lihat."

"Coba tunjukin ke Oma gigi Xania ada berapa," kata Melisa pada anaknya. Tidak lama Xania meringis, menunjukkan empat buah gigi yang masing-masing berada di atas dan bawah.

"Wah, udah ada empat, ya!" Kini giliran Ratna yang berseru. "Mamanya pasti nangis terus tiap menyusui."

"Iih, Mama! Ya nggak lah!" kilah Melisa. Aslinya dia tidak betah setiap kali menyusui Xania yang sudah punya gigi itu, padahal baru dua. Setelah menyusui pasti selalu mencari kompres air hangat.

Hi, Little Captain! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang