Inayah menyempatkan datang saat jam makan siang. Membawa banyak sekali bingkisan untuk Melisa dan bayinya. Katanya dari staf Yukata Books serta para penulis yang pernah disunting naskahnya oleh Melisa."Ini dari Pak Arya, ini dari Gusti, dari Echa, dari Lulu, Zara, Aulia, Rama, Wawan, yang ini dari aku." Inayah mengabsen satu per satu bingkisan itu. Di sekitar sisi ranjang Melisa kini penuh dengan barang. Semuanya terdapat kartu ucapan selamat dan doa.
"Tolong bilangin makasih ke mereka, ya, Nay. Nggak nyangka, lho, dikasih kado."
"Iya, mereka nggak mau datang ke sini karena takut ganggu kamu yang lagi masa pemulihan."
"Nggak apa-apa. Nanti biar aku undang mereka ke acara akikah aja."
Inayah memandang wajah temannya itu. "Kamu udah keliatan seger sekarang."
"Seger dari mana? Aku udah mau tiga hari nggak mandi. Badanku gatal semua."
"Luka operasinya gimana?"
"Masih nyeri, tapi nggak sesakit kemarin. Kalau kemarin kayak mau mati rasanya. Nay, pokoknya kalau bisa jangan SC. Rasanya nggak enak. Mau bangun harus dibantu, mau jalan susah, badan rasanya remuk semua. Nggak karuan, deh."
"Itu kamu jalan nggak apa-apa?" Jujur saja Inayah sedikit ngeri melihat Melisa jalan. Temannya itu seperti masih menahan sakit. Apalagi setelah mendengar curhatan barusan, Inayah tak bisa membayangkan kalau dirinya ada di posisi Melisa.
"Nggak apa-apa, kan, emang harus belajar jalan biar cepat pulang. Aku udah bosen di sini."
Sepertinya Melisa dengan rumah sakit tidak akan pernah akur. Walaupun diberi fasilitas bagus sekalipun, mendingan tiduran di rumah. Gerakannya terbatas kalau di sini. Pun kalau malam tidak bisa memeluk Xania.
Xania terlelap di box bayinya setelah diberi susu. Sama sekali tidak terusik dengan kebisingan orang dewasa. Melisa merasa usahanya saat masih di dalam perut cukup berhasil. Dia selalu berkata kalau sudah lahir nanti jangan rewel dan jadi anak yang baik.
Kalau bapaknya sekarang di mana? Candra sudah pergi dua jam yang lalu, mengurus akta kelahiran anaknya sebelum masa cutinya habis. Sebagai manusia yang hidup dengan keteraturan, Candra mau Xania segera mendapatkan haknya sebagai warga negara.
"Mel, Candra gimana setelah ada Xania?" tanya Inayah.
"Ya, kayak bapak-bapak pada umumnya. Suka ngeliatin Xania kayak kagum sama hasil kerja keras dia. Terus, ya, masa, semalam Xania digendong terus, katanya takut kedinginan. Padahal udah dikasih selimut, udah dibedong. Untung setelah mama ngomong, Mas Candra mau taruh Xania di box." Gara-gara ini, semalam sepasang orang tua baru ini hampir berdebat saking gemasnya. Bibit-bibit overprotektif Candra mulai bermunculan.
"Kok, aku ikutan gemes. Aku kalo jadi orang tua baru mungkin kayak gitu kali, ya."
"Iya, sih. Aku juga panik gara-gara ASI-ku masih sedikit. Aku takut kalau Xania kelaparan gara-gara aku, Nay."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...