"Ibu mau kamu tinggal di rumah lagi."
Kalimat yang cukup sederhana, terucap dari seorang wanita yang dulu menganggap dirinya tidak ada. Candra sebenarnya ingin. Dia tidak mau meninggalkan ibunya lagi. Namun, bagaimana dengan Melisa dan Xania? Melisa sudah menolak kalau ibunya yang tinggal di rumah mereka. Itu artinya Candra tidak mungkin membujuk Melisa supaya mau mengizinkan Sarina tinggal bersama.
"Aku nggak mungkin ninggalin Melisa sama Xania, Bu," ucap lelaki itu usai mengurungkan niatnya menghubungi sang istri. Ya, bagaimanapun kondisinya, dia tidak bisa meninggalkan istri dan anaknya.
"Ibu nggak minta kamu tinggalin dia. Ibu mintanya kamu tinggal di rumah lagi. Terserah mau bagaimana caranya."
Candra tertegun. Otaknya mulai berpikir keras. Dia masih punya pekerjaan yang mengharuskan dirinya pergi dalam waktu yang lama, sementara Sarina butuh seseorang menemaninya, dan hanya Melisa satu-satunya orang yang bisa diandalkan. Setelah apa yang terjadi tiga tahun yang lalu, Candra merasa belum yakin kalau Sarina dan Melisa tidak semudah itu menjadi mertua dan menantu yang akrab.
"Ibu yakin mau tinggal bareng lagi sama Melisa?"
"Lho, dari dulu ibu mau kalian tinggal di sana, tinggal sama ibu. Melisa-nya aja yang nggak mau nurut sama ibu. Melisa itu yang nggak pernah baik sama ibu."
Nggak pernah baik. Candra mencoba mencerna kalimat itu. Rasanya kurang tepat. Melisa sudah mencoba menjadi yang terbaik berdasarkan versinya, tetapi Sarina tidak pernah membuka kesempatan itu.
"Emang kapan Melisa nggak mau nurut, Bu? Waktu itu, Ibu pernah minta kita pulang pas masih di Semarang, Melisa mau, kan? Bu, kalau Melisa nggak baik sama Ibu, mungkin dia bakal tega bilang ke Ibu kalau aku yang nggak mau punya anak. Kalau Melisa nggak baik sama Ibu, dia nggak mungkin tega ninggalin Xania semalaman buat nunggu Ibu di sini. Kalau Melisa nggak baik, dia nggak mungkin mau bikin bubur buat Ibu."
Sarina diam. Tidak memiliki rangkaian kalimat untuk membalas anaknya karena semua yang dikatakan memang benar. Melisa itu perempuan baik. Hanya saja Sarina yang terlalu berekspetasi tinggi. Melisa dengan dirinya sangat berbeda. Sarina menganggap perempuan itu harus diam di rumah, sedangkan Melisa ingin bisa pergi dan bekerja. Sarina menganggap seorang anak adalah harapan masa kecilnya yang tidak tercapai, tetapi Melisa menganggap anak adalah sebuah anugerah yang memiliki rute perjalanan sendiri.
"Aku nggak akan maksa Ibu buat dekat sama Melisa, tapi bisa, kan, Bu, kalau kita tinggal bareng lagi, Ibu terima semua yang dilakukan Melisa? Kalau sekiranya menurut Ibu salah, bisa, kan, kasih tahu Melisa baik-baik? Melisa mungkin bisa baik sama Ibu kalau Ibu mau kasih kesempatan."
Sarina sadar selama ini Melisa tidak pernah sekalipun membangkang. Segala ucapannya selalu dituruti meski dengan raut wajah kesal. Segala tegurannya selalu diterima walau harus debat dulu. Lalu, Candra mencoba tidak memihak siapa pun. Anak itu memilih diam. Hal itulah yang membuat Sarina merasa semakin berkuasa. Merasa dirinya mampu mengendalikan semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...