Sarina sudah dipindahkan ke ruang isolasi karena butuh perawatan khusus. Keluarga pun belum boleh diizinkan menjenguk Sarina. Sambil menunggu kabar dari dokter, Melisa gunakan waktunya untuk makan dan menidurkan Xania sebelum akhirnya diserahkan kepada Sintia. Sebenarnya, Melisa tidak tega meninggalkan anaknya. Namun, mau bagaimana lagi. Dia juga tidak mungkin membiarkan Mbak Lala sendirian di sini.
"Titip Xania sebentar, ya, Mi," kata Melisa setelah menyerahkan Xania ke Sintia.
Sintia mengelus kening Xania yang sejak lima menit yang lalu ia dekap. "Iya, Sayang. Kalau ada apa-apa, jangan sungkan telepon mami, ya. Di sini biar ada dua pengawal yang nemenin kamu."
Melisa tersenyum kikuk. Heran kenapa Sintia begitu baik. Padahal kalau mau, Sintia bisa menolak, apalagi yang ditolong adalah wanita yang pernah menjadi istri suaminya. "Makasih, Mi."
Sebelum pergi, Melisa mencium kedua pipi Xania. Selanjutnya, ia hanya bisa menatap punggung Sintia yang membawa anaknya pergi. Melisa menghirup udara sebanyak-banyaknya untuk menyamarkan rasa sesak yang mulai mendera.
"Nggak boleh sedih, nggak boleh nangis. Cuma satu malam, Mel. Semangat!" Melisa mengibaskan tangannya di dekat sudut mata yang panas, lalu berkedip-kedip agar air matanya tidak jadi keluar. Ia jadi ingat dulu saat pertama kali masuk kuliah, Ratna yang pertama kali berpisah dengan Melisa juga menangis. Waktu sungkeman pun, Ratna sesenggukan karena tahu sebentar lagi akan tinggal jauh dengan anaknya. Kini, Melisa tahu rasanya. Terpaksa berpisah karena keadaan. Xania harus dibawa jauh-jauh karena tubuh bayi masih rentan terhadap penyakit.
"Mbak."
Melisa menoleh. Memandang Mbak Lala yang sejak tadi tidak bersuara. "Kenapa, Mbak?"
"Anu, Mbak, ini ...," Mbak Lala menunjukkan ponselnya, "Mas Candra barusan balik telepon, Mbak. Saya harus gimana?"
Sontak Melisa mengeluarkan ponsel untuk mengecek apakah Candra memang sudah aktif atau belum. Ternyata benar, suaminya sudah mengaktifkan ponsel. Jantungnya seketika bekerja keras. Jelas panik karena sebentar lagi Candra pasti menghubunginya.
"Pokoknya jangan diangkat, Mbak. Nanti biar Mel aja yang bilang ke Mas Candra."
Baru saja bibir Melisa menutup, ponselnya berdering, menampakkan panggilan video dari suaminya. Melisa memilih menolak panggilan itu lalu ia balik telepon via suara.
"Sayang, Xania lagi rewel, ya, makanya kamu tolak video call aku?"
"Nggak, Mas. Xania baik-baik aja. Aku emang sengaja nggak terima."
"Kamu emang lagi di mana?"
Melisa melirik Mbak Lala. Kemudian, duduk di bangku sembari menyugar rambutnya. "Mas besok pulang, kan?"
"Iya. Ada apa emangnya? Kamu mau minta sesuatu?"
"Nggak, Mas. Aku nggak minta apa-apa. Tadi ... Mbak Lala telepon Mas, ya?" Melisa menggaruk keningnya. Ia yakin di sana Candra pasti bingung kenapa istrinya berbelit-belit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...