Usai mandi, Melisa pergi ke dapur. Dua bayinya di dalam perut joget-joget minta jatah. Jangan tanya di mana Candra sekarang karena sudah pasti tahu jawabannya. Lelaki itu sedang bersama 'orang ketiga' di rumah ini sejak bangun tidur. Catat, sejak bangun tidur. Si 'orang ketiga' ini juga berteriak meminta perhatian. Melisa benar-benar dilupakan.
Melisa menyeduh sereal campur susu, merebus dua butir telur, menggoreng kentang, dan memotong buah pisang. Target Melisa saat ini adalah menaikkan berat badan dua janinnya. Harusnya di usia 24 minggu berat badan masing-masing bayi 7 ons, tetapi bayi Melisa hanya 5 ons. Padahal, Melisa makan banyak, perutnya juga kelihatan lebih besar dari sebelumnya. Namun, justru makanan yang masuk justru menumpuk di beberapa bagian tubuh Melisa. Makanya sekarang pipi, tangan, dan kaki perempuan itu tampak berisi.
"Kamu kenapa nggak makan nasi?"
Suara Sarina terdengar di belakang. Melisa memutar tubuhnya setelah meletakkan kentang goreng di piring. Perempuan itu sempat melihat ibu mertuanya yang sudah bisa berdiri tegak meski masih berpegangan pada alat bantu. Berarti dari kamar, Sarina berjalan sendiri.
"Kan, Mel udah sering bilang, Bu, Mel itu nggak bisa makan nasi," jawab Melisa.
"Ya, kalau nggak bisa itu belajar. Ibu kasihan sama bayinya kalau kamu nggak makan nasi."
"Emang Ibu mau aku nggak makan berhari-hari setelah nyoba makan nasi? Ibu maunya gitu?"
"Lho, kamu ini kalau dibilangin sama orang tua susah banget. Jawab terus!" Sarina pun mulai gusar.
"Aku bukannya nggak mau dengerin Ibu, cuma aku emang bener-bener nggak bisa makan nasi. Kalau aku bisa, kan, udah selesai dari tadi. Mendingan Ibu nggak usah pikirin itu, deh. Lagian masih ada pengganti nasi yang bikin kenyang dan bergizi. Anak-anak aku nggak akan kurus meskipun ibunya nggak bisa makan nasi. Buktinya Xania sekarang gemuk, kan?"
"Lho, itu, kan, karena sekarang nggak minum ASI lagi. Dia juga makan sendiri. Coba bayimu yang masih di dalam perut itu? Mereka masih bergantung sama ibunya."
Melisa memutar bola matanya. Memang selalu salah di mata Sarina. "Udah, Ibu mau makan apa sekarang? Biar Mel buatin."
"Nggak usah. Masakan kamu nggak enak."
Hati Melisa sudah terlatih menerima apa pun ucapan Sarina. Dia bahkan melebarkan senyumnya. Yang Sarina katakan benar, kok. Masakannya memang masih di bawah rata-rata. Dia belum sempat belajar masak lagi karena waktunya terkuras mengurus Xania dan dua janin ini.
"Kakimu bengkak."
Melisa tertegun sesaat mendengar ucapan Sarina barusan. Dia spontan menunduk untuk memastikan dan memang benar salah satu kakinya tampak membesar. Padahal tadi pas mandi tampak biasa saja, mungkin karena terlalu lama berdiri. Ternyata, Sarina memperhatikannya.
"Ya namanya hamil besar, Bu. Pasti bengkak kakinya."
"Ya sudah kamu duduk sana. Jangan lama-lama berdirinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...