88 - Obat Meriang

7.7K 1K 112
                                    

Baru beberapa menit bertemu, tetapi Xania sudah lengket dengan Candra

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baru beberapa menit bertemu, tetapi Xania sudah lengket dengan Candra. Makan harus disuapi ayahnya, mandi harus dengan ayahnya, main pun harus ditemani ayahnya. Sosok Melisa mendadak terlupakan. Saat Melisa mengambil mainannya, Xania langsung merebut lalu memberikannya ke Candra. Saat Melisa membuatkan susu, anak itu menolak, maunya ayahnya yang membuatkan. Padahal, tadinya Xania sempat menangis minta pulang karena merasa asing dengan rumah ini. Namun, Candra berhasil mengalihkan perhatian anaknya. 

Padahal, mata Candra rasanya berat setelah minum obat penurun panas. Dia baru bisa tidur 30 menit sebelum Melisa dan Xania datang. Pusing yang mendera serta badan terasa menggigil kalah dengan rindu yang dipupuk selama dua bulan ini. Ya, meskipun terpaksa pakai masker supaya tidak menularkan penyakitnya ke Xania. 

Seperti sekarang ini. Xania kini sedang berdiri di depan pintu kamar mandi yang tertutup rapat, di dalamnya ada Candra. Tadinya sudah diam-diam masuk, tapi ternyata anak itu cepat menyadari ketidakhadiran ayahnya. 

"Ayah!" teriak Xania. Tangannya tidak berhenti menggedor pintu. "Ayah!"

"Ayo, Kakak tunggu di sana." Ini untuk keempat kalinya Melisa membujuk sang anak agar mau menyingkir dari tempat itu. Kalau lama begini, berarti Candra sedang membuang sisa-sisa makanannya di kloset. 

Xania menepis tangan mamanya. Anak itu masih tidak mau pindah posisi. "Moh. Ayah!" 

Melisa menggaruk kepalanya. Baru ditinggal ke kamar mandi saja sudah begini, apalagi nanti kalau Candra harus terbang.

"Ayah!" Xania kembali memanggil ayahnya.

"Dalem, Sayang." 

"Ayah!" 

"Dalem, Sayang. Sebentar, ya. Kakak tunggu di luar, boleh?"

"Moh, Ayah!" 

"Masih lama, Mas?" Melisa akhirnya jadi ikut memanggil suaminya. Jujur kakinya pegal. Mau duduk pun jadi tidak bisa mengawasi Xania karena kursinya jauh. Mau tarik kursinya ke sini juga ribet. 

"Sebentar, Sayang. Lagi pakai celana." 

"Mas!" 

"Eeeh?" Spontan Melisa menutup mulut Xania yang barusan menirukan ucapannya. "Bukan Mas, Sayang, tapi Ayah. Coba gimana manggilnya?" 

Xania menatap wajah mamanya. "Ayah." 

"Nah, pinter. Kakak harus panggil ayah, ya."

"Ayah!"

Kenop bergerak, lalu pintu ditarik ke belakang perlahan dan Candra muncul setelahnya. Xania langsung memeluk kaki ayahnya. 

"Ayah, aih!"

Candra menatap istrinya, meminta terjemahan. Melisa yang paham langsung memegang celana Xania. Keningnya berkerut karena popok Xania belum terasa penuh. 

Hi, Little Captain! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang