Niat hati Melisa ingin tidur selama perjalanan. Namun, kenyataannya justru sebaliknya. Xania sangat aktif, berkeliaran di kabin pesawat. Memang ada Ambar dan satu pramugari baik hati yang mengawasi Xania, pun Xania tidak rewel seperti yang ditakutkan Melisa sebelum berangkat, dan penumpang lain tidak mempermasalahkan, tetapi ibu mana yang bisa tenang melihat anaknya tidak bisa diam di ruangan sempit begini?
Bagian merepotkan adalah ketika pesawat akan mendarat. Butuh waktu untuk membujuk Xania supaya mau duduk di kursinya lagi. Entah bagaimana cara si pramugari sampai akhirnya Xania mau diangkat dan didudukkan. Melisa merasa lega.
"Adek duduk di sini dulu, ya. Pesawatnya mau turun," kata pramugari.
"Akak!" balas Xania seraya menunjuk dirinya sendiri. Membuat mata pramugari melebar.
"Oh, Kakak. Oke, Kakak duduk di sini dulu, ya."
Melisa kembali melakukan seperti saat lepas landas satu jam yang lalu, memasang headphone dan memberikan susu. Kali ini ditambah makanan ringan karena sebentar lagi waktunya makan siang. Sabuk pengaman tadi sudah dipasangi oleh pramugari. "Makasih, ya, Mbak. Maaf merepotkan."
"Tidak masalah, Bu. Sudah jadi bagian dari tugas saya."
Beberapa menit kemudian, terdengar pengumuman dari ruang kokpit yang memberitahu bahwa pesawat berhasil tiba di tempat tujuan. Begitu pesawat parkir dengan benar dan pintu dibuka, Melisa menghela napas lega. Berhasil naik pesawat bersama anak tanpa mabuk dan tanpa didampingi Candra adalah pencapaian terbesar di hidupnya.
Keluar dari gate, Melisa mengajak Xania dan Ambar singgah sebentar di sebuah food court untuk mengisi perut. Xania menghabiskan nasi, ayam krispy, dan wortel rebus. Sementara itu, Melisa menandaskan spaghetti bolognese.
Selesai makan, Melisa mengeluarkan ponselnya untuk menghubungi orang yang akan menjemputnya.
Begitu telepon tersambung dan seorang laki-laki mengucapkan salam, Melisa membalas salam itu dan bertanya, "Ini benar Pak Tejo, ya?"
"Iya. Ini Mbak Mel, ya?"
"Iya, Pak. Posisinya sekarang di mana?"
"Saya baru aja sampai, Mbak. Tadi kejebak macet."
"Oh, saya tunggu, ya, Pak. Saya ada di depan food court."
"Baik, Mbak. Saya langsung ke sana."
Setelah mengucapkan terima kasih, Melisa menutup telepon.
"Mama, aih!" Xania tiba-tiba bersuara sembari memegang bawah perutnya. Pertanda popok yang dipakai sudah penuh. Xania memang tidak suka popoknya penuh.
Dengan sigap Melisa membawa Xania ke toilet. Dalam waktu singkat popok anak itu sudah diganti dengan yang baru. Setelah pakaiannya dibetulkan, Melisa menggendong Xania keluar.
"Mama, dadu!"
Melisa mengernyit. Itu kosa kata baru yang keluar dari bibir Xania. "Dadu apa?"
"Dadu, Mama, dadu!" Xania berkata seperti itu sambil mengentakkan kakinya. Melisa telapak kaki anaknya masih kosong, Melisa baru paham ucapan Xania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...