Karena sebelum masuk pesawat perut Xania diisi makanan dan susu, begitu di dalam kabin anak itu tidak mau berhenti bergerak. Apalagi, Xania tidak sendirian. Di kabin yang sama, ada satu batita yang juga baru bisa jalan, letak seat-nya berseberangan. Jadilah mereka mengitari kursi dan berteriak heboh karena bosan. Suara anak itulah yang mengganggu penumpang lain.
"Mbak, bisa disuruh diem nggak anaknya? Berisik tau!" protes seorang perempuan yang duduk di belakang kursi Melisa.
Melisa yang mendengar itu langsung melepas sabuk pengaman dan berdiri. Matanya tajam memandang perempuan yang kira-kira berusia 20 tahun-an. "Ya, Mbak kalau nggak mau berisik pake headset, dong! Punya, kan?"
"Ya harusnya lo, dong, yang ngalah, nyuruh anaknya diem! Dari tadi keliaran mulu. Baru pertama kali naik pesawat, ya, makanya norak?"
Melisa memicing. Dadanya berdesir hebat. Paling malas kalau bertemu orang yang seolah-olah si paling sering naik pesawat. Lagi pula, dia sudah berusaha keras memberikan pengertian dan sejak tadi Xania tidak menjahili penumpang lain. Hanya jalan dan main bersama anak penumpang lain. Wajar, kan, kalau Melisa jadi kesal kalau ada yang protes?
Sementara itu, orang tua anak yang main bersama Xania langsung menarik tangan anaknya. Namun, saat ingin dipangku, anak itu menolak, bahkan mulai merengek minta diturunkan. Perempuan yang protes itu makin kepanasan.
"Nyebelin banget anaknya! Disuruh diem kek! Kasih susu gitu biar berhenti nangisnya!"
Bukannya berhenti, anak itu kian kencang tangisnya. Sang ibu mulai repot menenangkan. Pramugari pun mulai menyuruh perempuan itu untuk tenang. Namun, perempuan itu tidak mau mengalah.
"Gue udah bayar mahal, lho, Mbak! Masa gue nggak dapet pelayanan yang enak? Harusnya kalau ada orang tua yang ajak anaknya naik pesawat, ditaruh paling belakang, dong! Nangisnya itu bikin telinga sakit tahu nggak!"
Xania yang melihat kejadian itu seketika melangkah menghampiri mamanya. Wajahnya tampak ketakutan. Melisa tahu di rumah anak ini jarang mendengar orang yang bicara keras-keras.
"Nggak apa-apa, Sayang. Jangan takut, ya," kata Melisa. Kemudian, dia menyuruh Ambar untuk menggendong Xania.
Melisa merasa belum kalah. Malah makin menjadi setelah menyaksikan perempuan itu tidak juga diam meskipun pramugari turun tangan. "Mbak nggak pernah ngerasain punya anak kecil, ya? Anak kecil itu cepet bosen, apalagi di tempat sempit kayak sekarang. Lagian, dari tadi anak saya nggak gangguin Mbak. Dia cuma jalan sama ngomong. Saya udah bilang kalau Mbak ngerasa terganggu, telinganya ditutup headset! Masalah selesai kalau Mbak ambil keputusan itu."
"Ya nggak bisa gitu, dong! Kenyamanan penumpang itu nomor satu! Di sini gue terganggu, makanya gue protes."
"Mbak nggak lihat penumpang lain? Mereka memilih menutup telinganya, tuh. Nggak kayak Mbak cuma bisa koar-koar. Saya akui anak saya nggak bisa diam dan saya minta maaf karena sudah mengganggu ketenangan Mbak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...