Desi tidak pulang sampai hari ini. Ponselnya pun mati. Melisa sama sekali tidak tahu kabar pengasuh anaknya itu. Kalau memang ibunya sakit parah, kenapa tidak mengabarinya? Malah menghilang tanpa jejak. Alhasil, Xania diurus Ambar lantaran Melisa tidak boleh banyak bergerak dan anak itu mengajak main.
Sekarang Xania berhasil tertidur pulas setelah drama tidak mau minum susu. Setelah ditinggal sendirian di kamar kosong, Xania kerap rewel. Tidak mau makan dan minum susu. Kadang-kadang Xania mencengkeram kuat baju Ambar dan Melisa. Seperti sedang ketakutan. Main pun tadi tidak kelihatan bersemangat, padahal biasanya Xania berkeliaran, belajar rambatan, mengoceh, bahkan membanting mainannya. Melisa benar-benar tidak sabar menunggu kakinya sembuh supaya bisa mengembalikan keceriaan anaknya lagi.
Karena Xania sudah pulas, Melisa ikut tidur juga. Ambar baru bisa menyelesaikan pekerjaannya. Mas Agus juga belum pulang. Ambar mulai meletakkan piring-piring kotor di wastafel, kemudian menyabuninya satu per satu.
Di tengah kesibukannya mencuci piring, tiba-tiba saja ponsel Ambar bergetar. Ambar mencuci tangannya lebih dulu, baru mengeluarkan benda itu. Setelah melihat nama di layar, mata perempuan itu melebar dan refleks berlari menghampiri Mas Agus.
"Mas! Mas! Bahaya, Mas!"
Mas Agus membalikkan tubuhnya, menatap Ambar yang napasnya terengah-engah. "Bahaya opo to?"
Sebelum menjawab, Ambar mengejar napas seraya memegang dadanya. Kemudian menyelipkan sebagian anak rambutnya ke telinga. "Mas Candra telepon, Mas. Saya harus bilang apa?"
"Lha, kan, belum mesti Mas Candra tanya keadaan rumah ini. Coba angkat aja."
"Masa, sih? Pasti Mas Candra tanya-tanya keadaan Mbak Mel sama Xania."
"Ya, coba angkat dulu, Mbak. Kalau keceplosan, saya bantuin."
Ambar mengambil napas, lalu membuangnya. Tangannya begitu gemetar saat ingin menggeser ikon gagang telepon warna hijau. "Saya deg-degan banget, Mas. Coba pegang dada saya kalau Mas Agus nggak percaya!"
"Huss! Saru kalau saya pegang dada Mbak!"
"Ya Allah, astagfirullah." Ambar mengembuskan napas. Dia pun akhirnya menerima telepon itu. Tidak lupa menghidupkan pengeras suara supaya Mas Agus juga mendengar percakapan ini.
Dugaan Ambar seratus persen benar. Candra tidak mungkin menghubunginya untuk basa-basi. Sekujur tubuh perempuan itu mulai dingin saat Candra menanyakan keadaan rumah. Berkali-kali Ambar menelan ludah untuk mencerna pertanyaan-pertanyaan dari majikannya.
"Gimana ini Mas? Mas Candra kayaknya udah curiga."
"Tapi gimana bisa, Mbak? Lha, kita, kan, nggak pernah ngomong apa-apa ke Mas Candra."
Ucapan Mas Agus justru membuat Ambar makin bingung. Hanya satu orang yang dia curigai sejak awal kejadian ini. "Bisa aja Desi, kan, yang ngomong aneh-aneh ke Mas Candra."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomansIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...