28 - Tinggal Seatap

8.3K 928 27
                                    

Selain menanti Ambar, Melisa juga menunggu kedatangan suaminya yang sudah tiga jam lalu pergi ke rumah ibunya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Selain menanti Ambar, Melisa juga menunggu kedatangan suaminya yang sudah tiga jam lalu pergi ke rumah ibunya. Melisa sudah mengirim pesan, tetapi hanya dibaca oleh Candra. Melisa mencoba berpikir positif. Mungkin saja Candra sedang kerepotan mengurus ibunya.

Kerap cekcok bukan berarti nurani Melisa mati. Dia masih suka khawatir, kok, pada Sarina, apalagi sekarang wanita itu tinggal sendirian. Terkadang Melisa juga kasihan melihat Candra yang kepikiran ibunya. Namun, mau bagaimana lagi. Segala cara telah dicoba. Sarina masih kukuh, tidak mau disentuh. Seolah-olah Melisa adalah duri di antara Candra dan Sarina.

Untung saja Melisa tidak takut lagi saat memandikan Xania. Jadi, anak ini bersih tanpa harus menunggu ayahnya. Xania juga tidak rewel selama ditinggal Candra, bahkan pagi ini Melisa sampai mendapatkan dua kantung ASI perah saking antengnya.

Melisa mendengar mobil Candra berhenti di depan. Tak lama, laki-laki itu muncul. Tersenyum ketika melihat Melisa sedang makan.

Ketika Candra berdiri di dekat Melisa, ia mengecup kepala istrinya singkat. "Xania mana?"

"Tuh," Melisa menunjuk bouncer yang letaknya di karpet ruang tengah, "lagi tidur. Jangan diganggu."

"Lama nggak, ya, tidurnya? Sebentar lagi, kan, aku berangkat. Aku pengen peluk dia."

"Peluk mamanya aja gimana?"

"Kalau peluk mamanya, nanti lanjut ke hal-hal yang tidak diinginkan."

Melisa spontan terkikik. "Biasanya juga gitu," ucapnya seraya mengedipkan mata.

"Mel, jangan mulai."

Melisa kembali menyuap oatmeal campur susu cokelat buatannya. Mengunyah makanan itu sampai masuk ke kerongkongan. "Mas, gimana ibu? Nggak parah, kan, sakitnya?"

Mendengar itu, Candra memilih duduk di kursi. Kemudian, menghela napas. "Dokter bilang ibu harus dibawa ke rumah sakit buat diperiksa lebih lanjut. Tapi, ibu nggak mau."

"Emang kata dokter sakit apa, Mas?"

"Tekanan darah ibu tinggi, takutnya itu gejala stroke."

Melisa tertegun. Mulutnya berhenti mengunyah.

"Mel, kalau ibu tinggal di sini, gimana? Kamu keberatan?"

Ekspresi Melisa berubah detik itu juga. Sendok di tangannya terlepas. Dia sudah tahu suatu saat Candra akan kepikiran seperti ini setelah pisah rumah dengan Sarina, mengingat Sarina tidak punya siapa-siapa. Namun, Melisa juga tidak bisa lupa bagaimana kelakuan Sarina selama dirinya tinggal seatap. Ditambah sekarang ada Xania. Melisa tidak mau anaknya juga merasakan hal yang sama.

"Kalau Mas minta aku atau ibu saling berkunjung, aku nggak masalah. Tapi, kalau harus tinggal serumah lagi ... aku keberatan. Mas pasti tahu alasannya," ujar Melisa. "Aku tahu Mas khawatir sama ibu, Mas juga nggak mau ninggalin aku, tapi untuk serumah lagi, apalagi ibu yang ke rumah kita, aku nggak bisa bayangin apa yang bakal terjadi. Kalau Mas minta ibu tinggal di sini, aku juga boleh, kan, minta mama tinggal di sini. Biar adil, kan. Aku ngurus orang tua, Mas juga."

Hi, Little Captain! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang