Jangan salahkan Melisa kalau sekarang lebih banyak tidur daripada terjaga. Dia sudah berusaha keras melawan rasa kantuknya dan tetap saja kalah. Ajaibnya, Xania tidak rewel saat mamanya tertidur. Anak itu masih mau diajak main ayahnya atau Ambar dan Mbak Lala. Melisa, sih, berharap ini terjadi saat trimester pertama saja. Bisa repot kalau sampai persalinan mengantuk terus.
Seperti sekarang ini, Melisa baru saja bangun dari tidur siangnya yang kedua. Iya, kedua. Tadi pukul sebelas dia tidur siang pertama, lalu yang kedua pukul dua. Matanya memang segar kembali setelah bangun tidur, tetapi hanya bertahan beberapa jam.
Saat Melisa menegakkan punggungnya, matanya menemukan Candra duduk di kursi rias, tampak sedang merapikan rambutnya. Di bawahnya ada Xania sedang memegang salah satu sepatu ayahnya dan sikat semir. Laki-laki itu setengah rapi dengan pakaian putih dan celana biru tua. Kenapa setengah? Karena dasi, pin, id card, pulpen, dan sepatu belum terpasang.
Sebelum tidur, Candra sempat bilang malam ini dia akan terbang setelah masa cutinya habis. Melisa baru tahu tadi pagi kalau Candra merelakan cuti tahunannya diambil lantaran sudah pernah mengambil cuti penting sebanyak dua kali. Jadi, akhir tahun nanti, Melisa rela suaminya tidak liburan bersamanya karena harus mengantarkan penumpang liburan. Tidak ada cuti tahun ini.
"Udah kinclong sepatunya. Sekarang ayah pakai, ya."
Candra meminta sepatunya dengan lembut. Sebenarnya lelaki itu bisa melakukannya lebih cepat, bahkan selesai sebelum mobil jemputan datang. Namun, setelah ada Xania, Candra belum siap ketika mobil jemputan datang karena masih harus briefing Xania yang terkadang tidak mau ditinggal terbang.
"Terima kasih, Cantik," ucap Candra setelah Xania mau menyerahkan sepatunya. Buru-buru dia memasukkan kakinya yang terbungkus kaus kaki ke sepatu tersebut sebelum diambil Xania lagi.
Candra berdiri dengan tangan memegang dasi. Xania beranjak, memanjat kaki ayahnya. Ketika berhasil berdiri, anak itu merengek.
"Sebentar, ayah pasang dasi dulu."
Xania terus merengek hingga Candra tidak konsentrasi mengikat dasinya. Takut kalau pegangannya renggang terus Xania tidak bisa menjaga keseimbangan tubuhnya, apalagi sekarang dekat kursi rias.
Melisa yang gemas melihat tingkah anaknya itu lantas turun dari tempat tidur, kemudian mengangkat Xania. Namun, anaknya berontak.
"Pegang." Melisa menyerahkan Xania pada Candra, lalu mengambil dasi. Jadilah Melisa yang mengikat dasi dan Xania menempel di tubuh ayahnya.
"Baru satu udah kayak gini. Gimana nanti kalau udah tiga, ya?"
Melisa menatap suaminya dan tersenyum. "Pasti makin seru. Lengket semua ke Ayah kayak perangko."
"Papap!" Xania ikut menimpali.
"Mulai sekarang kamu dipanggil Kakak Xania, ya. Nanti kalau udah besar jagain adik-adiknya," ucap Candra, lalu mencium pipi Xania.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Little Captain! [END]
RomanceIbu Negara season 2. Disarankan membaca Ibu Negara terlebih dahulu. *** Hadirnya keluarga baru, ternyata cukup mengobati luka di hati Candra. Ditambah sebentar lagi dia menjadi orang tua. Candra masih terus berjuang mempersiapkan kedatangannya bers...