9. Stalker

490 67 3
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

"Harus banget lo pulang hari ini?"

Aku menerima tas dari Kristi dan memasukkannya ke bagasi mobil.

Hari ini aku harus kembali ke Seoul. Aku akan kembali magang lusa nanti.

Ini berita bagus. Namun, sebagian hatiku merasa hampa.

Setelah percakapan dengan Kristi semalam, aku sudah berniat untuk kembali ke London dan tinggal di sana selamanya.

Aku ingin benar-benar menghindari Jeonghan.

Tapi, saat niatku sudah bulat, pesan dari grup chat tim IT masuk dan menginfokan semua karyawan kembali bekerja termasuk aku si anak magang.

Jadi, hari ini aku merasa setengah-setengah.

Setengah senang, setengahnya lagi tak terdefinisikan.

"Jadi gue harusnya putus ya sama Jeonghan?"

"Lo kok mikirnya gitu?"

"Yang lo bilang bener-bener bikin gue mikir gitu Kristi."

"Perasaan suka itu gak salah Kania."

"Iya, tapi situasinya yang salah kan?"

"..."

"Kalau dibalik, gue yang artis di sini dan Jeonghan jadi orang biasa. Gue rasa Jeonghan juga bakal mikir yang sama."

"Belum tentu."

"Gue gak mau jadi penghalang kariernya dia. Sesayang apa pun gue sama dia gue gak mau kariernya berhenti gitu aja karena gue."

Percakapan sebelum tidur itu kembali terngiang.

Aku menghela napas pelan dan tiba-tiba merasa sesak di dada.

Lantas, aku menurunkan kaca mobil, melaju dengan kecepatan sedang dan melambat di pertigaan lampu merah.

Aku melihat tanda rest area satu Km lagi. Agaknya aku perlu membeli kopi dan makanan manis untuk menjernihkan pikiranku.

Aku membelokkan setir dan memarkirkan mobil di tempat paling sudut.

Lalu, aku mengambil dompet dan turun dari mobil.

Tidak banyak kendaraan yang ada di area parkir luas di rest area. Entah kenapa aku malah parkir di tempat yang paling sudut.

Agaknya ada yang salah dengan otakku.

Aku bergegas ke dalam restoran, mencari kopi dan makanan manis.

Namun, aku malah menemukan sosok tak terduga.

Dia yang menjadi alasan otakku berpikir keras dan tak bisa mendefinisikan perasaanku sendiri.

Aku mendelik padanya.

"Apa? Kenapa? Kamu tambah jelek kalau pasang muka kayak gitu Kania."

Aku mencebik. "Kenapa Bapak ada di sini?"

"Ini rest area. Tempat umum. Penjelasan seperti apa yang kamu mau Kania?"

Aku mengabaikannya dan menanyakan hal lain. "Terus kafe bapak gimana?"

"Ada Kristi, dia sudah terbiasa sendiri mengelola kafe. Nanti saya akan menyerahkan kafe itu untuknya."

Aku berdecak pelan. "Saya gak berniat buat ketemu Bapak loh."

"Saya juga gak ada niatan buat ketemu kamu Kania. Tapi, kamu akan berterimakasih sama saya."

Aku menaikkan alis. "Buat?"

"Karena saya ke sini gak sendiri."

"Bang!"

Aku menoleh ke asal suara. Ada Jeonghan di sana.

Ia mendekat dan melepaskan maskernya.

"Hai," sapanya.

Aku menatap Pak Ardi.

"Kenapa? Oh iya saya harus pergi ya, sama-sama Kania."

Pak Ardi langsung berdiri dan melangkah pergi begitu saja.

Sekarang tinggal aku berdua dengan Jeonghan.

Aku menatap ke sekelilingku. Area tempat kami duduk cukup lengang.

Aku rasa beberapa orang tak menyadari kehadiran Jeonghan.

Entah aku harus merasa lega untuk itu atau tidak.

"Kenapa Kakak bisa ada di sini?"

"Kemaren ada jadwal di Daegu, jadi Bang Ardi nawarin buat anter gue balik ke Seoul."

Jawabannya terdengar aneh.

"Kakak gak pinter akting."

Jeonghan tergelak.

"Gak bisa ya jujur aja sama aku?"

Mata Jeonghan menatap acak semberi tangannya mendekat menyentuh tanganku.

Aku membiarkannya menggenggam tanganku di bawah meja.

"Maaf."

"Kakak udah pinter jadi stalker ya."

Jeonghan nyengir saja tanpa membalas.

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 22 Januari 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 22 Januari 2023

Revisi : 22 Mei 2023

Mine (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang