36. Yuk, Ciuman!

465 47 0
                                    

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

**

Jeonghan makan dengan lahap.

Ia juga sudah bisa tertawa.

Namun, Jeonghan masih butuh istirahat lebih lama di rumah sakit.

Ia belum bisa pulang setidaknya tiga hari lagi.

Aku pulang menjelang malam.

Diantar Hoshi lagi menuju rumah Bibiku.

Aku menceritakan semuanya pada Bibi.

Dia tentunya terkejut dan mendesah pelan, "dunia entertainment itu memang tidak semenarik yang terlihat."

Malam ini, aku menginap di rumah Bibi.

Rencananya aku akan pindah dari apartemenku.

Pacarnya Bibi yang punya kenalan di bidang real estate menawarkan apartemen bagus.

Setelah melihat lokasinya dan memastikan keamanannya serta jarak dari apartemen ke kampusku, serta persetujuan dari Bibi, aku akan mengambil apartemen itu.

**

"Aku pindah."

Aku memulai obrolan sembari menyuapi Jeonghan.

Siang ini aku datang dengan bekal makan siang buatanku.

"Pindah rumah?"

"Heem."

"Kok pindah?"

"Aku gak mau tinggal di tempat pacarku berdarah-darah."

Ekspresi Jeonghan jadi mendung.

Apa aku salah bicara?

"Maaf,"

"Kenapa minta maaf?"

"Kalau aja aku gak ke tempat kamu, pasti kamu ..."

Aku segera menyumpal mulutnya dengan satu suapan.

Jeonghan lantas mengomel tak jelas karena mulutnya penuh.

"Awas kalau minta maaf lagi!"

Aku mengancamnya saat ia menelan makanannya.

Jeonghan cemberut.

"Aku sayang kamu Kania. Maaf, kamu harus ngalamin hal ini."

Aku menatapnya lamat.

Di saat seperti ini kenapa ia malah memikirkan diriku?

"Kakak mau liat aku nangis lagi ya?"

Jeonghan menggeleng.

"Aku udah tau semuanya Kak, Seungkwan cerita semuanya. Kamu pamit pergi kerja sama aku ke tempat psikopat itu kan? Aku gak bisa ...."

Aku menangis lagi.

Jeonghan tak memintaku berhenti menangis.

Sebagai gantinya cowok itu memelukku.

"Maaf udah bikin kamu sedih."

"Kamu bener-bener ya, kenapa harus minta maaf sama aku? Orang gila itu yang harusnya minta maaf. Sekarang harusnya dia udah di penjara tau. Tapi dengan seenaknya dia bisa bebas kemana aja. Sinting banget."

Jeonghan menepuk-nepuk punggungku. Mencoba menenangkanku.

Rasanya lucu, padahal bukan aku yang mengalaminya, tapi aku yang merasa paling sedih.

Aku melepaskan pelukan saat suasana hatiku membaik.

Jeonghan terkekeh pelan sembari mengusap air mataku.

"Duhh ceweknya Jeonghan abis nangis ya? matanya bengkak nih," ujarnya dengan nada bicara seperti anak kecil.

Aku cemberut, hal itu membuat Jeonghan tergelak.

"Mau ciuman gak?" tanyanya tiba-tiba.

"Kok nanya? Biasanya kan kamu suka main nyosor aja."

Jeonghan ngakak.

"Hari ini pengen izin dulu, dibolehin gak?"

Aku nyengir. Lantas mengangguk.

Jeonghan lalu mendekat, namun tiba-tiba ponselku berbunyi.

Ada panggilan masuk dari Bibi.

Mau tak mau Jeonghan kembali ke posisinya sambil menghela napas pendek.

Aku mengulum senyum geli melihatnya.

Bibi membicarakan soal apartemen yang akan aku huni.

Beberapa perabotan dan sebagian barangku sudah ada di sana.

Tinggal beberapa baju saja yang harus aku bawa.

Panggilan berakhir dengan cepat.

Aku kembali ke dekat Jeonghan.

"Nah, yuk ciuman," ajakku.

Namun, Jeonghan hanya diam.

Ia mematung menatap pintu.

Aku ikut menoleh.

Tidak ada siapa-siapa di sana.

Kenapa Jeonghan sampai mematung begitu?

"Kak," panggilku sambil menggoyang lengannya.

Jeonghan agak tersentak, lalu berlagak seolah tak terjadi apa-apa.

"Eh iya, udah telponannya?"

"Udah."

"Yuk ciuman!"

**

**

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Date : 27 Maret 2023

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Date : 27 Maret 2023

Revisi : 31 Mei 2023

Mine (✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang