24. Capek

495 95 10
                                    

























Chaelisa masih saling pandang dengan tatapan masing-masing yang sulit di tebak, namun Lisa bisa lihat Rose yang kini menatapnya dengan penuh benci.

"Capek tau gak ngadepin elu yang gampang banget berubah, elu udah bawa kata 'janji' ke gue berkali-kali Lisa, muak denger nya," tambah Rose.

"Kenapa bawa Yeri segala?" Tanya Lisa akhirnya.

Rose ber-smirk, apa Lisa kira dia sepolos itu?

"Entah, mungkin karena dia salah satu mantan mu, atau mungkin juga karena namanya yang paling gampang di sebut di mulutku,"

Lisa masukkan kedua tangannya ke saku celana, "Bilang aja sih kalau menurut elu gue bermasalah, gak usah bertele-tele Rose,"

Rose tertawa kecil dengan sinis, "Hebat beut ya akting lu, pantes pintar banget ngumpulin cewe di waktu yang sama, well... Semoga aja gue cewe terakhir yang bisa lu tipu deh... Gue capek tau gak," Rose langsung berjalan pergi dari sana begitu saja, tidak lagi berniat gabung untuk karaoke dengan yang lain.

.
.
.

Rose kini tengah berdiri melamun di sebuah halte bis, dia sedang menunggu taksi sembari nampak melamun.

"Bukan kabur cara buat menyelesaikan masalah Roseanne,"

Rose melihat ke samping nya, ada Lalice disana, yang entah sejak kapan gadis poni blonde itu mulai menyusul nya.

"Lisa nelfon gue, kalian ribut dan dia juga gak mau kumpul lagi sama yang lain, akhirnya gue deh yang harus bohong bilang ke yang lain, kalian berdua balik duluan karena ada urusan dadakan. Tenang aja, gak ada yang curiga kalian kenapa-kenapa, bahkan ada dari mereka yang mikir kalian balik duluan karena gak sabar main ke oyo," Lalice nampak agak tertawa kecil di akhir, namun ia akhirnya saling pandang dengan Rose yang masih memasang wajah datar, Lalice auto diem.

Rose kembali melihat lurus ke depan, "Gue gak lagi salah paham aja kan ya Lice? Gue beneran liat dia sama Yeri dan kelihatan nyimpen rahasia berdua. Dan gue cukup yakin mereka emang ada something,"

Lalice juga melihat lurus ke depan sembari memasukkan kedua tangannya di saku celana, "Iya, gue juga disana sama elu Rose,"

Rose mengangguk, "Iya kan? Itu bukan sekedar khayalan gue, kita lihat mereka bareng-bareng,"

Angin malam berhembus semakin kencang, menerbangkan rambut panjang keduanya dengan lembut nan indah, makin terasa pula rintikan gerimis yang menyapa kulit keduanya. Lalice mulai melangkahkan kakinya berdiri di hadapan Rose yang kini juga melihat ke matanya.

Rose nampak melemparkan senyuman palsu nya, "Lihat deh... Dia bahkan gak usaha buat ngejar atau nyusul gue, apa lagi yang bisa gue harepin dari dia Lice... Ini bukan pertama kalinya loh... Setiap dia buat salah, selalu gue yang malah di pojokin, selalu gue yang ngalah buat nyapa atau minta maaf duluan,"

"Gak usah nyalahin dia sepenuhnya, elu juga salah, masih mau sama dia padahal udah sering di sakiti,"

Rose mengangguk, "Bener juga ya... Padahal dia udah kasih spoiler dari lama, soal sikap dia yang emang hobi main, dari awal kenal malah,"

Lalice pegang pundak Rose, dan menatap mata nya dalam, "Tapi gue di pihak elu Rose, lu bisa percaya ke gue,"

"Gimana bisa gue percaya ke elu, sedangkan kembaran lu sendiri udah sering bohongin gue Lice?"

"Gue gak gitu, kalo aja ada Daddy gue disini, dia bakalan kasih bukti jujur ke elu soal gue yang sama sekali belum pernah pacaran sampai sekarang. Gue takut masuk komitmen, udah ada bukti jujur nya soal Daddy dan mama yang akhirnya cerai, apalagi kalau ngelihat tingkat kembaran gue sendiri, dan gue tau elu udah banyak sabar buat dia. Makanya, gue bakalan di pihak elu, kalau emang Lisa beneran bisa berubah, gue pengen dia lebih hati-hati lagi kalo udah ngomong kata 'cinta' ke seseorang, karena makna dari kata 'cinta' itu gak seringan itu, itu lebih dalam kalau emang udah berurusan soal hati dan perasaan,"

Lalisa VS Roseanne (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang