18

2.9K 413 21
                                        

Sepulang dari kantor, rencananya Aran akan mampir ke rumah calon istrinya dulu. Ia akan membicarakan perihal acara pernikahannya nanti.

Ia sengaja tidak mengabari Chika jika akan datang, toh pasti Chika sudah berada dirumah karena sekarang sudah jam 2 siang. Sebelum itu, Aran pergi ke mall lebih dulu, ia akan membeli hadiah untuk gadis kecil kesayangannya.

Rasanya baru kemarin bertemu dengan anak itu, tapi ia sudah sangat merindukannya. Nalurinya sebagai seorang lelaki dan calon ayah dari anak itu sangat besar, hingga ia tidak mampu lagi untuk berjauhan dengannya. Ah, Aran benar-benar tidak sabar menjadi ayah sambung untuk Christy.

Aran menuruni eskalator dengan menenteng dua paperbag besar ditangannya. Ia sangat yakin gadis kecilnya pasti akan menyukai ini.

Pandangan Aran terhenti saat melihat dua orang yang ia kenali sedang berjalan bersama dengan seorang laki-laki. Mereka menaiki eskalator tepat di sebelah eskalator tempat Aran berdiri.

Setelah sampai di lantai dasar Aran menatap ke atas eskalator arah tiga orang itu yang sudah naik dan berjalan di lantai atas.

Aran mengikuti mereka dan memantaunya dari jauh. Terlihat ketiga orang itu memasuki toko mainan tempat Aran membeli mainan ditangannya tadi.

Terlihat tawa renyah dari kedua orang yang ia kenali itu. Aran tersenyum tipis, bahkan sangat tipis untuk disebut sebagai senyuman. Ia menatap dua paperbag di tangannya, dengan gerakan pelan ia berjalan mundur.

Aran berbalik bersamaan dengan nafasnya yang berhembus kasar lalu pergi meninggalkan tempat itu.

"Papi!" Tunjuk Christy.

"Siapa sayang, mana papi?" Tanya Chika menoleh noleh mengikuti jari telunjuk Christy.

"Papi? Siapa kak?" Tanya laki-laki yang bersama Chika dan Christy.

"Gue gatau Zen"

"Mamihh, papi dicana" tunjuknya ke arah luar toko.

Christy melepaskan genggaman tangannya dari jari telunjuk Chika. Ia berlari kecil ke arah luar mencari papinya.

"Papi mana?" Ucapnya pelan. Matanya berkaca-kaca saat tak menemukan papinya disini.

"Christy" panggil Chika menghampiri anaknya.

"Mamihh, papi cini" ucapnya

"Gak ada sayang, kiti salah liat nih"

"Ndaa, papi dicini" ucapnya lagi dengan wajah sedih.

"Adek salah liat kali, papinya kan udah--"

"Zein!" Potong Chika

"Kan emang bener kak?"

"Mungkin dia liat calon suami gue" ucap Chika

"Lah mana? Gue pengen ketemu dong" ucap laki-laki yang dipanggil Zein itu.

"Gue juga gatau, entah ada disini atau engga, tapi dari tadi gue gak liat dia. Ga mungkin dia ada disini tapi ga nyamperin kita"

"Itu bukan papi sayang, papi kan masih di kantor" ucap Chika berjongkok didepan Christy. Ia mengusap air mata yang berada di pelupuk mata princess kecilnya.

"Tadi papi dicini mamih" tunjuknya

"Adek salah liat sayang, nanti kita ketemu papi ya?"

"Iya nanti kita ketemu papi kiti sama om Zen juga ya? Om Zen pengen kenalan sama papinya kiti" bujuk Zein pada keponakannya.

"Ayo kita beli mainan" ucap Zein meraih tangan mungil Christy.

"Nda mauuu"

"Yaudah sini Om Zen gendong" Zein mengangkat Christy ke gendongannya. Setelah itu ia menatap Chika dan mengangguk sekilas. Ia membawa Christy masuk kembali ke dalam toko mainan itu.

***

Aran membuka pintu unit apartemennya. Ia menaruh tas dan paperbag berisi mainan Christy tadi di sofa.

Ia melangkahkan kakinya menuju kulkas dan mengambil sebotol minuman dingin lalu meneguknya. Tenggorokannya yang terasa kering kini kembali segar setelah meminum minuman bersoda itu.

Aran berjalan ke arah kamarnya sembari membuka jas dan kancing kemejanya. Ia menggantungkan jasnya di balik pintu dan melepas kemeja yang ia pakai hingga menyisakan kaos berwarna putih. Aran sedikit meregangkan tubuhnya, hari ini ia merasa sangat lelah sekali ditambah kondisi tubuhnya yang kurang baik.

Aran memilih masuk ke kamar mandi dan membersihkan tubuhnya agar sedikit lebih segar. Dibawah guyuran shower ia mendongakkan kepalanya dan membiarkan wajahnya terkena percikan air. Aran memejamkan matanya menikmati setiap percikan air itu. Rasanya, pikirannya sedang penuh sekarang. Ia berharap dengan mandi di sore hari membuat beban pikirannya sedikit luruh.

15 menit kemudian Aran keluar dari kamar mandi dengan pakaian santainya. Ia membuat segelas kopi dan membawanya ke balkon. Udara sore hari ini cukup sejuk. Ia menikmati secangkir kopinya dengan pemandangan langit jingga di ujung sana.

Aran menyesap kopi yang masih panas itu secara perlahan. Setelah itu ia mengambil satu puntung rokok dan menyalakannya. Aran menghisap kuat rokok itu lalu ia hembuskan hingga kepulan asap keluar dari mulutnya.

Ia menyandarkan punggungnya di kursi sambil terus menghisap rokok itu. Pikirannya menerawang jauh, banyak pertanyaan demi pertanyaan yang muncul begitu saja di kepalanya.

Aran jadi bertanya-tanya, dengan siapa Chika tadi saat di mall? Apakah laki-laki itu pacarnya? Bukankah pacar Chika sekarang adalah dirinya? Lalu kenapa Chika malah bersama orang lain? Bahkan interaksi mereka terlihat sudah lama dekat, Christy juga terlihat dekat dengan laki-laki itu.

Aran memang belum sempat bertanya banyak pada Chika. Ia sangat sungkan, takut jika wanita itu tidak nyaman.

Tapi melihat Chika bersama laki-laki tadi mambuatnya merasa cemburu. Apalagi Chika bisa tertawa lepas dengan laki-laki itu.

"Harusnya tadi gue ngabarin dia dulu"

"Huh, gini ya rasanya cemburu" gumam Aran

***

Setelah selesai makan malam, Chika membawa Christy ke kamar untuk menidurkannya. Mata anak kecil itu sudah terlihat sangat mengantuk selepas bermain.

Chika memiringkan tubuhnya dan mengusap-usap punggung Christy agar ia cepat tertidur.

Ia memandangi wajah lucu Christy, mulutnya terlihat sangat lucu saat ia menghisap dotnya.

"Lucu banget sih anak mami" ucap Chika mencium kening Christy berkali-kali.

Lama memandangi wajah Christy membuat perasaan bersalah tiba-tiba menyelimuti hatinya. Ia yang dulu pernah menelantarkan anaknya hanya karna memikirkan rasa sakitnya sendiri, sedangkan di satu sisi Christy juga butuh sosok penguat untuk pertumbuhannya.

Chika selalu merasa bersalah karena terlalu larut dalam rasa sakitnya dulu hingga ia mengacuhkan Christy. Lima bulan lamanya ia telantarkan anaknya di usia sekecil itu. Chika tidak meninggalkannya, hanya saja ia tak pernah menyentuh Christy sama sekali setelah kejadian itu selama lima bulan.

Jahat, ia merasa jadi ibu yang paling jahat pada saat itu. Terlalu fokus dengan rasa sakitnya karena kehilangan, hingga tanpa sadar ia melukai hati kecil gadis cantik ini.

Anak itu memang tidak tau apa-apa, tapi Chika selalu merasa bersalah padanya. Padahal dulu, yang kehilangan bukan cuma ia, tapi Christy juga kehilangan sosok ayah dalam hidupnya untuk selama-lamanya.

"Maafin mami ya sayang?" Gumam Chika mengusap kepala Christy. Tanpa sadar air matanya menetes.

"Maafin aku juga ya mas? Aku hampir aja kehilangan anak kita" gumam Chika menatap foto almarhum suaminya yang berada di atas nakas.






Tbc~

Jgn minta double ye, gue lagi males ngedit.

Gi emosi nih, mo makan orang deh rasanya.

Dahlah. Jangan lupa vote dan komen.

See you next part.



Married With You [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang