Sebulan usai pertemuannya dengan wanita dan anak kecil itu, Aran tak lagi tahu kabar mereka. Setiap hari ia mengunjungi mall tempat mereka bertemu waktu itu, tapi tak kunjung bertemu lagi.
Entah mengapa, Aran merasa nyaman saat anak kecil itu memanggilnya dengan sebutan papi. Aran merutuki dirinya karna tak sempat bertukar nomer telepon dengan wanita itu. Ia jadi penasaran dengan ibu satu anak yang ia temui di mall sebulan yang lalu.
"Bang"
Aran menoleh saat pintu kamarnya terbuka menampilkan sosok gadis remaja yang berdiri di ambang pintu.
"Apa?"
"Dipanggil papa" ucapnya, setelah itu ia langsung berlalu dari sana.
Aran segera beranjak dari kasurnya, memakai sendal khusus di dalam rumah lalu turun ke bawah menemui sang papa.
"Kenapa pah?" Tanya Aran saat sudah sampai di ruang keluarga menghampiri papa dan mamanya.
"Duduk" titah papanya.
Aran menurut. Ia duduk di sofa yang bersampingan dengan kedua orangtuanya menunggu apa yang akan di ucapkan papanya selanjutnya.
"Udah punya calon?" Tanya Reynal, Papa Aran.
Aran hanya menggeleng.
"Umurmu udah cukup matang untuk punya pasangan. Apa kamu ga kepikiran mau nikah?"
Aran menghela nafasnya. Selalu seperti ini jika ia ada di rumah, pasti selalu di desak agar segera menikah. Aran lebih suka menghabiskan waktu liburnya di apartemen. Di sana ia akan merasa tenang tanpa mendengar pertanyaan 'kapan nikah' setiap saat.
"Belum saatnya pah, lagipula aku sibuk. Mana sempat cari pasangan" ucapnya.
"Sibuk atau menyibukkan diri? Keduanya punya kata yang sama tapi arti yang berbeda" timpal mamahnya, Veranda.
"Y-ya emang aku sibuk" sahut Aran.
"Mau papa carikan? Ada anak temen papa, cantik kok anaknya" ucap Reynal
"Gak usah lah pah, aku bisa cari sendiri" tolak Aran cepat.
"Kalo bisa cari sendiri kok sampe sekarang ga dapet dapet" celetuk gadis remaja yang baru bergabung bersama mereka. Freya, adik Aran.
"Dipikir nyari batu kali ya langsung nemu" cibir Aran menatap adiknya malas.
"Nah makanya biar papa bantu carikan" sambung Reynal.
"Ga dulu deh" Aran mengibaskan tangannya lalu ingin beranjak dari sana sebelum ucapan Reynal menghentikan langkahnya.
"Papa kasih waktu satu bulan, kalau kamu belum dapet juga, papa akan jodohkan sama anak temen papa"
"Pah, apa apaan sih!" Aran reflek meninggikan suaranya.
"Aku berhak menentukan hidupku sendiri. Mau nikah atau engga itu terserah aku. Papa ga berhak mengatur apapun atas aku. Aku udah dewasa pah" ucap Aran penuh penekanan.
"Kamu anak papa! Papa berhak mengatur demi kebaikan kamu juga!" Tunjuk Reynal
"Pah udah, tahan emosi kamu" Veranda menarik tangan Reynal yang ingin menghampiri Aran. Ia mengusap lengannya agar suaminya itu bisa mengendalikan emosinya.
"Kalau dalam satu bulan kamu gabisa bawa calon kamu ke rumah, papa akan tetap jodohkan kamu. Kalau tidak, semua aset kamu serta perusahaan yang papa kasih, akan papa tarik." Tegar Reynal.
Gerakan kaki Aran yang berada di tengah-tengah tangga ingin menuju kamarnya jadi terhenti. Aran mengeraskan rahangnya, punggungnya naik turun serta tangannya terkepal erat tanda ia sedang menahan emosi. Tanpa membalikkan tubuhnya Aran tetap berjalan naik ke atas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With You [END]
Historia Corta[END] "Mau dengan siapapun kamu, bahkan bukan dengan aku sekalipun, kalau bukan dari diri kamu sendiri yang mau bebas dari masa lalu itu, kamu gak akan bisa" -A Just Fiction!!