Tak terasa sebulan berlalu. Kini hubungan Aran dan Chika juga sudah semakin dekat. Mereka sudah mulai terbuka satu sama lain. Besok adalah tepat dimana hari pernikahan Aran dan Chika dilangsungkan.
Saat ini, keduanya sedang menuju salah satu tempat yang ingin sekali Aran kunjungi.
Aran meminta Chika agar menemaninya ke tempat itu.Setelah menempuh perjalanan hampir kurang lebih satu jam, Aran menghentikan mobilnya di sebuah kawasan luas. Mereka berdua pun turun dari mobil dan berjalan bersama menuju tempat tujuan.
"Ini makamnya"
"Hai, mas. Aku dateng lagi, mas. Tapi kali ini dengan seseorang yang akan menjadi masa depanku nanti" ucap Chika pelan dan menaruh bunga yang ia bawa di atas pusara.
"Kenalin, ini mas Aran, calon suamiku"
"Besok aku akan menikah, aku akan memulai hidup baruku dengan dia. Kamu juga harus bahagia disana ya, mas? Aku akan bahagia disini" lanjut Chika. Air matanya sudah menetes sejak tadi.
Aran bersimpuh disamping Chika dan merangkul bahunya untuk menguatkan, ia menatap nama seseorang yang dulu memiliki calon istrinya ini. Vino Sagara Adhiyaksa.
Aran yang meminta Chika untuk mengantarkannya ke tempat ini.
"Dulu mas Vino emang sering ninggalin aku buat terbang. Tapi aku ga pernah mikir kalau dia bakalan ninggalin aku buat terbang selamanya" ucap Chika mulai bercerita.
"Setiap minggu dia pasti selalu nyempetin waktunya buat aku dan Christy. Sesempitnya waktu dia, dia tetep nyempetin buat quality time bareng kita. Meskipun kadang aku ngerasa waktu dia masih kurang buat aku"
"Sebelum hadirnya kamu, Christy selalu nanyain kemana papinya. Aku ga pernah berani bilang kalau papinya udah ga ada" ucap Chika menoleh ke arah Aran sekilas.
"Kenapa?" Tanya Aran. Ia mencabut beberapa rumput liar yang tumbuh di sekitar makam.
"Aku gamau bikin dia sedih saat tau papinya benar-benar udah ga ada. Aku cuma bilang sama dia kalau papinya lagi pergi terbang. Bahkan sampai sekarang aku belum berani bilang yang sebenarnya" ucap Chika mengusap nama mantan suaminya.
"Aku gamau anak aku ngerasain sakit yang pernah aku rasain sebelumnya. Aku gamau liat dia sedih"
"Tapi apa kamu gak pernah kepikiran gimana perasaan dia? Anak kamu pinter Chik, dia udah bisa ngerasain hal hal kecil"
"Aku tau, aku pasti bakalan jujur sama dia. Tapi bukan sekarang, aku masih ga sanggup buat ngomong itu ke dia. Setiap aku liat matanya, ga tega rasanya kalau harus liat dia sedih karna tau fakta yang sebenarnya"
Aran sedikit membenarkan kacamatanya, ia memiringkan tubuhnya menghadap Chika, "Kita pelan pelan kasih tau ya? Kasian dia, meskipun ada aku yang bakalan jadi papi sambungnya, tapi aku ga akan biarin dia lupa sama papi kandungnya. Dia berhak tau, pelan pelan dia pasti ngerti" ucap Aran lembut sembari mengusap air mata di sudut mata Chika.
"Biar aku yang ngenalin sosok papinya ke dia" lanjutnya
Chika menggeleng, air matanya terus menetes, ia hanya tidak siap jika Christy melontarkan banyak pertanyaan padanya nanti. Bagaimana ia harus menjawab itu? Chika tidak akan pernah siap. Ia sangat takut melukai perasaan anak sekecil Christy.
Aran yang melihat Chika menangis menarik tubuh wanita itu ke dalam dekapannya. Ia membiarkan Chika menumpahkan rasa sakit itu dipundaknya. Aran memang tidak terlalu paham dengan apa yang terjadi pada Chika, tapi ia berjanji pada dirinya akan membuat wanita itu keluar dari kesedihan itu dan membawanya menuju kebahagiaan yang dulu sempat tertunda. Dengan dirinya tentunya .
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With You [END]
Short Story[END] "Mau dengan siapapun kamu, bahkan bukan dengan aku sekalipun, kalau bukan dari diri kamu sendiri yang mau bebas dari masa lalu itu, kamu gak akan bisa" -A Just Fiction!!