Hari ke hari telah berlalu, baik Chika maupun Aran, keduanya tak lagi bertemu. Terakhir pertemuan mereka adalah dimana saat malam itu Aran yang menyerahkan Chika kembali pada orangtuanya.
Bahkan saat sidang pertama perceraian mereka pun salah satu dari mereka tak ada yang datang.
Aran yang beralasan sibuk dan Chika juga dengan alasan yang sama. Keduanya saling menghindari pertemuan yang membuat mereka merasa sakit saat bertatap muka.
"Jadi beneran Chik? Lo pisah sama Aran?" Tanya Eli
Chika hanya mengangguk menjawab pertanyaan Eli. Chika sudah menceritakan semua yang terjadi mengenai rumah tangganya pada Eli. Dari awal titik masalahnya muncul, sampai akhirnya dalam situasi sekarang yang berakhir pada perceraian.
"Udah dalam tahap sidang pertama" ucap Chika.
"Lo dateng?"
Chika menggeleng, "kata pengacara gue mas Aran juga gak dateng"
"Emang gak bisa di perbaikin lagi Chik? Lo sendiri gimana?" Eli sedikit menyayangkan, karena Aran laki-laki yang baik menurutnya.
"Gatau kak, mas Aran yang mau pisah"
"Kalo Lo?"
"Gini gini, gue tanya sama Lo, perasaan Lo terhadap dia itu gimana?" Tanya Eli.
"Gatau" Chika lagi lagi menggeleng.
"Kalo soal perasaan, jujur gue sayang sama dia, nyaman sama dia, rasanya kalo deket dia berasa deket sama mas Vino"
"Itu yang bikin gue sering lupa kalo sekarang yang sama gue tuh bukan mas Vino"
"Dan itu juga yang bikin Lo sering ngebandingin mereka?" Sambung Eli.
Chika mengangguk pelan.
"Gini chik, Lo boleh ngebandingin mereka, tapi itu biar jadi perbandingan buat Lo pribadi aja, jangan Lo tunjukin ke Aran. Apa yang dilakuin Aran terhadap Lo itu mungkin cara dia ngetreat Lo" ucap Eli.
"Iya kak, gue tau gue udah salah dalam hal ini"
"Terus sekarang gimana?" Tanya Eli.
"Gue nyesel, dan baru nyadar kalo yang gue lakuin udah kelewatan sama suami gue sendiri. Pantes sih mas Aran ngerasa gak dihargai" ucap Chika menunduk. Perih itu seketika menjalar di dadanya.
"Chik Chik, telat makan aja bisa sakit, apalagi telat menghargai" ucap Eli terkekeh pelan sembari menuangkan air putih ke dalam gelas dan memberikannya pada Chika. "Minum dulu, biar gak sesek sesek amat"
"Hahahah thanks" ucap Chika mengangkat gelasnya.
"Yoi"
Chika meneguk minumannya lalu kembali meletakkan gelas itu di atas meja. Ia menghela nafas panjang dan sedikit tepatah-patah saat ingat bagaimana kenangannya bersama Aran.
"Ternyata bener ya kata orang, emang harus kehilangan dulu baru bisa menyadari keberadaannya kalau dia berharga" ucap Chika sambil menyeka air mata yang pelan pelan jatuh membasahi pipinya.
Eli yang duduk disampingnya hanya bisa mengusap punggung Chika yang bergetar, detik berikutnya perempuan itu menangis terisak.
"Udah udah, kalo emang Lo mau pertahanin, Lo masih bisa berjuang lagi. Buat dia yakin sama Lo kalo Lo bener bener butuh dia. Lo masih bisa yakinin dia Chik, masih ada waktu"
Chika menarik kepalanya yang semula bersandar di pundak Eli lalu mengusap air matanya.
"Gue ga siap ketemu dia lagi kak, rasanya disini gue salah banget. Udah nyia nyiain orang yang tulus sama gue, nerima gue apa adanya, bisa nerima anak gue juga. Dia sosok laki-laki sempurna yang seharusnya gue bersyukur dapet dia. Dia perlakuin gue dengan baik, perhatiannya, kasih sayangnya, cintanya, bahkan semuanya yang dia kasih buat gue. Apa masih pantes gue buat dia? Gue cuma janda anak satu yang gak tau diri, udah di sayangin segitu hebatnya sama laki-laki kaya dia"
KAMU SEDANG MEMBACA
Married With You [END]
Historia Corta[END] "Mau dengan siapapun kamu, bahkan bukan dengan aku sekalipun, kalau bukan dari diri kamu sendiri yang mau bebas dari masa lalu itu, kamu gak akan bisa" -A Just Fiction!!