[CH] - 04

765 23 0
                                    

Isyah tersenyum dan menghampiri Aily. Dia memegang bahu Aily dan berucap, "Ai mau temenin Tante di sini kan?".

Aily mengernyit heran, tak biasanya Tante Isyah mengajak nya untuk menemani nya. Jika sudah seperti pasti ada apa-apa dengan tante Isyah, pikir Aily.

Aily mengajak Mama Hanan untuk duduk di sofa yang tersedia di sana. Sedangkan Hanan sudah pergi ke kamar nya tanpa peduli dengan keduanya.

Aily memandang Tante nya, "Tante pasti ada apa-apa kan?" tanya Aily dengan mengelus punggung tangan sang Tante.

"Tante udah nebak kamu bakal peka sama Tante, sekali Tante manggil Aily pasti kamu udah ngerti kalo Tante ada masalah," Isyah tersenyum bangga kepada ponakannya, dia bersyukur bisa memiliki ponakan yang peka.

"Masalah apa Tan?" tanpa basa-basi Aily bertanya demikian.

Sebelum mengucapkan kata-kata yang akan dirinya lontarkan, Isyah menarik napas sedalam-dalamnya.

"Om kamu berulah lagi, dan Hanan udah gak bisa di atur lagi. Tante bingung harus gimana lagi. Hanan kalo udah kecapean pasti ngelampiasin nya ke tante, gak Hanan aja Om kamu juga."

Aily hanya diam dan mendengarkan nya dengan serius, tanpa berniat menjawabnya sekali pun.

"Tante cuma pengen jadi orang yang tegas seperti bunda kamu, tapi tante gak bisa. Tante pengen marah ke Hanan kalo dia berulah, tapi tante selalu luluh di hadapannya alhasil Tante gak bisa marahin Hanan. Anak Tante juga cuma Hanan, bahkan Papa Hanan aja jarang ngurusin Hanan. Sekali Papa Hanan ngurusin Hanan pasti dengan kekerasan dan membuat anak itu tertekan." Di kepala Isyah kembali mengulang kejadian-kejadian di mana Papa Hanan atau Mahesa Arsenio  sedang memberi pelajaran untuk putra nya.

Aily berpikir sejenak untuk pendapat nya. Dia memikirkan jawaban yang bisa membuat tante nya tegas seperti bunda nya.

"Gini Tan, mulai besok atau kapan pun deh pokoknya secepatnya. Tante kalo Hanan berulah lagi Tante harus marahin Hanan, luapin semua emosi tante pada saat itu. Tatap tajam mata Hanan waktu Tante marahin Hanan. Jangan lengah karena tatapan maaf dari putra Tante itu, soalnya kalo Tante ngerespon baik tatapan itu pasti bakal luluh." Aily mendang Isyah yang sedang menyerap ucapan ponakannya tersebut.

•••

Kini Aily sudah berada di rumahnya. Lebih tepatnya berada di dalam kamarnya, karena hari ini dia tidak mendapat tugas dari sang Bunda. Jadi waktu yang ada dia gunakan untuk rebahan dan membaca wattpad atau menonton anime.

Seperti sekarang dia sedang menonton anime 'The Jurney' . Jika dirinya sudah nyaman di dalam kamar maka jangan sampai mengganggu dirinya, jika tidak maka gadis itu akan menjadi singa yang sedang mengamuk.

"Bosen gak ada kerjaan," gumamnya dengan atensi mata yang masih menyorot ke layar laptop.

"Yaudah bantuin Izhar ngerjain pr Kak," Baizhar masuk ke dalam kamar kakaknya tanpa mengetuk pintu, dan itu membuat Aily tak suka kepada sikap Adik nya.

Mata Aily melirik sinis kepada sang Adik yang sedang membawa buku pelajaran di hadapan nya.

"Pr apa sampai minta bantuan?" Aily turun dari tempat tidurnya dan menghampiri Baizhar.

Baizhar menyodorkan buku-buku yang ia bawa. Pr nya hanya satu yaitu mapel matematika, tapi satu mapel itu membutuhkan empat buku.

Aily hanya memandang buku yang Adik nya sodorkan. "Yang mau bantu lo siapa?" tanya Aily dengan nada yang tidak suka kepada adik nya.

"Jadi Kakak gak mau bantu nih?" bukannya menjawab pertanyaan sang kakak, dirinya malah ganti bertanya.

"Matematika anak kelas delapan masih gampang, jadi kerjain sendiri ya," Aily mencubit gemas  pipi Baizhar dan melangkahkan kaki nya keluar dari kamar.

"B*ngs*t, gini amat punya Kakak," gumam Baizhar dengan berbalik badan meninggalkan kamar kakak nya.

Baizhar mengejar Kakaknya, mengikutinya menuruni tangga. Yang di kejar juga semakin mempercepat langkahnya. Baizhar geram di buat nya, dia juga mengimbangi kecepatan Kakaknya.

"KAKAK!, BANTU IZHAR!" saat di ujung tangga dia berteriak demikian, membuat orang-orang yang ada di rumah itu menghampiri sumber suara.

Bunda Amira adalah orang pertama yang datang dengan wajah yang sangat butuh istirahat. Dia menarik tangan Baizhar dan menempatkan nya di hadapan sang Ayah.

"Sudah tau malam kan Baizhar?" suara tegas sang Ayah membuat Baizhar menundukkan kepalanya takut.

"Maaf, Baizhar salah Yah," kepala nya terangkat saat dia mengakui kesalahannya.

"Pasti masalah pr lagi kan Zhar?" kini Bunda nya mendekat dan merangkul bahu si bungsu. Baizhar hanya mengangguk membenarkan ucapan sang Bunda.

"Aily!, kemari," titah Bunda Amira, membuat Aily mau tak mau menghampiri mereka.

"Kenapa harus Aily lagi, Bun," ucap Aily yang bermalas-malasan berjalan menuju tempat Bunda dan Adik nya berada.

Bunda Amira melepas tangannya dari bahu si bungsu dan berganti memegang tangan si sulung. Aily hanya pasrah dengan apa yang akan terjadi selanjutnya.

"Kenapa kamu tidak mau membantu Izhar?" tanya Bunda nya sembari melepaskan tangannya dari tangan si sulung.

"Bun, Adek kalo di bantu terus-terusan pasti akhir nya dia gak bakal mau ngerjain tugasnya sendiri bun," jawab Aily seadanya, toh memang benar jika Baizhar selalu ketergantungan dengan Aily.

"Udah, jangan di perpanjangan. Lagian ada benar nya ucapan Aily," lerai sang Ayah, dan menyuruh kedua anak nya pergi ke kamar.

Aily kembali ke kamar nya dengan manahan tangis yang dia tahan sedari tadi. Aily membanting kan tubuh nya ke kasur dan menangis. Meluapkan semuanya ke bantal yang menjadi tumpuan nya saat ini.

"Kenapa semuanya harus Aily hiks."

"Kenapa Izhar gak harus bisa hiks ini itu, kenapa Izhar kalo gak dapet rangking hiks gak di marahi?" banyak pertanyaan yang ada di benak nya. Ingin sekali semua pertanyaan itu ia lontarkan ke pada orangtua nya.

Sedangkan di ambang pintu ada seseorang yang menatap miris seorang Aily. Melihat tangis nya, lirih an yang terucap di bibir nya dan kemarahan yang ia lampiaskan ke bantal atau guling yang ada di dekatnya.

.

.

.

.

.

TBC.

Halal Usai SMA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang