[CH] - 05

774 23 0
                                    

Tepat pukul enam Aily sudah berada di kelasnya dan merenung seorang diri. Teman-teman nya akan datang paling pagi jika sudah pukul enam limabelas. Jadi tidak heran jika saat ini masih sepi.

Di tengah lamunan nya, Aily teringat dengan pemuda yang di hukum karena telat menghadiri rapat osis bersama nya. Dia mulai tersenyum sendiri kala mengingat kejadian-kejiadian dengan pemuda yang tak ia kenali itu.

"Orang nya aja ganteng, pasti nama nya juga ganteng," gumamnya sambil tersenyum kecil.

"Wih!, temen gue udah tau jenis-jenis nya orang ganteng," heboh Dea yang baru saja datang bersama Jian.

Aily terlonjak kaget mendengar kehebohan temannya itu. Dia tak memperdulikan itu dan beranjak dari duduk nya untuk mengambil sapu di pojok ruangan.

"Bukan waktu lo piket kan Ai?" tanya Jian keheranan.

Aily menggeleng, lalu menyodorkan sapu itu ke tangan Jian. "Piket lo kan, jadi ini sapu nya," setelah memberikan sapu itu dia kembali duduk di bangkunya lagi.

Jian tak habis pikir dengan kelakuan random Aily yang membuatnya sedikit geram.

"Bangsat lo!, gue pikir mau bantuin," Jian meletakkan tas nya dan mulai menyapu dengan tidak mood.

Aily yang melihat dan mendengar itu hanya tersenyum meledek. "Udah capek nyapu gue tadi di rumah."

Jian hanya melirik nya sinis dan tidak berniat untuk membalas ucapan Aily.

Sedangkan Dea?, dia hanya duduk dan mendengarkan headset yang ia pasang di telinganya. Dan tangannya yang berkutik dengan layar handphone.

Lima belas menit berlalu, kini kelas sudah ramai dengan siswa-siswi yang baru datang. Di tambah lagi petugas piket cowok yang tidak mau menjalankan tugasnya. Dan berakhir Jian dan Fiana uring-uringan kepada teman cowoknya yang tidak mau piket.

"ARDAN!, LO NYAPU JALAN NYA DOANG INI!" teriak Fiana yang menggema di ruangan XI IPA 2 itu.

"Masih mending loh gue mau piket, dari pada ogah," cibir Ardan yang tak trima jika ia di komplain.

"Lagian lo berdua cewek, pasti bisa lah kalo bersihin kelas ini dengan cepat dan kinclong." Ucap Feran dengan tangan yang memegang penghapus papan sambil menunjuk-nunjuk ke arah Jian dan Fiana.

"Lo juga spek cewek gitu masa gak bisa bersih-bersih dengan cepat dan kinclong," balas Jian yang tak mau kalah dengan cibiran partner piket nya itu.

Satu kelas yang mendengar ucapan Jian pun sontak tertawa dengan keras. Hingga orang-orang yang berada di luar kelas pun menoleh ke arah kelas itu.

"Woy anj*ng gue lakik ye!" Feran tak trima dia di olok kan oleh Jian dan berakhir dia tak mau menghapus papan hingga bersih.

"Ulululu, katanya lakik kok dikit-dikit ngambek gitu," goda Aily yang melihat wajah kesal Feran.

"Udah-udah nanti nangis lagi tuh bocah," ucap Ardan yang masih menyapu itu.

Lima menit setelah keributan yang ada di kelas itu bel masuk pagi pun berbunyi. Semuanya sudah siap dengan buku nya masing-masing. Namun ada juga yang masih bercanda ria.

Seorang guru cantik dan terlihat kalem itu memasuki kelas XI IPA 2. Tangannya membawa beberapa tumpukan buku dan banyak lempiran soal. Tentu itu membuat siswa-siswi berdo'a agar feeling mereka tidak benar.

"Bu hari in--" belum selesai Ega berucap sang guru sudah memotong ucapannya.

"Saya belum salam, gak sopan," potong guru muda itu dan kemudian memberikan salam.

Selesai salam dan berdo'a sebelum belajar mereka mulai menyiapkan mental, untuk menghadapi soal-soal yang sudah di siapkan Bu Maria.

"Hari ini kalian ulangan bab satu dan dua. Saya harap kalian tidak ada protes dan sudah belajar tentunya," Bu Maria memberikan soal matematika yang sudah ia siapkan.

"Kita mau bu, tapi dengan syarat," cletuk sang ketua kelas dengan beraninya.

Bu Maria menghampiri Fizan selaku ketua kelas di kelas itu. "Boleh, mau syarat apa?" tanya Bu Maria dan Fizan mulai berfikir, karena keputusan ada kepada nya.

"Kita kan belum belajar bu, belajar juga pasti pas ada pr aja. Jadi kita mau nya ulangan sambil buka buku," jawab Fizan setelah memikirkan jawaban yang akan ia lontarkan.

"Gak!!" tegas sang guru membuat siswa-siswi yang ada di kelas itu menghala napas kasar.

"Syarat yang lain!"

Semua murid yang ada di sana hanya menghela napas kasar. Hingga Aily mengusulkan sesuatu yang membuat guru itu setuju dengan usulan nya.

"Kita kan enggak boleh liat buku bu, jadi kita bisa berdiskusi satu kelas. Tapi ibu ngasih kita kesempatan untuk bertanya minimal tujuh kali bu," usul Aily yang di setujui oleh guru itu, walupun ada sedikit protesan tapi tetap usulan Aily yang di setujui.

"Di genap in lima aja, kalau kalian bantah saya kurangin satu." Finally sang guru.

Setelah membuat syarat ulangan itu, bu Maria membadumkan soal-soal yang telah ia siap kan beberapa hari lalu.

Soal di berikan dari bangku yang paling pojok sampai ke pojok lagi. Mereka tercengang melihat soal-soal ulangan ini.

"Ya Allah bu, ini soalnya belum ibu jelaskan loh," protes Dea yang tidak terima karena dia belum mengerti dengan soal di hadapannya.

"Hah?, loh itu udah saya jelaskan sedetail mungkin loh jadi ya gak mungkin kalau belum di jelaskan." Balas sang guru tak mau kalah dengan murid nya.

Mata guru itu melihat soal-soal yang telah ia buat, dan hatinya membaca soal-soal itu dengan teliti.

"Ini gampang loh, anak saya yang SMP kelas satu juga bisa nyelesain ini," ucap nya bangga, walaupun membuat seisi kelas itu jengah. Bagaimana tidak?, setiap kelas itu tidak bisa menjawab soal nya dengan benar dia langsung membandingkannya dengan sang anak.

"Mulai lagi tuh orang," gumam Freja yang duduk di sebelah Aily.

Setelah itu hanya ada keheningan selama beberapa menit, karena setelahnya mereka beradu pertanyaan jawaban pada sang guru.

"Bu nomor satu sampai lima belas apa bu?" tanya Fizan yang membuat sang guru menghampiri nya.

"Habis ngapain kamu sampai amnesia?, kepentok kepala kamu?" bukanya membalas pertanyaan sang murid guru itu malah balik bertanya.

"Loh bu bener kan gak ada yang salah dari omongan saya," balas Fizan tak terima jika dirinya di ejek.

"Tadi kesepakatannya bertanya minimal lima. Lah ini kok langsung semua soal." Guru itu kembali lagi di tempat duduk nya dan kembali mengawasi.

"Ibu gak bisa bedain minimal sama maximal ya bu," cletuk Dea di pojok sana yang membuat guru itu marah.

"Terserah kalian!, saya mau balik ke kantor," tukas guru itu dan meninggalkan kelas XI IPA 2.

Sebelum keluar dia berpesan kepada murid andalannya, yaitu Aily.

"Aily, nanti pas istirahat tugas nya harus di kumpulan di meja saya!" Setelah mengucapkan itu sang guru langsung meninggalkan kelas.

Ya, kelas itu langsung berubah menjadi pasar karena senang bisa saling mencontek dan membuka buku. Tapi itu tidak berlaku kepada Aily yang mengandalkan pemikiran nya.

.

.

.

.

.
TBC.

Halal Usai SMA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang