[CH] - 36

498 17 2
                                    

"Iya ingat. Kalian dulu juga cocok, apalagi udah kenal dari kecil," semuanya terdiam mendengarkan ucapan Fadwah. Tak terkecuali dengan Aily.

Bertepatan dengan terdiam nya mereka. Hanum datang dengan ceria nya. Hal baru yang Aily ketahui dari Hanum adalah dia sepupu Zain, dari Ibu nya. Jadi tak heran jika mereka sering bermain dari kecil.

"Assalamu'alaikum, semuaa," mata nya menatap seseorang yang membuat senyum nya luntur.

'Aqila?'

Semua orang sontak menoleh, mereka menjawab salam dan mempersilahkan Hanum ikut bergabung. Kedatangannya kali ini adalah ingin bermain dan bercerita dengan Aily.

Sejak Aily menikah dengan Gus Zain, Hanum sudah berbaik kepada gadis itu.

Langkah Hanum langsung menuju kursi kosong samping Aily. Dia menyapa hangat mereka semua.

"Tumben kesini?" tanya Gus Arkhan.

"Ya pengen aja, mumpung boleh," setelah menjawab pertanyaan Arkhan dia mengajak Aily ke gazebo dekat ndalem. Ia melihat raut wajah Aily yang nampak sedih pun sudah peka.

Aily hanya menurut saja kepada Hanum. Melihat Hanum duduk pun ia ikut duduk.

"Ada apa Num?" tanya Aily saat melihat kemurungan Hanum. Walaupun Hanum juga seorang Ning tapi dia tidak mau jika Aily memanggilnya Ning.

Hanum menatap Aily, " tau gak Aily?" gadis yang di tanya pun hanya menggeleng.

"Gue di mau tunangan," lirih Hanum membuat mata Aily melotot.

Jangan kaget dengan bahasa Hanum, dia akan bicara se nyaman mungkin kepada orang yang sudah ia anggap dekat, begitupun dengan Aily saat berbicara dengan Hanum.

"HAH, YANG BENER AJA LO," pekik Aily membuat Hanum reflek menepuk mulut gadis itu.

"Aduh!"

"Beneran Ai, tapi ya jangan kenceng-kenceng ngomong nya," tegur Hanum. Dan Aily hanya cengengesan.

"Gimana calon mu itu, seorang Gus juga?" Hanum menggeleng, Aily pun mengernyit bingung.

"Kata Umi bukan Gus, tapi Ustadz terus baru selesai hafalan tiga puluh juz loh Aii. Orang nya juga lumayan gak jelek jelek amat. Lima puluh persen mirip Gus Zain," Aily hanya memungut-mungut saja.

Tiba-tiba dia teringat sesuatu yang menjadi tujuan awal untuk datang ke gazebo membawa Aily. "Aily harus jaga Gus Zain dari Aqila. Gue gak mau kalau punya ipar kayak dia, munafik tau, gak kayak lo tapi lo toxic. Tapi gue lebih suka kayak gitu dari pada bermuka sepuluh, AHAHAHAHA."

Terkejut? jelas apalagi mendengar tawa Hanum yang sangat keras membuat telinganya pening.

"Diem Num, lagi di ndalem ini bukan di rumah gue," Hanum langsung terdiam mendengar teguran Aily.

"Hm, intinya gitu. Aqila naksir suami lo jadi hati-hati kalau lo butuh bantuan jangan sungkan-sungkan bilang ke gue, udah ayo masuk."

Sedari tadi Aily hanya mengangguk, dan mengikuti Hanum. Matanya melihat Gus Zain sedang berjalan menghampiri nya.

"Aily saya mau ke asrama putra dulu, kamu sama Hanum aja. Dan Aqila juga sudah mau pindah ke asrama nya," ucap Zain saat sudah berada di depan istrinya.

Aily terkejut saat mendengar Aqila akan pindah ke asrama, "berarti di rumah udah gak bertiga lagi kan Gus?" Zain menggeleng dan segera pamit agar urusannya segera selesai.

"Saya, berangkat Assalamu'alaikum."

"Waalaikumsalam."

Hanum dan juga Aily saling memandang, kemudian tertawa bersama, entah apa yang mereka tertawakan.

Halal Usai SMA!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang