Ana Memang begitu orangnya

114 10 0
                                    

"Wirat! Bukankah aku menyuruhmu untuk tetap dipadepokan menjaga Ana?!".
Cakra terkejut ketika ternyata gurunya, Adiknya Wiratama dan beberapa teman seperguruan ikut dalam rombongan Niluh hari ini. Bergabung dengan pasukan Majapahit.
Cakra segera menarik keluar Wiratama ketika Putri dan para Senopati menyambut Niluh.
Wiratama mendengus kesal dalam hati.
Disuruh menjaga tapi tidak boleh jadi kekasih?. Males banget...

"Katanya ga boleh deket deket?" bantah Wiratama. "Tenanglah kang mas, adik kesayangannya kang mas aman sekarang." Sambung Wiratama.
Cakra bisa melihat kekesalan Wiratama. Entah kenapa hatinya jadi kasihan. Sedikit merasa bersalah. Cuman sedikit sih.
"Maafkan aku jika aku akhir akhir ini agak keras.... Sebaik apapun dirimu tetap saja tidak mungkin Ana dan kamu bersatu."
"Sebenarnya mungkin saja, masalahnya kang mas yang tidak ingin kami bersatu" lagi... Wiratama membantah.
Cakra nyaris marah. Tapi dia menahan diri. Capek bilangin orang yang lagi kasmaran.
"Ya aku tau, wanita sableng itu memang harus tetap tinggal di masa depan. Menjalani hidup normal dimasa depan, menjaga Mama dimasa depan karena dia memang murni orang dari masa depan." Wiratama nyaris hapal nasehat Cakra yang ini.
Cakra tersenyum kecut.
"Tenang kang mas. Saat ini Ana sudah kembali ke masa depan." Lanjut Wiratama.
"Hah ... benarkah?!" Cakra terkejut.
"Nih dia nitip surat, yang satu buatku yang satu buat kang mas dan Gusti Putri". Wiratama menyerahkan dua lembar kertas yang dilipat rapi. Wiratama sedikit kesal. Padahal jaman Majapahit kertas sangat mahal. Biasanya surat ditulis di gulungan daun lontar. Namun Ana seenaknya sendiri nulis dengan kertas. Merobek koleksi kertas mahal yang ada dipadepokan. Padahal kertas itu konon didatangkan dari negeri Padang pasir. Orang Majapahit biasa menyebutnya kertas dengan nama papirus. Harganya sangat mahal.
Padahal tulisan yang dibuat Ana entah tulisan apa?. Wiratama tidak bisa membacanya. Sayang banget-kan?.
Dasar gadis sableng! masa dia nulis surat buat dia pake bahasa masa depan?.

"Kang mas, tolong bacakan yang buat saya. Awas jangan di lebih lebihkan jangan dikurangi!" tuntut Wiratama. Cakra tersenyum geli. Terbesit keinginan untuk mengerjai Wiratama. Tapi kok gak tega.
Cakra membuka kertas pertama yang diberikan Wiratama.

Hi kak Cakra ....hi kak Putri...
Aku balik dulu yah.. habisnya kak Cakra ga asik. Masak aku ga boleh pacaran dengan Wiratama?.
Kak Putri i love you...
Kak Cakra ... Bye !!

Hanya itu pesan yang ditulis Ana. Cakra cuman geleng kepala.
Kemudian Cakra membaca surat untuk Wiratama.

Hi wirat... Aku pulang dulu yah...
Sebenarnya aku itu suka sama kamu. Tapi aku tidak tau cinta apa nggak.... Ya kita jalanin aja dulu.
Selamat tinggal Wirat...
Kamu baik baik saja ya...
Anatasya.

Udah itu saja yang ditulis Ana. Cakra jadi bingung untuk apa nulis kayak gitu sama Wirat. Padahal pulangnya juga pamitan. Kenapa tidak ngomong Langsung saja.
"Bilang apa Ana sama kamu?!" Tanya Cakra penasaran.
Memang Ana bilang apa kang mas?" Wiratama balik nanya. Penasaran.
"Dia bilang dia suka sama kamu tapi dia tidak tau dia cinta apa tidak." Terang Cakra.
"Apa dia bilang; kita jalanin aja dulu" Wiratama penasaran. Cakra menatap adiknya menahan senyum. Mengangguk.
"Kenapa seperti yang dia ucapkan waktu pamitan?" Wiratama keheranan.
Cakra ingin tertawa ngakak. Tapi tidak tega. Tersenyum simpul menatap wajah masam Wiratama.
"Adikmu memang seperti itu" Cakra terkekeh kecil.

"Cakra,?!"
Cakra dan Wirat menoleh.
Putri tersenyum, mendekat.
"Apa itu?" tanya Putri setelah membalas sapaan hormat Wiratama.
"Oh... ini. Surat dari Ana. Nih baca sendiri" Cakra menyodorkan kertas pada Putri.
Putri menerima kertas dari Cakra. Menatap sekilas tulisan dalam kertas tersebut.

Ladalah... !!! Ini kan huruf latin?

"Aku ingat aku dulu pernah belajar huruf ini. Ini dibaca kak Cakra yang ini dibaca Kak Putri" Putri begitu bangga bisa mengeja huruf huruf latin. Wiratama menatap kagum istri kakaknya itu. Padahal tulisan tulisan dalam kertas mahal itu bentuknya aneh. Seperti bukan huruf.

Kemudian Putri diam sejenak. Tampak serius membaca surat Ana. Sedikit melirik Wiratama.
"Cakra.... ada hal penting yang ingin aku bicarakan denganmu" ucap Putri.
"Ayo..." Tanpa memperdulikan Wiratama Putri menarik tangan Cakra kedalam tenda mereka. Para prajurit Bayangkara menunduk hormat ketika Cakra dan Putri melewati mereka.
Wiratama bengong menatap Putri dan Cakra.
Hal penting apa yang Gusti putri bicarakan?..... jangan jangan ini menyangkut Ana?...
___________

Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang