Sebenarnya Putri ingin pergi berkuda bersama pasukannya menuju Kotapraja Sadeng. Namun Cakra berkeras Putri harus naik kereta kencana.
"Kamu itu Tuan Putri! harus jaga wibawa, kamu harus naik kereta, dan juga jangan deket dekat dengan bawahan kamu!."
Putri manggut-manggut, sedikit menoleh untuk menyembunyikan senyumnya. Padahal jelas jelas Cakra yang menghancurkan wibawa Putri. Dengan seenaknya main bopong Putri di depan banyak Prajurit bawahannya. Padahal dia sedang mengenakan pakaian tertinggi Panglima perang dan Cakra mengenakan seragam perwira.
Untungnya Putri suka digituin Cakra, meskipun asli malu maluin.
Duh Cakra bener bener...Sebenarnya Putri tau Cakra agak cemburu waktu tadi pagi dia kelihatan akrab dengan Raden Samba.
"Bagaimana kamu bisa cepat hamil jika kamu terus terusan berkuda!" Sambung Cakra.
Putri jadi tidak enak hati ketika Cakra menyebut kata hamil.'Apakah semua suami selalu terburu-buru ingin punya anak?'
Batin Putri."Boleh saja aku naik kereta, tapi kamu juga kan?" tanya Putri.
"Aku ini perwira, tentu saja aku harus memimpin pasukanku, aku akan berkuda disamping keretamu.
"Tapi...."
"Tidak ada tapi tapian" potong Cakra.
Putri aga tidak suka dengan jawaban Cakra. Tapi daripada ribut Mulu Putri memilih mengangguk.
"Baiklah suamiku, aku nurut saja" jawab Putri sedikit sebel.
"Aku akan menyuruh Prajurit menyiapkan kereta" kata Cakra sambil berlalu.
Putri tersenyum setelah Cakra berlalu."Bilang saja cemburu" gumam Putri pelan.
"Siapa yang cemburu?" Sahut Cakra dari luar pintu.
Eh... ternyata Cakra dengar.
Putri tertawa malu.
Seperti juga Cakra yang malu karena ketebak isi hatinya oleh Putri.***
Perjalanan kekota Sadeng memerlukan waktu hampir seharian. Menjelang malam pasukan yang dipimpin Putri sudah memasuki kota. Suasana kota relatif tenang. Tapi terlihat jelas suasana mencekam di kota dan desa desa yang mereka lalui.
Kedatangan Putri disambut oleh Senopati Ranggalawe dan segenap para perwira yang sudah lebih dulu sudah ada di Sadeng. Cakra menggandeng tangan Putri ketika mereka berjalan melewati para pasukan pengawal yang berjejer rapi dikiri kanan jalan.
"Terima hormat kami Tuan Putri Tuan Cakra" Meskipun berstatus seorang paman, Ranggalawe menyebut Cakra dengan Tuan karena status Cakra yang suami Tuan Putri, dan juga karena Rangga Lawe berbicara atas nama seluruh Prajurit perwira.
Putri mengangguk.
"Paman Senopati, dimana Senopati Danurejo?" tanya Cakra setelah mereka berbasa basi saling bertanya kabar.
"Senopati Danurejo dan pasukannya membantu pengepungan di benteng Selatan Tuan Raden " jawab Ranggalawe.
"Putri sebaiknya kamu istirahat dulu, pasti kamu capek" ucap Cakra kepada Putri. Terlihat jelas dari nada suara Cakra ada sedikit perintah bukan sekedar perhatian biasa.
Putri tau Cakra memang perhatian dengannya, tapi Putri merasa kali ini perhatian Cakra agak berlebihan.
Harus naik keretalah, tidak boleh deket deket bawahannya lah bahkan kusir kuda tadi juga diwanti wanti untuk jangan lewat jalan yang berbatu dan jelek. Putri juga merasakan tatapan mengawasi Cakra ketika Putri memimpin pertemuan dengan para petinggi Prajurit dan pejabat kota Krambit yang sudah kembali tunduk kepada Majapahit.
Dan kali ini tumben Cakra menyuruhnya istirahat dengan agak mendesak.
"Penginapan sudah kami persiapkan, mari Tuan Putri" ucap Senopati Ranggalawe.
Putri mengangguk setuju. Dia memang tidak boleh lama lama diantara bawahannya, karena hal ini membuat mereka sungkan jika ada keperluan lain.
"Paman! besuk pagi kumpulkan beberapa perwira, aku ingin mendengar laporan keadaan semua posisi pasukan" perintah Putri.
"Siap saya laksanakan Putri"***
Cakra berbincang bincang dengan pamannya Ranggalawe di ruang tamu tempat Putri dan Cakra bermalam. Penjagaan ketat dilakukan di penginapan tersebut.
Cakra sedang bertanya tanya kepada pamannya tentang bibiknya, istri Ranggalawe waktu bibiknya hamil.
Ranggalawe heran dengan keponakanya itu.
"Memang kenapa Cakra? apa Tuan Putri hamil? Kamu ceroboh sekali mengijinkan Tuan Putri ikut berperang? tegur Ranggalawe nyaris marah.
"Sssstt..." Cakra memberi isyarat pamannya untuk memelankan suaranya takut kedengaran Putri dikamar.
Padahal walaupun dikamar aslinya Putri memang nguping.
Putri merasa malu sendiri dibicarakan bapak bapak Prajurit bawahannya itu. Untunglah bapak bapak Prajurit itu Suaminya dan pamannya sendiri. Kalau tidak bisa dihukum Prajurit kurang ajar tersebut. Berani beraninya mereka nggibahin Putri dibelakangnya.
'awas kamu nanti kalo bicara aneh aneh' ancam Putri dalam hati pada Cakra."Tuan Putri belum hamil, aku sedang berusaha keras paman" jawab Cakra seperti orang bodoh.
Ranggalawe tertawa pelan. Menepuk nepuk pundak cakra.
"Kalian masih terlalu muda, jangan buru buru, terutama Tuan Putri, bahkan Tuan Putri baru dua puluh tahun, bersabarlah Cakra" nasehat pamannya.
"Waktu bibik hamil umur berapa paman?"
Ranggalawe sedikit mengingat ingat.
"Umur 19" jawab Ranggalawe.
"Hah!!! serius paman? Paman bilang Tuan Putri masih terlalu muda, tapi malah bibik hamil umur 19" Cakra protes.
"Karena itu urusan Tuhan" kata Ranggalawe jengkel diprotes keponakanya.
"Iya juga ya" ucap Cakra, asli Cakra jadi kayak orang bodoh.
Dikamar, Putri mulai merasa Cakra akan menanyakan hal hal yang memalukan soal hubungan suami istri. Supaya dia bisa cepat hamil. Benar benar memalukan. Putri ingin menghentikan pembicaraan pribadi antara paman dan keponakan tersebut tapi Putri bingung bagaimana caranya. Dia malu dan kesal dengan Cakra.
'apa memang setiap lelaki itu tidak malu membicarakan urusan ranjang dengan orang lain?'
Putri benar benar kesalSama dengan Putri, Cakra juga bingung bagaimana cara memulai bertanya tips tips supaya istrinya cepat hamil. Walaupun Ranggalawe pamannya sendiri, tetap saja ada rasa malu bagi Cakra.
Tapi demi Putri cepat cepat hamil Cakra membulatkan tekat."Paman, waktu bibik hamil bagaimana cara..." Cakra belum menyelesaikan ucapannya ketika pintu kamar terbuka.
Seperti seorang maling yang kepergok yang punya rumah Cakra menoleh gugup.
"Eh Putri? kok belum tidur?" ucap Cakra gugup.
Ranggalawe segera berdiri menyambut Tuan Putri.
Putri tersenyum kepada mereka. Senyum yang sangat manis sebenarnya. Tapi Cakra tau senyum itu senyum yang mematikan.
"Duduk saja paman Ranggalawe, tidak usah sungkan sungkan" kata Putri.
"Aku hanya tidak bisa tidur, tadi dikereta aku sempat ketiduran soalnya" sambung Putri.Cakra mengulurkan tangannya, disambut tangan Putri, Putri ikut duduk disamping Cakra. Dengan mesra Putri memeluk lengan Cakra dan menyenderkan kepalanya di pundak Cakra.
Ranggalawe menelan ludah. Jelas Putri pamer kemesraan didepanya supaya dia cepat cepat menyingkir dari situ. Benar benar cara mengusir yang sangat sangat halus dan elegan.
Siapa yang bisa tahan melihat Putri yang sangat cantik itu begitu mesra dengan Cakra yang ganteng.
"Um... Paman, boleh tau apa yang kalian bicarakan" kata Putri berbasa basi.
"Tuan Putri, hanya obrolan ringan biasa, sebenarnya saya ingin segera pamit, tapi jika Tuan Putri ingin tahu segala hal soal pengepungan Sadeng mungkin saya bisa menjawab" kata Ranggalawe kikuk.
"Oh tidak, segala petunjuk musuh laporkan besuk, aku ingin tau laporan menyeluruh dari semua pemimpin pasukan" jawab Putri.
"Baiklah kalau begitu Tuan Putri, Cakra, saya mohon pamit"
"Kenapa buru buru paman" tanya Cakra.
"Ini sudah malam Cakra. Tuan Putri harus istirahat" jawab Ranggalawe.
Putri tersenyum puas melihat Ranggalawe bisa memahami maksudnya. Demi apapun Ranggalawe harus enyah dari hadapannya, kalau tidak Cakra bisa ngomong yang tidak tidak.
Cakra mana ngerti maksud Putri.
Cakra memang tidak peka.Setelah Ranggalawe undur diri.
Putri berdiri menatap ketus Cakra.
"Kamu tidur diluar!" Jelas Putri marah sekarang. Kemudian berlalu balik ke kamar meninggalkan Cakra yang bengong.
Suasana hening.
Cakra menghela nafas. Duduk di kursi dengan pikiran bingung. Bingung bagaimana membujuk Istrinya yang sedang marah. Cakra tau ketika marah Putri bisa berubah dari kucing anggora yang lucu berubah jadi seperti singa Afrika.
"Kenapa masih diluar cepet masuk!" Ucap Putri dari dalam kamar. Cukup keras didengar Cakra, tapi tidak terdengar para Prajurit penjaga diluar.
Cakra jadi bingung, tadi disuruh tidur diluar sekarang disuruh masuk kamar.Dasar Putri. Pasti itu karena dia lagi datang bulan' batin Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√
Ficção HistóricaSetelah resmi menjadi suami istri ternyata ada aja masalah yang dihadapi Cakra dan Tribuana. Kali ini dalam pengembaraannya menikmati bulan madu seorang penguasa wanita muda dari kadipaten Sadeng jatuh hati pada Cakra. Terus bagaimana sikap Tribua...