Cakra dan Putri berkuda tidak terlalu kencang. Menyusuri jalan jalan kampung di daerah Sadeng. Saat ini mereka berdua sedang menyamar sebagai sepasang pengembara. Putri menutup sebagian mukanya dengan kain biru tipis. Sedari pagi Cakra terus mengejeknya dengan memanggil sebagai Putri Cadar Biru. Sedangkan Cakra hanya berpakaian biasa biasa saja layaknya seorang pengembara.
"Putri Cadar Biru, cari makan yuk?! Laper" usul Cakra."Cakra?!" Putri yang merasa sebel terus terusan dipanggil sebagai Putri Cadar Biru. Sebenarnya tidak buruk panggilannya. Cuman kesannya Cakra sedang menyebut nama wanita lain. Nama yang asing. Putri Tribuana tidak suka itu.
"Iya... iyaaa ... Tuan Putriku" Cakra masih dalam humornya. Tribuana enggan menanggapi. Dia memang lapar.
"Kampung disini tampak lengang, pasti para penduduk sedang berladang" ujar Putri. Cakra menatap ujung jalan, didepan ada perempatan.
"Cakra... itu sepertinya ada kedai?" Putri menunjuk ke depan. Cakra juga melihatnya. Sebuah warung kecil di tepi jalan tepat diperempatan.
Sebuah tempat yang strategis untuk berniaga.Akhirnya Putri dan Cakra duduk menikmati makanan mereka.
"Cakra kenapa sepi sekali?" tanya Putri. Saat ini dia melepas Cadarnya.
Cakra mengangkat bahu. Artinya: Mana aku tahu?.
Putri mendengus sebel.
"Lucu sekali" alih alih tersenyum Putri malah cemberut.
"Maksudku sepertinya ada yang aneh. Lihatlah... mbok penunggu warung itu tampak aga menutup diri" lanjut Putri.
Cakra mengarahkan pandangan matanya kepada siembok warung.
Diam diam sipemilik warung mencuri pandang kearah mereka berdua.
"Mbok, boleh minta tehnya lagi? teh kami habis."
"Iya den" jawab si pemilik warung. Keluar dengan membawa kendi berisi teh hangat.
"Mbok kenapa kampung kelihatan sepi begini?"Cakra membuka percakapan.
"Aden darimana? Sepertinya bukan orang daerah sini?." Pemilik warung balik bertanya. Ada nada menyelidik daripada sekedar basa-basi.
"Eeem.. sebenarnya kami orang sini, cuman kampung kami jauh diujung kulon, kami sedang dalam perjalanan pulang setelah jauh jauh dari Bali" kali ini Putri yang menjawab.
"Oh orang Sadeng juga to" jawab pemilik warung. Ada kelegaan dalam suaranya.
"Iya Den... jika kalian baru datang pantas saja tidak tau. Sekarang ini dikotapraja Kadipaten sedang diadakan penobatan Gusti Ratu Sima" si embok warung nyaris berbisik. Seperti takut ada yang denger.
Putri dan Cakra saling tatap. Heran dan terkejut.
"Penobatan Ratu bagaimana maksud mbok?" Selidik Putri . "Bukankah selama ini kadipaten kita tunduk pada Majapahit mbok?" lanjut Putri.
Si mbok warung tertawa kecil.
"Itu saya mana ngerti, itu urusan orang besar. Sudahlah, saya takut salah ngomong, apalagi saat ini banyak prajurit yang berkeliling" kata mbok menutup pembicaraan.
Tanpa sadar Puteri memegang pedangnya yang dia letakkan di atas meja.***
"Cakra, apakah kamu curiga Kadipaten Sadeng sedang merencanakan pemberontakan?." Tanya Putri ketika mereka sudah kembali di atas punggung kuda.
"Sepertinya memang begitu, tapi kita harus kekota Praja Sadeng untuk memastikan."
"Aku tau Sima, dia adalah salah satu Adipati wanita di Majapahit. Setahuku ada lima penguasa wanita di kadipaten Selain Pajang Sadeng Tuban Kedu dan Daha" terang Tribuana.
Ketika sedang asik ngobrol; dari arah depan datang empat penunggang Kuda. Mereka tidak memacu kudanya dengan cepat. Menilik dari pakainya mereka adalah para Prajurit. Ketika mengetahui ada penunggang kuda yang sepertinya asing, keempat prajurit itu segera memperlebar jarak diantara mereka hingga keempatnya tidak memberi jalan kepada Cakra dan Putri."Hei! berhenti kalian" kata salah satu Prajurit. Mungkin dia ketuanya.
Bagaimanapun juga tanpa disuruh Cakra dan Putri berhenti, gimana ga berhenti coba? Jalan ketutup ama mereka.
"Dasar tolol" desis Putri."Maaf Tuan.... kami buru buru ingin kekota Praja" jawab Cakra.
"Kalian siapa dan darimana?" Tanya pimpinan Prajurit.
"Kami pengembara, kami hanya ingin melihat luasnya Majapahit" jawab Putri dari balik cadar birunya.
"Ada perlu apa kalian ingin kekota praja?."
"Kami tidak ada perlu apa apa, kami hanya perlu lewat untuk meneruskan perjalanan" jawab Cakra."Kalian tidak di ijinkan lewat, setidaknya kami harus memeriksa kalian!" Ujar prajurit.
"Maaf, kami hanya pengembara. Hanya ada beberapa lembar baju pada buntalan kami ini.
Ketiga Prajurit tersebut saling pandang. Kemudian mereka tertawa terbahak bahak. Entah menertawakan apa? Padahal tidak ada yang lucu.
Kalian dari mana?" Kata kepala Prajurit setelah tawa mereka reda.
"Cakra, ijinkan aku menghabisi mereka, aku bosan berbasi basi" bisik Putri.
"Sebaiknya kita tidak usah memancing keributan dulu, kita cari beberapa petunjuk tentang ratu Sima, mungkin mereka bisa berguna" Cakra berbisik.
Para prajurit mendekatkan dengan formasi mengepung. Dua orang Prajurit memutar kuda mereka membelakangi Cakra dan Putri. Kini posisi Cakra dan Putri sudah terkepung.
"Turunlah! sepertinya aku harus mrneriksa kalian!" pandangan mesum jelas terlihat dari tatapan mata para prajurit. Tentu saja mereka tertarik dengan Putri. Meski Putri menutup wajahnya dengan cadar biru, namun tidak bisa menutupi jejak kecantikannya. Apalagi dengan bentuk tubuh Putri yang ramping menggoda."Atau mungkin kita bisa bersenang senang dulu baru kalian bisa lewat" kembali tawa Prajurit itu meledak.
Entah kapan Cakra melompat dari punggung kuda?. Tapi tiba tiba tubuh kepala Prajurit yang didepanya jatuh terpelanting dari atas kuda diiringi teriakan nyaring kesakitan.
Cakra berdiri tegak didepan Prajurit yang berusaha bangkit. Mengabaikan ketiga Prajurit yang terkejut. Mereka semua langsung melompat dari punggung kuda, mengabaikan Putri dan langsung mengepung Cakra.
Sementara siprajurit yang terpental karena tendangan Cakra bangkit sempoyongan seperti habis minum tuak.
Sedangkan Putri tetap duduk tenang diatas punggung kudanya. Menonton pertunjukan yang sepertinya segera dimulai.____________
Plise vote nya KK..biar author seneng...
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√
Narrativa StoricaSetelah resmi menjadi suami istri ternyata ada aja masalah yang dihadapi Cakra dan Tribuana. Kali ini dalam pengembaraannya menikmati bulan madu seorang penguasa wanita muda dari kadipaten Sadeng jatuh hati pada Cakra. Terus bagaimana sikap Tribua...