Ada dua pria bingung disini. Bingung dengan cara yang berbeda. Cakra dan Wiratama!. Cakra masih bengong dan tidak percaya gadis didepannya itu adalah adik kesayangannya dari masa depan. Perasaanya berkecamuk. Senang? Sedih? Entahlah?. Tentu saja dia senang bertemu kembali Ana.
Tapi mama? Apa Ana meninggalkan mama di dunia masa depan sendirian?. Apakah Ana ikut meninggal dalam kecelakaan tragis itu dan terlahir kembali dijaman ini?. Bukankah Putri sudah bilang Ana selamat dari kecelakaan tersebut?. Bahkan Putri membagi kekuatan serat jiwa kepada Ana untuk bisa tetap hidup?. Tapi Ana disini, didepannya dan nyata, bukan mimpi. Bagaimana dengan mama?.
Wiratama juga bingung. Gadis yang dia pikir sableng itu ternyata begitu mengenal Tuan Putri. Bahkan saat ini menangis haru dalam pelukan Tuan Putri.
Tidak ada orang dibelahan bumi Majapahit yang bisa lancang mendekat bahkan memeluk Tuan Putri. Kecuali adiknya Dyah wiyat.
Itu artinya benar, bahwa Ana adalah adik kangmas Cakra. Bahkan terlihat jelas gadis itu seperti begitu dekat dengan Tuan Putri. Datang datang cuman bilang 'HAI'.
Mana mungkin ada orang yang berani meluk Putri bahkan dengan cara tidak memberi hormat dahulu. Itu tidak ada!. Kecuali Cakra tentu saja.
Sangat kurang ajar lancang dan tidak sopan!.
Tapi Tuan Putri memeluk Ana tidak kalah eratnya. Seolah mereka benar kakak adik yang sangat dekat.
Selain Cakra dan Wiratama, segenap Prajurit yang berlatih di alun alun juga kebingungan. Mereka jadi mati gaya. Mau terus berlatih tapi momenya tidak pas. Mau melihat Tuan Putri juga tidak berani. Mereka juga heran siapa gadis itu yang dengan kurang ajar berani menyapa Tuan Putri dan Tuan Cakra dengan "HAI!" apa mau mulutnya dirobek?. Mereka saling pandang satu sama lainnya.
Ana melepaskan pelukannya, ternyum dalam sengguk tangis. Hal yang sama terjadi dengan Putri. Bahkan bau keringat Ana Putri masih ingat. Kan mereka dulu tidur sekamar berdua.
"Kamu benar benar Ana" Putri masih shock.
Ana tersenyum. Kemudian menatap Cakra sang kakak.
"Bagaimana mungkin?" Cakra bertanya. Bukan bertanya kepada Ana, tapi bertanya kepada dirinya sendiri.
"Benarkah kamu kak Cakra?" Ana menatap lekat lekat Cakra. Terlihat gagah dengan pakaian bangsawan.
"Anak nakal?!" Sapa Cakra memastikan. Cakra memang kerap memanggil Ana seperti itu.
"Jahat sekali" suara Ana nyaris berbisik.
"Aku sangat merindukan kakak" suara Ana begitu lirih dan nyaris tenggelam.
"Ternyata benar, kakak masih hidup di jaman Majapa..... Ana belum selesai berkata ketika Cakra memeluknya.
"Ana maafkan kakak, kakak tidak bisa menjagamu dan Mama" sekuat tenaga Cakra menahan air matanya. Namun tetap saja airmantanya menitik jatuh. Kenangan lama berkelebat. Hidup sederhana bertiga. Mama Cakra dan Ana. Hingga takdir mempertemukan mereka dengan Putri. Tentu saja Cakra tidak menyalahkan Putri, karena Putri cinta sejatinya. Cakra menganggap ini memang jalan hidup yang harus dia jalani.
Wiratama benar benar bengong seperti orang yang kena hipnotis.***
Saat ini Putri Cakra Ana dan Wiratama sudah duduk diruang tengah istana pribadi Putri dan Cakra.
Ana Begitu terkagum-kagum dengan rumah kediaman kakaknya itu.
"Waaaahh... amazing... bener bener mirip istana Raden kian Santang" celetuk Ana sambil tengok kanan kiri.
"Ini kakak pas bangun istana ini niru istana prabu Siliwangi ya?" Tebak Ana.
Belum belum Cakra sudah dibuat kesal Adiknya itu.
"Ehm..." Putri berdehem malu.
"Sebenarnya itu ideku" aku Putri.
Ana menatap Putri. Tentu saja itu ide Putri.
Seolah saling mengingat sesuatu Putri dan ana tertawa bersama.
Iya mereka ingat!.
Putri dan ana sama sama nge-fans dengan Alwi Assegaf si kecil Raden kian Santang.
"Eh, gimana akhirnya Raden kian Santang?! Mahesa sudah dikalahkan belum?" Tanya Putri antusias. Putri penasaran dengan pertarungan Raden kian Santang yang diperankan oleh Alwi Assegaf dengan musuh abadinya sigendut Mahesa. Putri memang meninggalkan masa depan pas seru serunya perseteruan Raden kian Santang dan Mahesa. Jadi Putri penasaran.
"Wah seru kak! Mahesa kalah dong dengan Raden kian Santang. Gus Alwi gitu loh" jawab Ana sambil cekikikan. Putri tak kalah senangnya.
Cakra memutar bola matanya.
Jauh-jauh datang dari masa depan dan sekarang mereka malah nggosipin film gak jelas?!. Duh Gusti!."Putri! Ana! Tegur Cakra kesal.
Serempak dua cewek didepannya menoleh menatapnya.
Baik Ana maupun Putri tersenyum malu kearah Cakra. Jelas mereka lupa ada dua orang cowok bengong didepan mereka.
"Aku kangen bangeeet!" Lagi lagi Ana meluk Putri yang duduk disampingnya.
"Ana! Bagaimana kamu bisa kesini dan bagaimana dengan Mama?! Tanya Cakra tidak sabar.
"Wah kak Cakra sekarang keren ya, jadi orang penting? Tapi bagaimana kak Cakra bisa kesini, bukankah kak Cakra sudah meninggal?" Dasar Ana!. Bukanya menjawab pertanyaan kakaknya malah balik bertanya.
"Oh ya! Cowok gak jelas yang mirip kak Cakra ini ngakunya adik kak Cakra?" Ada nada sebal dalam ucapan Ana waktu dagunya menunjuk Wiratama yang duduk seperti terhipnotis. Bengong dan kosong.
Kenapa Ana selalu membalik keadaan? Jelas dia cewek ga jelas bikin repot Wiratama dan sekarang ngatain Wiratama sebagai cowok tidak jelas.
Setahun bergaul dengan ana mungkin Wiratama bisa kena struk ringan.
"Ragaku memang meninggal di masa depan, tapi jiwaku terlahir dijaman Majapahit, dan cowok yang kamu bilang tidak jelas ini memang adikku. Dia adikku dimasa sekarang" jawab Cakra.
Sekarang ceritakan padaku bagaimana kamu bisa dijaman Majapahit?" Tuntut Cakra.
Ana menghela nafas.
_________
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√
Ficção HistóricaSetelah resmi menjadi suami istri ternyata ada aja masalah yang dihadapi Cakra dan Tribuana. Kali ini dalam pengembaraannya menikmati bulan madu seorang penguasa wanita muda dari kadipaten Sadeng jatuh hati pada Cakra. Terus bagaimana sikap Tribua...