Singgasana untuk sang Putri (Tamat)

216 11 9
                                    

Diistana Trowulan Majapahit.

Demi sang hyang Widi!! saya Dyah Tribuana Tunggadewi berjanji akan mengemban tugas sebagai Ratu Majapahit dengan sebaik baiknya".

Akhirnya prosesi pengangkatan Putri sebagai seorang ratu Majapahit usai sudah.
Hari ini Putri resmi di angkat menjadi Ratu Majapahit. Berdiri dengan anggun dan cantik sekali dengan mahkota yang Kusus dibuat untuk Putri. Segenap tamu undangan hadir dalam peristiwa bersejarah itu. Raja raja dibawah kekuasaan Majapahit termasuk Raja Bali Gede Swadana Ayahanda Niluh turut hadir memenuhi undangan. Segenap Mentri tumenggung dan Adipati hadir termasuk Niluh dan Adipati Sima.
Putri sempat keki ketika melihat Adipati Sima masih menatap Cakra dengan pandangan yang gimanaaa gitu?. Tapi ya sudahlah. Mungkin karena lama tidak bertemu Cakra. Sebenarnya yang lebih menghawatirkan adalah Niluh. Karena dulu Niluh dan Cakra sangat dekat. Tapi sepertinya Niluh mundur teratur. Entah kenapa Putri merasa Niluh menatap Wiratama dengan pandangan berbeda. Terlebih lagi setelah Wiratama dan Ana resmi putus baik baik.

Semua berdiri ketika Putri diambil sumpahnya.

"Yang mulia Ratu dipersilahkan duduk di singgasana" kali ini Ibunda Rajapadmi berbicara atas nama rakyat Majapahit. Bukan sebagai seorang ibu.

"Trima kasih Ibunda " Putri tersenyum anggun. Kemudian duduk untuk pertama kali di singgasana.
Begitu duduk di singgasana semua orang segera berlutut. Termasuk Cakra suaminya. Karena Cakra juga berlutut sebagai rakyat yang mengakui Putri sebagai seorang Ratu.
Sedangkan Ana tidak ikut dalam pertemuan itu. Karena itu adalah pengangkatan seorang Ratu dan hanya orang orang penting saja yang hadir.
Sementara diluar istana; rakyat berkumpul di seluruh pelosok kota dan alun alun. Siap berpesta menunggu pengumuman Ratu yang baru.
Dan ketika bunyi Bende di pukul berkali kali, itu tandanya pengangkatan Putri sebagai seorang ratu sudah resmi dilakukan.
Sorak Sorai rakyat Majapahit menggema di seluruh pelosok kota. Getok tular sampai desa-desa. Menembus hutan belantara hingga seluruh negeri kerajaan dan kadipaten. Sekarang seluruh rakyat Majapahit tau jika sekarang mereka mempunyai Ratu yang baru. Dyah Tribuana Tunggadewi.
Semua bersorak senang. Pesta dimulai.

Seluruh rakyat diluar istana yang sedang berpesta tidak tahu jika saat ini terjadi kepanikan didalam istana.
Dyah Tribuana Tunggadewi Ratu baru mereka tiba tiba pingsan ketika duduk di singgasana.
Cakra dengan sigap menangkap tubuh Putri yang tiba-tiba lunglai. Semua panik. Bibi mey Chan sang tabib istana segera menyuruh membawa Putri kedalam bilik perawatan istana.
Semua panik dan khawatir keadaan Putri. Ana yang tau Putri dibopong Cakra langsung meringsek maju.
Diluar bilik, Cakra dan segenap bangsawan yang hadir begitu cemas. Didalam bilik perawatan hanya ada bibik Mey Chan Ibunda Gayatri, adik Putri Dyah Wiyat, Ibunda Sekar Arum dan Ana.
Semua laki laki dilarang masuk.
Semua harap harap cemas. Yang tidak begitu dekat dengan Putri juga dilarang masuk termasuk Niluh dan Sima. Kalau Ana boleh saja. Untuk sementara Ana masih bersandiwara kerabat istana. Soalnya biar ayah dan ibu Cakra yang hadir tidak banyak tanya. Lagian ga ada yang bener bener peduli dengan Ana.

Tidak beberapa lama Dyah Wiyat adik Putri Tribuana keluar kamar perawatan. Wajahnya terlihat berseri. Disusul Ana.
"Bagaimana dengan Putri?!" Cakra bertanya panik. Dyah Wiyat cuman terseyum.
Ana mendekat. Berbisik ditelinga Cakra.
"Kak?... apa yang kakak lakukan pada kak Putri selama di Bali?" Ana tersenyum jahil.
"Apa maksudmu?!" Cakra tidak ada waktu meladeni Adiknya yang suka ngomong seenaknya.
"Yunda Gitarja hamil!" Dyah Wiyat yang menjawab kebingungan semua orang.
"Apa?!!" Cakra nyaris bersorak dengan apa yang dikatakan Dyah Wiyat. Semua yang hadir saling pandang dan tersenyum sama lain. Dan saling berebut memberikan ucapan selamat kepada Cakra dan Adipati Rangga Wisesa. Sebentar lagi mereka jadi kakek dan Ayah.
Lagi lagi bende ditabuh. Kali ini diumumkan tentang kehamilan yang mulia Ratu. Dan pesta Majapahit semakin meriah dengan kabar tersebut.

***
Dikamar pribadi Cakra dan Putri.
"Yang mulia...? Mau kemana?" Cakra menangkap tangan istrinya.
"Kebelet pipis" Putri menjawab ketus. Capek dengan sikap protektif Cakra seharian.
"Oh..."
"Cakra... Bisa ga berhenti panggil aku yang mulia!" Putri sedikit mengencangkan suaranya. Soalnya dia sedang dikamar mandi. Kamar mandinya didalam kamar pribadi.
"Kamu sekarang Ratu" jawab Cakra singkat. Aku hanya ingin mengajarkan anak kita sopan santun. Anak kita belum lahir Cakra" ucap Putri sambil naik ke atas ranjang. Bukan keatas ranjang tapi keatas tubuh Cakra. Dengan nyaman dan santai meletakkan tubuhnya diatas tubuh suaminya itu.
"Mmmm... Putri" Cakra sedikit ragu.
"Kamu lagi hamil." Ucap Cakra. Dia tau keinginan Putri.
"Emang kenapa?" Putri balik nanya.
"Kata bibi Mey Chan tidak apa apa kok. Yang penting hati hati" Putri mulai bersikap manja.
"Benarkah? Aku tidak sabar menunggu Hayam Wuruk lahir." Cakra mulai bergerilya.
"Baru dua bulan Cakra"
"Putri... Apa kamu tidak keberatan" Cakra hobi banget gigit gigit.
Putri tau setelah ini mungkin tubuhnya akan penuh bercak merah. Tapi dia tidak keberatan sama sekali.
"Tidak... lakukanlah sesukamu Cakra" ucap Putri.

Diluar gemerisik angin dan hujan rintik rintik begitu dingin.

_____________Tamat___________

Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang