Hari ini setelah sarapan pagi, datang utusan dari Prajurit Kotapraja Sadeng. Prajurit itu menyampaikan bahwa Ratu Sima diminta menghadap ayahnya Raden Anom.
Iya, sepertinya Ratu Sima selaku seorang pemimpin dan menobatkan diri sebagai seorang Ratu memilih bertempat tinggal di kota Krambit. Bukan ibukota Kadipaten.
Ratu Sima tampak begitu enggan untuk memenuhi panggilan Ayahnya.
Dia termenung dikamar pribadinya.
Pikirannya kusut. Sebenarnya Ratu Sima tidak ingin terjadi perang. Tapi Ayahnya yang penuh ambisi itu menginginkan jabatan raja. Untuk mendapatkan simpati rakyat diangkatlah Sima sebagai seorang Ratu.
Selama ini Adipati Anom dan seluruh para panglima dan Senopati Sadeng terus meningkatkan kekuatan Prajurit mereka. Siang malam berganti ganti para Prajurit berlatih bertarung. Sadeng memang sedang bersiap menyerang Majapahit. Atau setidaknya bersiap untuk diserang Majapahit jika pemberontakan mereka diketahui.
Ratu Sima termasuk bangsawan yang baik, diusianya yang sudah lumayan dewasa dia belum mau menerima pinangan dari para kesatria. Hal ini dikarenakan karena ayahnya begitu pemilih. Adipati Anom memang seorang yang penuh pemilih dalam mencari calon mantu.
Sima juga cerdas dalam ilmu pemerintahan. Karena dia memang dididik untuk menjadi pimpinan sejak kecil. Mengingat dia adalah anak tunggal. Ibunya sudah meninggal.
Tadi pagi kerta bercerita; jika mereka hendak pergi ke istana Majapahit. Kerta juga bercerita jika sebenarnya Cakra hendak mendaftar sebagai Prajurit Majapahit.
Memikirkan Cakra, hati Sima terasa hangat. Dia tersenyum. Teringat saat dalam pelukan Cakra ketika Cakra menyelamatkannya dari kereta kencana. Sima diam diam jatuh hati kepada pemuda asing tersebut.
Tapi saat ini jelas menjadi dilema bagi Sima. Segala informasi tentang Sadeng harus di tutup. Jangan sampai pihak istana Majapahit tau tentang pemberontakan Sadeng.
Seandainya Cakra dan Kerta pergi ke istana Majapahit maka habis sudah.
Peluang Sadeng untuk memberikan kejutan dengan serangan mendadak menjadi sia sia.
Demi apapun, Cakra dan Kerta harus tetap tinggal di Krambit.
Cakra tidak boleh bertemu Senopati Samba.
Menurut keterangan Kerta, Senopati Samba adalah salah satu Senopati terbaik dan mungkin akan segera menjadi panglima. Cakra adalah saudara Senopati Samba. Sangat mungkin Cakra akan menjadi salah satu pejabat penting di keprajuritan Majapahit. Dan itu artinya cepat atau lambat mereka akan bermusuhan.Apa?! bermusuhan dengan kakang Cakra!?. Tidak!.
Sima tidak mau. Sima menggeleng kuat kuat. Diam diam Sima jatuh hati dengan Cakra yang tenang dan hangat tersebut.
Sebenarnya Sima agak gemas dengan Cakra. Kurang kasih kode apa coba?. Lirik lirik sering, curi pandang juga sudah. Tapi Cakra sepertinya ga peka sama sekali.
Masak dia harus menurunkan harga diri sebagai seorang Ratu nembak Cakra duluan?.
Emang sih kecepatan, tapi tidak bisa Sima pungkiri dia telah tercuri hatinya.
Seandainya ayahnya tau di mencintai seorang pengembara tanpa silsilah bangsawan yang memadai pasti ayahnya akan ngamuk ngamuk. Tapi bodo amat. Jika perlu Sima kabur bersama Cakra dan Kerta. Untuk apa jadi Ratu? Sepertinya jadi gelandangan lebih asik jika bersama Cakra.Berbeda dengan Cakra, kerta lebih terlihat terbuka pemikirannya.
Walaupun Kerta lebih banyak diam tapi dia enerjik. Mempunyai tatapan tajam yang membuat orang pasti lebih dulu menurunkan matanya jika beradu pandang.
Sekilas Ratu Sima beranggapan jika kerta mirip seorang wanita yang terjebak dalam tubuh pria. Kulitnya begitu halus dan putih.
Kerta juga pecinta bunga.
Dari obrolan setelah makan tadi, kerta lebih banyak berbicara. Meminta ijin untuk meneruskan perjalanan nanti sore. Ingin langsung ke Majapahit kota.
Karena itulah saat ini pikiran Sima kusut. Dia tidak ingin berpisah dengan Cakra, apalagi Cakra ingin kekota Praja Trowulan. Lebih lebih ingin jadi Prajurit istana.Pemberontakan ini! Ya pemberontakan ini seharusnya tidak boleh terjadi. Terlalu banyak yang akan dikorbankan. Terlalu banyak darah yang tumpah. Haruskah dia menghianati ayahnya dengan memilih mengundurkan diri dan milih jadi orang biasa?.
Sima tidak suka terus terusan tertekan dengan ambisi ayahnya. Kenapa dia tidak mengangkat sepupu sepupunya yang lain. Mereka laki laki dan pandai bertarung?.
Sima lelah terus terusan menjadi boneka ayahnya.
Kalo boleh jujur, keinginan kuat Sima untuk menghindari pemberontakan adalah karena Cakra. Entah bagaimana caranya Cakra telah merubah hatinya.
Sima sadar betul, peluang untuk menang melawan Majapahit adalah separuh separuh. Artinya separuh menang separuh kalah.
Jika mereka bisa langsung memberikan kejutan di kota Praja mungkin bisa cepat menguasai kota praja Trowulan. Karena itu kuncinya. Untuk wujudkan itu makan dibutuhkan lebih banyak kekuatan.
Aha!... Ratu Sima punya ide. Jika Cakra seandainya mau bergabung dengan pasukan Sadeng. Sepertinya Cakra dan Kerta seorang pendekar yang sakti. Dan juga Cakra mempunyai hubungan dengan Senopati Keraton. Dengan dijanjikan jabatan yang tinggi mungkin Cakra kerta dan Raden Samba bisa berpihak pada Sadeng. Terutama Raden Samba. Sebagai seorang panglima sudah pasti dia membawahi banyak Prajurit. Ini akan sangat menguntungkan. Raden Samba bisa menjadi senjata dari dalam keraton.
Membayangkan ide cemerlangnya Ratu Sima tersenyum.
Sekarang dia tinggal memikirkan caranya untuk membujuk Cakra dan Kerta. Cakra mungkin aga sulit, tapi kerta sepertinya lebih mudah. Ratu Sima bisa memanfaatkan Kerta untuk membujuk Cakra.
Sima memutuskan untuk ke istana Sadeng besuk untuk menemui ayahnya. Saat ini dia ingin mbujuk Kerta dan Cakra untuk menunda perjalanan mereka.
Ratu Sima keluar kamar.
"Prajurit! Aku ingin bertemu kakang kerta!. Sampaikan pada mereka"
"Hamba Gusti Ratu" setelah menghaturkan sembah Prajurit berlalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√
Ficção HistóricaSetelah resmi menjadi suami istri ternyata ada aja masalah yang dihadapi Cakra dan Tribuana. Kali ini dalam pengembaraannya menikmati bulan madu seorang penguasa wanita muda dari kadipaten Sadeng jatuh hati pada Cakra. Terus bagaimana sikap Tribua...