"Ummm.... Putri... Bagaimana jika kamu menyamar sebagai seorang laki?" Usul Cakra.
Saat ini mereka berdua bermalam disebuah penginapan di Kota Krambit.
Putri yang sedang siap siap mengenakan kembali bajunya, menatap heran suaminya tersebut.
Sedikit malu waktu Cakra menatap lekat lekat tubuhnya.
"Emang kenapa?" Tanya Tribuana.
"Kecantikanmu terlalu memancing perhatian" Cakra berucap datar. Seolah olah dia tidak ingin memuji Tribuana.
Bagaimanapun juga perkataan Cakra membuat Putri berbunga hatinya. Tribuana bukan seorang yang haus pujian; tapi tetap saja perkataan Cakra yang seolah olah biasa saja sebenarnya ada rasa cemburu dalam hati Cakra jika Putri diperhatikan orang lain membuat Tribuana tersanjung. Cakradara terlalu jaim jadi orang."Benarkah? Coba katakan sekali lagi kalau aku cantik?" Goda Tribuana.
Beringsut lebih dekat dengan gaya genit kearah Cakra.
Sedikit memutar tubuh supaya Cakra tau dia mempunyai bentuk tubuh yang indah. Walaupun Cakra tentu saja tau tubuh istrinya adalah tubuh yang paling seksi. Kan cakra suaminya. Cakra menyimpan senyum, mencoba menatap acuh Tribuana. Tapi bukan Tribuana jika bisa tertipu dengan Cakra. Sedikit kilatan mata Cakra yang coba dia tutupi tidak bisa mengelabui Tribuana. Dengan genit manja Putri mengendus pipi Cakra berbisik menggoda ditelinga suaminya.
"Dasar mesum" bisik Putri. Melempar baju yang belum sempat dia kenakan. Untuk urusan merayu dan menggoda Tribuana memang jagonya, dan akhirnya Cakra menyerah. Untuk kedua kalinya mereka berdua mengerjakan "pekerjaan rumah".***
Tribuana benar benar merasa konyol dengan pakaian laki laki yang dia kenakan. Dengan kumis tipis yang dia beli di pasar tadi pagi.
Wajahnya cemberut menatap Cakra yang dari tadi berusaha menyembunyikan senyum.
"Kamu sudah berjanji tidak menertawakan aku!" Putri masam menatap Cakra.
"Aku tidak tertawa" cepat cepat Cakra memasang wajah datar untuk menghilangkan jejak senyum. Tribuana mendengus. Sebenarnya dia juga pengen ketawa melihat pantulan dirinya di cermin. Lucu melihat dirinya dengan pakaian gaya laki laki.
Semalam setelah selesai melakukan "pekerjaan rumah" Cakra bersikeras menyuruh Tribuana untuk menyamar sebagai laki laki. Bagaimanapun juga mereka sudah berurusan dengan para Prajurit Sadeng. Jadi sebisa mungkin mereka jangan kembali membuat keributan. Cakra sendiri menambahkan cambang yang lebat didagunnya. Jika Putri lihat malah tambah gagah sang suami.
Putri sedang mematut dirinya didepan cermin. Menatap ngeri melihat wajahnya yang berkumis tipis.
"Cakra memeluknya dari belakang, mencium pipi Tribuana untuk meredakan suasana masam hati Putri.
"Cakra, menurutmu jika kita berpapasan dijalan apa kamu mengenaliku dengan penampilan seperti ini"
Tentu saja, kamu kan istriku, masak hanya gara gara sedikit kumis dan gaya rambut yang berubah aku tidak kenal kamu" ujar Cakra.
"Mmm.... Cakra bisa tidak tangan kamu tidak kemana mana dulu" aku sedang merapikan baju ini, kamu malah mengacak acaknya!" Protes Tribuana.
Cakra terkekeh kecil. Menarik diri, melepaskan Putri dalam dekapannya.
"Jika kamu masih mengenaliku terus kenapa aku harus berpakaian seperti ini" protes Putri.
Cakra mendesah.
"Supaya orang-orang tidak tau bahwa kamu perempuan! tapi ngomong ngomong kulitmu terlalu halus untuk jadi seorang laki-laki, kamu terlihat begitu kelewat tampan" kali ini Cakra terang terangan memuji.
Putri tertawa kecil.
"Apa kamu juga akan cemburu jika nanti banyak gadis yang menyukaiku?"
"Setidaknya mereka bukan laki laki" jawab Cakra agak ketus.
"Dan jaga sikapmu, supaya tidak memancing perhatian orang, aku malas jika harus berurusan dengan para Prajurit Sadeng lagi!"
"Putri tersenyum kecut melihat Cakra yang sepertinya jengkel karena mengingat para Prajurit yang dia hajar kemarin. Tribuana menarik lengan Cakra, memeluk lengan kekar itu.
"Aku lapar" Jika Tribuana tidak bermanja manja gitu nanti Cakra bisa marah.
"Iya, sebaiknya kita sarapan, kemudian kita langsung melanjutkan perjalanan" usul Cakra. Tangannya yang bebas bermain main dengan hidung Putri yang mancung.
"Cakra! sakit!" Protes Tribuana.
Cakra hanya tersenyum melihat istrinya yang ngambek.***
Ternyata kabar pemberontakan Sadeng sudah bukan rahasia lagi.
Dimana mana rakyat membicarakan itu. Dikedai, ditoko, dipasar dan dimana mana.
Para prajurit tampak sibuk bekerja lalu lalang.
Tapi sepertinya mereka tidak perduli dengan keberadaan Cakra dan Tribuana.
Lagian Cakra seperti layaknya para pejalan kaki lainnya. Mereka terpaksa meninggalkan kuda dan memilih berjalan untuk menghindari kecurigaan.
Sepertinya para Prajurit yang mereka hajar kemarin juga tidak berani melaporkan peristiwa tersebut. Ternyata mereka cukup cerdas untuk hidup lebih lama lagi, soalnya jika mereka lapor kepada komandan atau Senopati bukan tidak mungkin mereka dipenggal kepalanya karena sudah membocorkan informasi kepada orang asing.
Jalan ramai orang berlalu lalang dengan berbagai kegiatan. Iya saat ini mereka sedang melewati pasar yang besar.
Tiba tiba terdengar keributan.
"Minggir minggir!!" teriak orang orang panik.
Sebuah kereta meluncur tak terkendali, sepertinya kuda penarik kereta menjadi gila hingga sang kusir tidak bisa mengendalikan keretanya. Didalam kereta terlihat penumpang wanita berteriak panik.
Sontak Cakra dan Tribuana melompat minggir. Sebentar lagi kereta itu melewati mereka.
Insting kemanusiaan Cakra berbicara.
Tepat ketika kereta melewatinya secepat kilat Cakra melompat kedalam kereta.
"Apa kamu bisa memgendalikanya?!" Tanya Cakra berteriak.
"Saya sedang berusaha tuan" jawab kusir panik.
"Selamatkan Gusti Ratu Tuan!!" Pinta sikusir.
Cakra tidak berfikir panjang, langsung menyambar tubuh wanita yang ketakutan itu dan
Melompat keluar. Sebenarnya dia ingin sekaligus menolong sikusir, tapi jika kereta tidak ada yang bisa mengendalikan malah lebih berbahaya, bisa bisa kuda gila itu menerjang kerumunan orang. Kereta terus meluncur, sementara Cakra melompat dan mendarat dengan mulus menjejak ditanah. Dari jarak kurang seratus meter terlihat kereta berhenti mendadak. Sang kusir terlempar jatuh. Ternyata kuda yang lari tak terkendali tersebut terpanah oleh Prajurit Sadeng.
Dari tadi memang beberapa prajurit bersenjata panah mengejar kereta tersebut, tapi mereka tidak berani ambil resiko dengan memanah kuda, sementara junjungan mereka masih didalam kereta.
Jadi setelah junjungan mereka diselamatkan Cakra mereka berani memanah kuda gila tersebut. Untuk urusan kusir kuda bodo amat. Selamat ya sukur kalo mati ya memang sudah nasib.
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√
Fiksi SejarahSetelah resmi menjadi suami istri ternyata ada aja masalah yang dihadapi Cakra dan Tribuana. Kali ini dalam pengembaraannya menikmati bulan madu seorang penguasa wanita muda dari kadipaten Sadeng jatuh hati pada Cakra. Terus bagaimana sikap Tribua...