Gara Gara Sinetron Angling Darma

190 15 0
                                    

Cakra bukan termasuk suami yang takut istri. Namun tetap saja Cakra ciut nyali ketika masuk kamar. Gimana tidak ciut!? jika Putri sudah mulai pasang wajah masam dan cemberut!. Meskipun masamnya Putri tetap terlihat cantik sih.
Cakra sudah membayangkan dirinya disambut Putri dengan tatapan tajam dan muka yang ditekuk. Tapi ternyata dugaan Cakra meleset.
Putri  mengubur dirinya didalam selimut yang menutupi sebagian tubuhnya. Matanya sedikit melirik Cakra yang menutup pintu kamar.
Putri berbalik memilih miring ke kiri daripada miring ke kanan. Tentu saja ini untuk menghindari bertatap muka dengan Cakra.

"Putri" sapa Cakra, ketika sudah membaringkan tubuhnya disamping Putri.

"Emmm" jawab Putri.
Cakra jadi aga kecewa meskipun senang. Padahal tadi dia sudah mempersiapkan diri dicuekin Putri, ternyata eh ternyata, Putri mau menjawab sapaanya.

"Maafkan aku jika ucapanku bersama paman  tadi membuat kamu marah. Aku hanya sedikit iri dengan Gajahmada. Sebentar lagi dia akan jadi ayah, sepertinya itu menyenangkan." ucap Cakra.

Sepi..

Sepi...

Sepi...

Sampai akhirnya Cakra mendengar Putri terisak.

Apa?! Putri menangis?! Serius ini?!.

Cakra benar benar dibuat shock nyaris tidak percaya.
Hingga kemudian rasa bersalah membebani Cakra.
Cakra memang kadang tanpa sengaja membuat Putri marah. Tapi Cakra nyaris tidak pernah membuat Putri sedih. Apalagi sampai Putri menangis. Seingat Cakra; Putri menangis hanya beberapa kali. Itupun semuanya tangis bahagia. Satu satunya tangis sedih Putri adalah tangisan Putri waktu mereka masih hidup di masa modern saat Cakra meninggal karena kecelakaan.
Tangis selebihnya adalah tangisan bahagia. Yaitu Ketika akhirnya mereka kembali bertemu di jaman ini, jaman Majapahit. Tangis berikutnya adalah tangisan bahagia ketika Cakra bilang hendak melamarnya waktu mereka terakhir bersama di Tumapel. Dan tangis terakhir adalah ketika mereka melangsungkan pernikahan.
Kesemuanya adalah tangis bahagia. Dan kali ini Putri menangis sedih; entah karena apa Cakra tidak mengerti. Cakra bisa memaklumi jika Putri Tribuana marah karena Cakra membicarakan hal hal yang tabu soal urusan ranjang dengan pamannya. Tapi kenapa bukanya marah tapi malah sedih?
"Putri.... Cakra memeluk Putri yang masih tidur membelakanginya.
Tidak tau harus bilang apa lagi.
Tiba tiba Putri berbalik, wajahnya terlihat sedih dengan derai air mata.
"Putri, maafkan aku, aku janji tidak akan membicarakan urusan pribadi kita dengan paman Rangga Lawe lagi" kata Cakra membujuk sambil mengusap air mata Putri.
Putri membenamkan wajahnya dalam dada Cakra.
Isak tangisnya belum reda.
"Cakra? Apakah ... Kamu begitu tidak menghargaiku, .... sehingga kamu tega mempermalukan aku dengan membicarakan urusan ranjang kita?" Suara parau Putri nyaris berbisik.
Cakra jadi semakin merasa bersalah. Dia tidak menyangka telah melukai hati istrinya.
"Putri, aku sangat menghargaimu dan sangat mencintaimu" bagaimana kamu meragukan itu?. Aku hanya kelepasan bicara saja"
"Kamu bilang aku harus jaga wibawa didepan bawahan ku, bagaimana aku bisa berwibawa jika kamu mengumbar umbar urusan yang sangat rahasia kita didepan paman Ranggalawe?, Sekarang Ranggalawe, besuk siapa lagi?. Cakra, aku malu... " Putri masih terisak.
"Coba bayangkan apa yang mereka pikirkanTentang aku jika kamu mengatakan itu?. Mereka bisa menatapku dengan tatapan mesum, atau kalau tidak mereka bisa memikirkan aku mesum" lanjut Putri. "Apa kamu rela ada laki laki lain memandangku dengan pandangan mesum?... Hiks"...  Suara putri begitu sedih.
"Aku akan menghukum mereka jika berani menatapmu seperti itu!". Cakra marah memikirkan itu. Dia sama sekali tidak ridho ada laki laki lain berani memandang Putri dengan pandangan mesum.
"Itu karena kamu! Berjanjilah suamiku kamu tidak akan membicarakan urusan ranjang kita dengan siapapun?" Pinta Putri.
"Iya sayangku, aku janji, aku berjanji tidak akan membicarakan hal itu lagi. Aku yakin suatu saat kamu akan mengandung Hayam Wuruk. Aku tidak buru buru kok"
"Janji?!" Tuntut Putri. Dia menyodorkan kelingking_nya sebagai janji kelingking. Janji yang tidak boleh dilanggar.
Akhirnya atas nama Tuhan dan saling menautkan jari kelingking Cakra berjanji pada Putri.  Diakhiri dengan kecupan lembut dikening Putri.
Dengan wajah sedihnya Putri tersenyum.
Kemudian kembali membenamkan kepalanya di dada Cakra. Cakra membelai belai lembut istrinya. Cakra benar benar menyesal membuat putri begitu sedih. Dia masih tidak menyangka telah membuat putri menangis.  Sedikit heran ternyata Putri tidak sekeras dan tangguh seperti yang dia tau selama ini. Benar kata pujangga. Wanita tetaplah wanita. Sehebat dan setangguh apapun seorang wanita dia tetap lah mahluk yang lemah. Dia bisa saja pura pura hebat, tapi pada titik tertentu dia akan menyerah! Wanita butuh menangis.  Wanita tetaplah butuh perhatian dan kasih sayang seorang lelaki.

Suasana hening. 
Dalam dekapan Cakra, Putri menyembunyikan senyum kemenanganya.
Tidak sia sia waktu dia hidup di jaman modern hobi nonton film drama Angling Darma bersama Ana, adik Cakra. Akting sedihnya benar benar membuat Cakra terkecoh. Putri mempelajari akting sedih itu dari salah satu pemeran wanita yang jadi istri raja. Putri tau jika dia terus marah, hati Cakra yang dingin dan keras walapun kadang kadang jail itu tidak akan tersentuh. Bahkan bisa saja Cakra muak jika Putri marah marah terus.  Mungkin Cakra akan minta maaf dan berjanji tidak mengatakan yang aneh aneh lagi.
Tapi itu tidak akan menyentuh hati Cakra. Cakra hanya takut membuat Putri marah.
Tapi jika Putri sedih apalagi sampai menangis, pasti itu akan menyentuh hati Cakra. Cakra jadi merasa bersalah. Jadi penyesalan Cakra jauh lebih kuat jika Putri sedih daripada marah.
Untuk itu Putri harus berakting sedih. Putri mengingat ingat kesedihan hatinya yang luar biasa ketika kehilangan Cakra. Dan anehnya itu benar benar membuat dia sedih sampai benar benar menangis.

"Putri"... Cakra memecah keheningan. Dia tampak ragu untuk melanjutkan bicaranya.
"Mmmm?" Jawab Putri.
"Apa kamu belum selesai?" Lanjut Cakra agak malu-malu.
"Apa sih?!" Putri heran. Dia bisa merasakan keraguan dan salah tingkah Cakra.
Namun Putri segera menyadari maksud Cakra ketika menyadari belaian Cakra yang sedikit berbeda dari yang tadi.
Putri mendongak menatap masam Cakra.
"Masih belum cakra! Baru dua hari! Kalau tidak percaya lihat sendiri!" Ujar Putri siap siap menyingkap pakaian bawahnya.
"Eh tidak ...tidak" buru buru Cakra menangkap tangan Istrinya itu. Putri mengulas senyum,   kemudian kembali nyungsep dalam pelukan Cakra.
Cakra mendesah kecewa. Baru dua hari. Padahal biasa seminggu Putri baru "selesai". Hati Cakra benar benar dongkol.
Tapi mau bagaimana lagi.
"Tidurlah Putri ini sudah malam". Kata Cakra akhirnya.
Putri tidak menjawab. Tapi Cakra bisa merasakan Putri mengangguk.
Sebenarnya Putri juga gi bener bener pengen, tapi mau bagaimana lagi?.

Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang