Akhirnya Kadipaten Sadeng resmi kembali tunduk dalam kesatuan Majapahit. Segenap pasukan Sadeng segera kembali ke barak masing-masing. Prajurit Majapahit secara bertahap juga kembali ke kota praja Trowulan. Yang paling pulang pertama adalah pasukan Senopati Danurejo dari Tumapel.
"Sampaikan salam hormatku pada Ayahanda dan Ibunda Sekar arum paman Senopati" kata Putri. Yang dimaksud ayahanda dan Ibunda adalah ayah dan ibu mertuanya.
Sementara Cakra sedang sibuk dengan pasukannya, kesatuan yang dipimpin Ranggalawe.
"Baiklah Tuan Putri, saya akan sampaikan" jawab Danurejo.
"Aku sangat kangen dengan Ibunda, juga Satria, oh ya bagaimana kabar Wiratama"
Satria adalah adik bungsu Cakra yang masih kecil, sedangkan Wiratama adalah adik kedua Cakra. Kesemuanya mempunyai wajah yang aga mirip dengan Cakra.
"Untuk apa kamu menanyakan kabar Wiratama?!". Tiba tiba Cakra sudah nongol dibelakang Putri.
"Tuan Raden" sapa Danurejo.
Putri menatap Cakra. Tersenyum kecut melihat Cakra yang selalu terlihat buruk suasana hatinya.
Karena mereka saudaramu, tentu saja aku ingin tau kabarnya" Putri meraih lengan Cakra. Memeluk lengan itu bergelayut dengan manja.
"Habis ini kita kesana" ujar Cakra.
"Tapi Cakra, aku harus melapor pada Ibunda Ratu hasil dari perang ini" kata Putri sedikit menyesal.
"Mmm... Bagaimana kalau aku kesana dulu bersama paman Danurejo?". "Aku juga sudah kangen masakan dayang Ratih"
"Ha!! Apa! Coba sekali lagi bilang! Aku kurang dengar!" Putri sedikit mendongak menatap Cakra. Matanya melotot seolah mau mengeluarkan sinar laser. Dayang Ratih adalah dayang teman Cempaka.
"Hanya bercanda!" Jawab Cakra dingin.
"Mau macem macem ya?!" Putri masih terlihat kesal.
Sepertinya Putri lupa didepanya ada Senopati Danurejo disana.
"Ampun Tuan Putri, Tuan Cakra saya mohon undur diri. Sepertinya pasukan saya sudah siap" Senopati melerai perdebatan dua orang suami istri yang sama sama bucin tersebut.
Dalam hati, Senopati Danurejo heran dengan kebucinan Putri pada Cakra. Untungnya Senopati Danurejo belum tau istilah bucin.***
Malam ini Putri tidur miring ke kiri cakra miring ke kanan.
Ini tidak seperti biasanya.
Iya! Mereka sedang saling merajuk. Putri udah kesel dengan Cakra karena Cakra dari pagi bersikap jutek terus. Padahal Putri sudah berusaha bermanja manja. Pada dasarnya mereka berdua sama sama keras kepala.
Malam merayap larut. Tapi jelas Cakra merasakan kegelisahan Putri yang tidak bisa tidur. Seperti halnya Putri juga tau Cakra juga tidak bisa tidur. Malam begitu hening, hanya bunyi cicak di langit langit kamar yang saling kejar kejaran dengan pasangannya. Seolah olah mereka mengejek kegalauan Hati Cakra dan Putri.
Entah kenapa seharian ini Cakra dan Putri seperti dua kutub magnet. Mereka saling bertolak belakang. Ketika Putri ngajak bercanda Cakra kesel, gantian Cakra ngajak bercanda putrinya yang kesel. Hadeh.
Mana hujan rintik rintik lagi. Cuaca bener bener dingin. Baik Cakra maupun Putri sebenarnya sama saja ingin berdamai. Tapi masing masing gengsi untuk memulai.
Setelah lama diem dieman akhirnya Cakra menurunkan gengsinya.
"Mmmmm.... Putri" Cakra manggil pelan. Seolah olah takut Putri denger suaranya.
Dibalik selimut Putri melebarkan matanya. Mengulas senyum mendengar suara Cakra.
Tapi Putri tetap diam. Dia ingin mendengar Cakra memanggilnya lagi.
'tuh kan ga mau jawab' batin Cakra ngedumel pada diri sendiri.Hening.
Sepi...
Senyap..
"Putri... Kita damai yuk" akhirnya Cakra bener bener menurunkan gengsinya.
"Iya, aku minta maaf" akhirnya Cakra minta maaf duluan.
Putri semakin merapatkan dirinya sendiri seolah olah jual mahal. Tujuan aslinya sih biar dipeluk Cakra dari belakang.
Akhirnya yang dinanti Putri datang juga. Cakra memeluknya dari belakang. Putri sekuat tenaga menahan senyum senangnya.
Cakra tau Putri sudah jinak, dia hanya gengsi saja. Dengan sedikit tenaga Cakra menarik tubuh Putri hingga berbalik saling berhadapan. Putri nurut saja. Soalnya tidur tanpa dipeluk Cakra rasanya ada yang kurang. Kurang hangat. Tapi putri tidak mengatakan apa apa. Menyembunyikan senyumnya dalam pelukan Cakra. Tanpa sadar merapatkan tubuhnya dalam pelukan Cakra. Malam kian larut dan dingin. Tapi sekarang mereka merasa hangat.
"Cakra" Putri berbisik.
"Mmm?"
"Jujur padaku apa saja yang kamu tau tentang kita dari sejarah di masa depan-mu?"
Cakra meraih wajah istrinya.
Putri menatap Cakra penuh ingin tau.
Cakra berfikir sejenak. Walaupun dia tau sejarah pemberontakan Sadeng dia tidak menyangka dia sendiri ternyata terlibat didalamnya. Cakra benar benar nyesel kenapa dia tidak serius belajar pelajaran sejarah. Jika dia tau bahwa sebenarnya dialah pelaku sejarah itu niscaya Cakra akan giat belajar sejarah Majapahit. Terutama tentang kehidupan dia dan istrinya Dyah Tribuana Tunggadewi.
"Seingatku kita hanya punya dua orang orang anak. Satu Hayam Wuruk dan Adiknya Dyah Nertaja" jawab Cakra akhirnya.
"Hanya itu?!" Putri mendesak. Terlihat begitu ingin tau sesuatu.
"Apa yang ingin kamu tau sebenarnya?"
Putri tampak enggan untuk menjawab.
"Kenapa kamu tidak mau menjawab saja" Putri aga curiga Cakra menyembunyikan sesuatu. Sangat menghawatirkan jika dalam sejarah ternyata Cakra punya selir.
"Aaaaaa.... Tidaaaaak" tanpa sadar berteriak.
Cakra sampe terlonjak kaget.
"Ups..." Putri tersenyum malu menutup mulutnya.
"Apa sih?" Cakra kaget.
"Hehe maaf" jawab Putri malu.
"Sepertinya ada yang merayap di punggungku" Putri membuat alasan asal aja.
"Gak jelas banget" gerutu Cakra. Padahal jelas jelas yang merayap dipunggunya adalah tangan Cakra. Bener bener alasan yang menyedihkan.
"Malu didengar penjaga, dikira kamu tak apa2in" Cakra masih ngedumel.
"Aku mau kok kamu apa apain" kata Putri sambil menatap mesra. Sebuah kode sebenarnya.
"Jangan mengada ada, kamu masih..... Cakra belum menyelesaikan ucapannya ketika Putri menyela. "Aku sudah selesai!" Potong Putri sambil tersenyum menggoda.
Cakradara mencibir. Dia tidak mau tertipu. Ini baru lima hari, biasanya seminggu.
"Ga percaya ya sudah!" Kata Putri. Kemudian Putri memejamkan matanya bersiap tidur. Membiarkan Cakra yang penasaran dan kepikiran.
Putri tau sebentar lagi pasti Cakra pasti akan memastikan jika "tamu"Putri sudah pergi.
"Ummm... Putri... Apa benar kamu sudah selesai" dengan ragu dan aga malu Cakra bertanya. Putri membuka matanya. Dengan cepat mengangguk mantap. Cakradara tersenyum sumringah untuk pertama kalinya sejak dari pagi.
"Kenapa baru bilang?!" Cakra nyaris mangkel tapi juga seneng.
"Siapa suruh nyebelin" .....
Tak terasa malam sudah mendekati pagi malam yang dingin berubah hangat bahkan panas. Panas bagi Cakra dan Putri. Maksudnya panas adalah panas yang menyenangkan ya...
Bocil minggir dulu.... ya 😀😀________&
KAMU SEDANG MEMBACA
Singgasana Untuk Sang Putri TAMAT√
Ficción históricaSetelah resmi menjadi suami istri ternyata ada aja masalah yang dihadapi Cakra dan Tribuana. Kali ini dalam pengembaraannya menikmati bulan madu seorang penguasa wanita muda dari kadipaten Sadeng jatuh hati pada Cakra. Terus bagaimana sikap Tribua...