Cerita ini mengisahkan seorang gadis yang terombang-ambing dengan masa lalu kelam nya. Kepribadian yang tak selaras melekat dalam dirinya, saat bersama keluarga gadis itu mampu bercanda tawa namun berbeda saat berada dilingkungan luar dirinya sangat...
"Gapapa. Toh Papa gak ta--," ucapan Kristan terpotong saat mendengar suara menggelegar yang sangat populer ditelinga nya.
"SAYA KELUARIN KAMU DARI KK YA!" teriak Satrio di ujung tangga atas. Laki-laki berumur 45 tahun itu berkacak pinggang lalu berjalan menuruni tangga menuju anak-anak nya.
"ADUH DUH SAKIT PA," keluh Kristan saat mendapat jeweran maut Satrio.
Satrio melepaskan jeweran nya lalu menatap garang anak sulungnya. "Ngomong apa kamu tadi?!"
"Bircindi, Pi. Ingat ya kalian Papa gak bakal nikah lagi, sekali nya Mama kamu yaudah Mama kamu yang bakal ada di hati Papa hingga mati nanti gak ada yang lain," jelas Satrio yang masih berdiri disamping kanan Kristan.
Kristan maupun Calista menunduk memainkan tangan mereka. "Maaf, Pa," ucapnya bersamaan.
"Kristan cuma bercanda," lanjut Kristan yang masih menunduk.
Satrio tersenyum lalu duduk ditengah-tengah anak nya. Bapak anak dua itu menepuk pelan punggung Kristan. "Iya, jangan diulangi ya? Nanti Mama kalian cemburu."
Satrio ingat betul sifat Vania yang selalu cemburu bila Satrio berhubungan dengan wanita lain selain dirinya. Satrio tidak pernah risi dengan sifat Vania yang cemburuan dan posesif, baginya tidak masalah karena Satrio juga menyayangi Vania dengan sepenuh hati.
"Yaudah, Pa. Calista mau berangkat dulu bareng Kakak," pamit Calista yang menyalimi tangan keriput milik Satrio.
"Kristan pamit ya, Pa." Kristan menyalimi tangan Satrio.