8. Deep Talk?

2.4K 261 30
                                    

Kalo mampir jangan lupa vote ya.

Saya tau cerita ini banyak kurangnya, tapi jangan bosen loh✨

Btw, gimana sih sosok Pierre Tendean menurut kalian?

Enjoy (づ ̄ ³ ̄)づ
.
.
.
.
.
.
.

"Entah kenapa saat saya melihat jenderal, saya jadi inget sama bapak."

Langkahnya terhenti.

"Ayah kamu?"

Nimas hanya diam, meremas tangannya erat.

"Nak, kamu boleh anggap saya ayah kamu selama kamu disini." Pak Nas tersenyum. "Apa kamu merindukannya?"

Nimas menatap kosong "Selalu, saya selalu merindukannya. Saya kangen bapak." ucapnya bergetar.

Ruang tamu malam ini entah kenapa terasa begitu sesak.

Begitu juga dengan Pierre yang berdiri di balik pintu. Dia yang hendak melapor pada Jenderal Nasution terpaku diam. Entah apa yang pemuda itu pikirkan,

Tangannya mengepal erat.

🥀

"Apa yang kamu lakukan di sini?"

"EH GUSTI, JANTUNG KU COPOT!! NA JAEMIN JODOH KU!!!" latah Nimas sambil melempar sapunya asal. Gadis itu menoleh kearah panggilan dan menemukan Pierre yang berdiri menjulang menatapnya.

Lah? Sejak kapan si ajudan ganteng berdiri disitu? Tiba-tiba nonggol di waktu subuh ini, Nimas kan kaget!

"Astaghfirullah mas ajudan, koe ki seneng men to ngageti uwong! Ngger aku jantungan piye?!" amuk Nimas sambil melotot. (kamu itu suka banget ngagetin orang! Kalo aku jantungan gimana?)

Pemuda itu terdiam sejenak, "Maaf."

Nimas terpaku kemudian mengalihkan pandangan. Apapun asal tidak melihat wajah Pierre di depannya. Gadis itu mengambil sapu yang dia jatuhkan tadi. Niat hati ingin menyapu halaman jenderal Nasution di pagi buta ternyata gagal karena kehadiran ajudan satu itu.

Tidak ada yang boleh meremehkan patriotisme saya, jangan macam-macam!

Nimas menghela napas kala ingatannya membayang ucapan Pierre tadi malam. Entahlah, Nimas merasa tidak enak saja begitu mengingatnya.

"Aku cuma mau nyapu halaman," jawab Nimas pelan mengacuhkan tatapan sang ajudan.

"Sepagi ini?"

"Emange ngopo?" ucap Nimas singkat. "Ini urusan saya, jangan macam-macam!" dia meniru ucapan Pierre semalam. Tanpa ragu, si gadis balik kanan hendak meninggalkan Pierre sendiri.

Tap.

Pemuda itu sigap menahan tangannya, menatap Nimas begitu lekat.

"Kamu mau kemana? Saya belum selesai bicara,"

"Tolong lepasin," Nimas menggoyangkan tangannya tapi gagal. Pierre mencekal tangannya erat.

"Ijinkan saya bicara sebentar," Pierre melepas perlahan tarikannya. 

"Apa?" Nimas menghadap si pemuda. Moodnya sedang tidak bagus sekarang, entahlah.

"Saya minta maaf," Pierre berucap pelan. Dia menatap gadis berambut sebahu itu sekilas, pandangannya kembali tertuju pada suasana sekitar yang masih gelap. Adzan subuh baru saja berkumandang, niat hati ingin merenung, dia malah menemukan Nimas yang bengong di halaman rumah sambil bawa sapu.

KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang