Selamat malam.
Ada yang menunggu cerita ini?
Sebenarnya, saya sedang tidak dalam kondisi yang baik. Keadaan saya yang tidak mendukung, membuat saya frustasi akan beberapa hal. Kacau. Saya ingin berhenti—benar-benar berhenti. Tapi cerita ini sudah di ujung, bahkan nyaris selesai. Mau tak mau saya harus menamatkannya.
Dan.. setelah sekian part nyesek yang kita lewati, inilah dia detik-detik menuju ending.
Genap 50, cerita ini akan tamat.
Semoga tidak ada yang protes, semoga tidak ada yang tidak puas dengan akhir cerita ini.
Selamat membaca, kawan.
°
°
°
°
°Mata itu mengerjap pelan, berusaha mendapatkan kesadaran. Suara erangan terdengar ketika di rasa kepalanya berdenyut hebat.
Nimas Perwira, gadis itu telah kembali.
Ke tempat asalnya, di sini, di masa depan.
"...Nimas?"
Seorang gadis londo terkejut melihat Nimas beranjak dari tidurnya. Dia bergegas mendekat. Berseru penuh suka cita. Memeluknya erat-erat.
"Nimas?! Huaaaaaa!"
Nimas mengernyit, "Jessy?" ucapnya lemah. Matanya mengedar, dia berada disebuah gazebo. Tunggu, bukankah ini.. di Lubang Buaya?
"Kamu kenapa tadi tiba-tiba ambruk heh?!" mata coklat terang si gadis londo itu melotot. "Di Museum Paseban, kamu tiba-tiba pingsan Nimas! Bikin panik kita semua!"
"Jes, aku masih pusing loh!" gadis berambut sebahu itu berdecak sambil memijit pelipisnya.
Jessy melepas pelukannya. "Eh, aku minta maaf. Habisnya... Euh, karena aku terlalu panik." ujarnya pelan.
"...kamu nggak papa Nimas?" Jessy nampak khawatir melihat sahabatnya itu terlihat kacau. Matanya menatap sekeliling dengan tatapan berkaca-kaca.
"Nimas? Are you okey?"
Nimas tampak linglung. Gadis itu kemudian memegangi kepalanya sembari meringis. Bahkan Jessy ikutan bingung melihatnya.
"Nimas, ka-kamu nggak papa? Jangan buat aku takut, pliss! Hueee!" Gadis londo itu malah menangis. Dia tidak tahu harus apa, dia kembali memeluk Nimas yang terus merintih sakit memegangi kepalanya.
"Je-jes, kepalaku! Sssst, sakit Jessy. Sakit banget!" Nimas menggeleng , mencekeram rambutnya kuat. Tanpa ia sadari pipinya basah oleh air mata. Ingatan-ingatan itu berputar cepat dalam memori otaknya. Semua terasa begitu jelas, seperti kaset rusak. Membuat kepalanya berdenging hebat.
Rasanya seperti tergulung dalam sapuan ombak. Berputar dan terus berputar. Nimas seperti berada di dalam air, dia kesulitan bernapas. Juga sulit berbicara barang sepatah kata.
Sekelebat ingatan demi ingatan terlihat jelas.
Juga.. nyata.
Tanpa rekayasa.
Terlempar ke masa lalu, bertemu Jenderal Nasution, menyaksikan langsung kudeta G30S/PKI, dan tentang dia, Pierre Tendean.
Tapi, jika dia ada di sini, apa semua kejadian itu hanyalah mimpi?
Apa.. itu benar-benar terjadi?
Gadis itu ingin memastikan bahwa ini semua bukan sekedar khayalan gilanya. Bukan sekedar bunga tidur saat dia pingsan di depan etalase yang menyimpan peninggalan terakhir dari Pierre Tendean.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]
Ficción históricaNimas Perwira. Gadis yang duduk di masa akhir SMA dan amat menyukai sejarah. Bercita-cita menjadi seorang tentara. Gadis enerjik dan suka berdebat masalah kritis. Bagaimana jadinya jika dia terlempar ke masa lalu dan bertemu dengan pahlawan Revolus...