14. Senja di Rumah Sang Jenderal.

2.1K 243 20
                                    

WOEEE, WAJIB VOTE OKEY👌

HAPPY READING KAWAN (❁'◡'❁)

____________________

Siluet jingga berpendar di langit kota Jakarta, membuat pemandangan sore ini begitu fantastis. Apalagi Jakarta saat ini masih asri, bebas polusi tidak seperti Jakarta di masa depan.

Nimas duduk bersila di bangku teras.

Dia menikmati senja dalam diam. Termangu menatap kedepan, membiarkan semilir angin menerpa rambut sebahunya.

"Tidak baik melamun
sendirian disini."

Nimas mendongak.

Ajudan muda itu menghampiri dan ikut duduk di sampingnya. Pierre sepertinya sudah bebas tugas, buktinya dia memakai celana panjang dan kaos polo berwarna hijau tentara---bukan pakaian dinas.

"Eh? Mas Pierre? Jam tugasnya udah selesai?"

Pemuda itu mematung "Kamu... Panggil saya apa?"

"Mas Pierre?" ucap Nimas polos.

Pierre mengusap tengkuknya, salah tingkah.

"Heh, opo toh?" Nimas heran sendiri melihatnya "Lah, masak kamu mau tak panggil Pak? Pakdhe? Lagian kita sama-sama berasal dari Semarang juga, umurnya ndak terpaut jauh kan? Kalo nggak mas siapa?"

Hening.

Pemuda itu diam tak berkutik.

"Kalo gitu, aku panggil Aa' mau?" Nimas tersenyum "Tapi aku bukan orang Sunda sih. Abang?
Abang Pierre?"

"Hentikan!" Pierre mengangkat tangannya. Duh, kenapa pula dia baper pada bocah tidak peka satu ini huftt!

"Apa yang kamu lakukan disini?" dia mengalihkan pembicaraan.

"Menikmati senja." Nimas tersenyum. Ada lesung pipit terlihat saat dia tersenyum atau tertawa. Manis sekali.

Dan Pierre tidak bisa tidak terpaku.

"Karena senja itu indah," Nimas menyelonjorkan kakinya. "Juga menyakitkan."

Pierre diam mendengarkan.

"Oh iya, apa kamu suka senja juga Mas Pierre?" Gadis itu cepat mengubah raut wajahnya ceria kembali "Sunset?"

"... Entahlah."

Nimas mengernyit. Jawaban apa itu?

"Dulu.. Saya terlalu sibuk bertempur dan berjaga saat itu. Saya tidak pernah sadar, suasana seperti ini, senja ini begitu indah." Pierre memandang langit dengan semburat orange, merah, kuning membentuk gradiasi warna yang menakjubkan.

"Dulu sebelum jadi ajudan?"

"Iya," Pierre mengangguk. "Sekarang saya memiliki kesempatan menikmati indahnya ciptaan Tuhan. "

Nimas terpaku mendengarnya.

"Meski awalnya saya keberatan, menjadi ajudan adalah sesuatu yang patut saya syukuri." pemuda itu tersenyum tipis.

"Karena bisa melihat senja?" tebak Nimas

"Iya," ajudan itu kembali menatap senja. Juga bisa bertemu dengan kamu, Nimas. Tapi hanya mampu dia ucapkan di hatinya.

Sejujurnya kehadiran Nimas mampu mengisi relung hatinya yang selama ini berisi pengabdian dan patriotisme pada negara. Sosok gadis ceria namun berpikiran kritis. Gadis yang ingin menjadi tentara.

Gadis yang entah datang darimana yang mampu mencuri seluruh atensinya.

Dan gadis itu ada disini, duduk di sampingnya.

"Oh begitu," Nimas menganggukkan kepala mengerti "Kalo aku sih, beruntung bisa menikmati senja disini, apalagi ditemani seorang Pierre Tendean!"

Pierre terkesiap. Apa yang gadis ini bicarakan? Astaga.

"...Saya?"

"Iya! " Seru Nimas antusias. "Sudah lama aku pengen tau gimana sih seorang Pierre Tendean? Pokoknya aku tuh ngefans, kagum gitu sama beliau. Respek!"

Hening.

Hei Nimas! Kamu terlalu blak-blakan! Kamu mengungkap kekaguman mu pada orangnya langsung woee! Aduh, apa kamu nggak malu? Aishhh!

"Saya... Saya tidak sehebat itu!" Pierre membuang muka, menyembunyikan wajahmu raut wajahnya yang memerah.

Sayang sekali Nimas tidak tahu.

"Eh, itu hebat yaaa!" Nimas berdiri dan berkacak pinggang di
depannya "Pokoknya, dia itu patriot bangsa! Dan aku juga suka banget sama Pierre Tendean tau!"

Nimas, Pierre Tendean nya di depan kamu loh :)

Duh, Pierre berharap Nimas tidak menyadari semerah apa wajahnya. Bocah ini terlalu blak-blakan, tidak baik untuk jantungnya.

"Eh, Mas Pierre sakit kah?" Tanya Nimas "Mukanya merah heh, kedinginan ya?"

Pierre ikut berdiri dan mengusap wajahnya kasar "Iyaaa."

"Yowes, ngger kademen mlebu
wae!" ucap Nimas polos. (Yaudah, kalo kedinginan masuk aja!)

Pierre tersenyum paksa.

"Tidak, saya suka disini. Saya ingin menikmati senja, kamu juga kan?" Pemuda itu kembali duduk. "Lebih baik kamu duduk atau mau saya dudukkan?"

"Heh, aku bisa duduk sendiri yaa!" Nimas melotot.

"Yasudah, duduk sini!"

"Mas Pierre nganyeli!" Nimas cemberut tapi tetap menurut. Dia duduk di samping Pierre yang tersenyum puas. (nyebelin.)

Keduanya duduk menatap langit menjelang malam. Dalam diam.

Entahlah, senja ini terasa lebih indah dari biasanya.

_________________________

Waduh, ngetik apa akutuh ಥ_ಥ

KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang