WOY, VOTE!!
HAPPY READING SOBAT.
.
.
.
.
.
.
."Bagaimana Nimas?"
"Hah?"
Jenderal Besar itu terkekeh pelan.
Menyeruput pelan teh hangat yang dibawakan si gadis, Pak Nas kemudian beralih kepada Pierre yang duduk di sebelahnya.
"Iya kan Yer?"
Pierre mengangguk.
Sek, maksudnya gimana sih? Nimas nggak paham.
"Jenderal, ada apa ya? Kok saya malah ngang-ngong kayak orang dungu begini?" Nimas garuk kepalanya yang tidak gatal.
Pak Nas malah tertawa.
Nimas mengernyit iki ono opo toh?
"Kamu menyetujui tawaran saya?"
"Yang mana pak?"
"Untuk bersekolah di sini?"
"Hah?"
Tolong, ini kenapa Nimas malah kayak orang tolol begini? Reputasimu sebagai pemenang lomba debat ngewakilin provinsi kemana Nimas?
Pierre menghela napas penuh kesabaran. "Pak Nas menawarimu bersekolah di Jakarta. Paham?"
"Tapi aku wes sekolah neng Semarang ki?" (Tapi aku sudah sekolah di Semarang nih?)
"Makane Pak Nas njaluk usulan
mu!" Pierre mendengus. (Makanya itu Pak Nas minta usulanmu)."Hah?"
Pierre mengusap wajahnya kasar. Tolong, Nimas ini kenapa malah jadi geblek begini sih? Pierre tertekan.
"Begini nak, saya menawarimu untuk melanjutkan pendidikan di sini, di Jakarta. Bagaimana?" Pak Nas berbaik hati menjelaskan.
"Tapi saya sudah sekolah di Semarang, Jenderal." Nimas malah bingung sendiri. Pak Nas ini gimana sih?
Pak Nas tersenyum. "Kamu sekolah dimana?"
"SMA Negeri 1."
"Itu di daerah mana?" Pierre mengernyit.
"Halah, Mas ajudan. Katanya orang Semarang kok nggak tau SMA NEGERI 1? itu lhooo, sekolah yang ada di Jalan Taman Menteri Supeno."
Pierre mengernyit lagi. "Lho, itu dulu sekolah saya."
Nimas membelalakkan mata kaget. "Eh serius? Berarti kita satu alumni?!"
"Kamu angkatan berapa?" Pierre menatap Nimas lekat.
Nimas terdiam sejenak.
Jarak dia dan Pierre sangat jauh. Kalo misal Pierre angkatan 10, terus Nimas angkatan 65, apa nggak jantungan pemuda itu? Nggak, nggak. Gila aja Nimas bakal jawab begituan.
"Pokoknya jauh deh kalo bandingin sama angkatannya Mas ajudan." Nimas cengar-cengir malah membuat Pierre berdecak.
"Siapa kepala sekolahnya sekarang?"
"Eee... Yanto."
Piere mengernyit, "Yanto sopo?"
Nimas menggaruk rambutnya yang tidak gatal. Dia kan hanya asal saja tadi. Mana dia tahu kepala sekolah SMA nya tahun 1965. Pierre ini emang kadang-kadang.
"Oh SMA Negeri 1" ucap Pak Nas mengalihkan pandangan Pierre pada Nimas. Rasanya gadis itu ingin sujud syukur kala Pierre tidak memberondong dirinya dengan pertanyaan yang mampu membuat dia mati kutu itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]
Ficción históricaNimas Perwira. Gadis yang duduk di masa akhir SMA dan amat menyukai sejarah. Bercita-cita menjadi seorang tentara. Gadis enerjik dan suka berdebat masalah kritis. Bagaimana jadinya jika dia terlempar ke masa lalu dan bertemu dengan pahlawan Revolus...