42. Duka di Lubang Buaya.

1.5K 179 59
                                    

Hallo halooo,

Ada yang kangen Nimas?

Absen dulu heh, darimana asal kalian?

Spill makanan fav!

Selamat membaca yaaa✨

Are you ready?

Tiati gess, bentar lagi ending. Eh.

⁽⁠⁽⁠ଘ⁠(⁠ ⁠ˊ⁠ᵕ⁠ˋ⁠ ⁠)⁠ଓ⁠⁾⁠⁾⁽⁠⁽⁠ଘ⁠(⁠ ⁠ˊ⁠ᵕ⁠ˋ⁠ ⁠)⁠ଓ⁠⁾⁠⁾⁽⁠⁽⁠ଘ⁠(⁠ ⁠ˊ⁠ᵕ⁠ˋ⁠ ⁠)⁠ଓ⁠⁾⁠⁾

"Cita-cita perjuangan kami untuk menegakkan kemurnian Pancasila tidak mungkin di patahkan hanya dengan mengubur kami dalam sumur ini."
–Lubang Buaya, 1 Oktober 1965.

°
°
°






































"PIERRE TENDEAN!!"
—Nimas menjerit, tak kuasa melihat sosok yang baru saja diangkat dari lubang sempit itu. Dia menangis, menutupi wajahnya.

°
°
°

Pada malam itu, suasana ketegangan ibukota mulai berubah saat Panglima Kostrad Mayjen Soeharto menyampaikan sebuah pidato melalui RRI yang telah dikuasai kembali oleh RPKAD. Isi informasi ini bersebrangan dengan informasi-informasi sebelumnya yang disuarakan melalui radio. Pidato dari Soeharto jelas menganggap Gerakan 30 September adalah gerakan kontra-revolusioner.

Soeharto menganggap Dewan Revolusi yang dibentuk Gerakan 30 September adalah bentuk kudeta melawan Presiden Soekarno yang mewajibkan untuk membubarkan lembaga dan gerakan ini harus dihancurkan.

Pada hari itu juga Soeharto menyatakan telah mengambil alih kepimpinan Angkatan Darat yang kosong sepeninggal Ahmad Yani dan membangun pengertian bersama di antara Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Kepolisian. Soeharto menegaskan bahwa Angkatan Darat telah bersatu dan situasi di pusat dan daerah-daerah telah dapat dikendalikan.

Hanya saja,

Hilangnya beberapa jenderal petinggi Angkatan Darat itu yang masih menjadi misteri.

Bahkan hingga tanggal 3 Oktober, beritanya masih simpang-siur. Tidak diketahui jelas bagaimana, meski Soeharto pun sudah mengerahkan pasukan untuk mencari Jenderal Ahmad Yani dan lainnya.

Sementara menjelang sore, di Kantor Kodam V Jaya, Pangdam Umar Wirahadikusumah yang sedang sibuk di ruang kerjanya kini mendongak saat pintu ruangannya diketuk.

"Masuk,"

Seorang tentara melangkah masuk, selepas memberi hormat berucap tegas. "Yang anda perintahkan telah datang, Pak. Agen Polisi 2, Sukitman hendak menghadap!"

Mayjen Umar menatap bawahannya sesaat kemudian menghela napas.

"Antar dia ke sini."

"Siap, laksanakan!"

Dan akhirnya sang jenderal melihat orang itu. Berdiri di depannya dengan tegap meski raut wajahnya nampak pucat dan bias ketakutan terlihat jelas di sana.

KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang