Sugeng Ndalu (๑ↀᆺↀ๑)
Masuk notif gk?
_______________________________
Tatapnya terpaku.
Pierre, pemuda itu berdiri diam menatap objek yang sejak tadi ah, sejak awal selalu menarik baginya.
"Yah, apa tidak masalah aku melihat sosok Pierre Tendean seperti ini?"
Sarwoko memasukkan tangan ke saku celana tentaranya. "Seperti sedang kasmaran." Lanjutnya sambil tersenyum lebar.
"Apa maksud mu?" Pierre akhirnya menoleh padanya.
"Gadis itu," Sarwoko menunjuk Nimas dengan dagunya. Gadis yang tengah berdebat dengan Thomas, berebut sebuah saputangan lalu berakhir jambak-menjambak.
Pierre enggan bersuara.
Sarwoko menoleh, "Kapan kamu mengenalnya, Yer? Beberapa waktu kita bertemu sepertinya kamu bahkan belum berjumpa dengan nya."
Pierre akhirnya menatapnya, "Hampir sebulan ini, "
"Astaga," Sarwoko geleng-geleng. Merasa pantas jika Thomas mengamuk, marah-marah karena Pierre terlambat mengenalkan Nimas padanya.
"Dia menjadi tamu Jenderal Nasution? Aku baru tahu Pak Nas memiliki relasi sekelas Nimas. Heeiii, maksud ku, Pak Nas memang banyak relasi. Tapi sampai anak kelas 3 SMA juga?" Cerocos Sarwoko mengernyit. Seolah menilai gadis itu.
"Kenyataannya begitu," Pierre angkat bahu acuh. Lanjut mengamati Nimas yang kini berjalan kearah nya.
"Hah," Desah Sarwoko kala melihat Pierre langsung menebar senyum seakan memenangkan lotre.
"Yer! Aku kapok sama Nimas! Lihat, dia bahkan hampir menempleng kepala ku!!" Adu Thomas dengan wajah kusut seperti jemuran. Sambil memegang kepalanya yang nyut-nyutan.
"Halah, mas Thom hiperbola banget. Kamu juga jitak aku ya, ya ku bales toh!" Nimas tak mau kalah balas berseru. "Masak tentara gitu doang ngeluh! Mbok yo kayak mas Pierre! Iya nggak mas?"
"Iya," Sahut Pierre kalem.
"Tuh, liatin!" Seru Nimas kurang ajar yang nyaris membuat Thomas ingin melemparkan nya ke sumur Luba---
Astaga. Nyebut!
"Nimas, jangan seperti itu." Nasehat Pierre bijak. Karena bagaimanapun Thomas lebih tua darinya. "Ora sopan. Ra apik." (nggak sopan. Nggak baik.)
"Tuh, dengerin!" Ucap Thomas mengikuti gaya bicara Nimas sambil memasang wajah minta di gampar.
"Iyo-iyo, sepurane." Nimas mendengus. Hih, kalo bukan temennya Pierre udah Nimas ajak baku hantam. Thomas ini nyebelinnya warbyasah!
"Sudah. Sudah! Jangan merajuk! Kita kan kawan," Thomas merangkul bahu Nimas akrab yang langsung dihadiahi pelototan tajam Pierre. Seolah-olah menguliti nya hidup-hidup.
Sontak saja Thomas langsung menarik tangannya.
"Iya, kawan sehidup semati." Sahut Nimas sekenanya.
"Nimas," Tegur Pierre dengan nada tak suka. Apa-apaan itu? Sehidup semati?
"Uwes Yer, seng tenang. Seng tenang."
Sarwoko lagi-lagi ikut menyebalkan malam ini.Pierre berdecak.
Keempat orang itu menelusuri jalanan di daerah Thamrin. Kota Jakarta tempo dulu benar-benar terasa.
"Mas Pierre, mau beli ini.
Mau nggak?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]
Ficción históricaNimas Perwira. Gadis yang duduk di masa akhir SMA dan amat menyukai sejarah. Bercita-cita menjadi seorang tentara. Gadis enerjik dan suka berdebat masalah kritis. Bagaimana jadinya jika dia terlempar ke masa lalu dan bertemu dengan pahlawan Revolus...