48. Sejarah Ini, Jangan Sampai Terulang Lagi.

1.1K 185 66
                                    

Wahai generasi muda. Masihkah kalian acuh terhadap sejarah?

____________________

"Kamu bisa pulang sekarang."

Mengedipkan mata, sekali, dua kali. Semua tetaplah sama. Dan dia terus diam berdiri ditemani keheningan yang terasa sunyi. Asing.

Tempat ini buram. Tanpa warna. Tanah yang ia pijak seakan hanya hologram semata. Mata itu melihat sekeliling. Sebuah tanah lapang yang luas dan terdapat pohon-pohon besar nan rimbun di setiap sisinya.

Tak ada suara.

Tak ada yang bergerak.

Senyap.

Nimas bahkan hanya bisa merasakan deru napasnya sendiri. Suara detak jantungnya yang berdegup kencang membuatnya meneguk ludah tanpa alasan. Dia menyadari, hanya dia seorang diri yang berada di tempat ini. Tanpa ada siapapun.

Dia.. ada dimana sekarang?

Bukankah, bukankah sebelumnya dia berada di kamar ajudan Pierre Tendean? Dia masih berada di kediaman Jenderal Nasution. Ada suara asing yang berbisik padanya, begitu dia membuka mata, dia berada di sini.

Ini keanehan yang ke berapa?

Gadis itu tidak habis pikir dengan keadaannya sekarang.

Hembusan angin menerpa, membuat rambut sebahunya berkibar. Dan tempat ini perlahan mengembalikan warnanya. Tanah lapang yang rindang, daun-daun yang berguguran dari pohon di dekatnya, langit yang terlihat mendung dengan awan yang menutupi setiap sudutnya.

Ini seperti suasana sore yang menyejukkan.

Aku kan.. mau pulang. Tapi kenapa aku ngerasa suasana ini sama kayak sebelumnya? Nimas mengernyit. Gadis itu mulai merasa takut. Situasi ini sama seperti saat dia berada di pemakaman Pahlawan Revolusi. Saat dia berada di rumah sakit menjenguk Ade Irma. Saat dia berada di kediaman Pak Nas.

Apakah.. sebenarnya dia masih ada di lingkup masa ini?

Atau bahkan tempat ini sebenarnya berada tak jauh dari rumah Pak Nas?

Nimas sebenarnya ada dimana?

"Kamu bisa pulang sekarang."

Suara itu kembali berbisik di telinganya. Membuat si gadis mengepalkan tangannya erat-erat. Dia seperti orang bodoh yang terus saja bingung sejak tadi! Kalimat-kalimat aneh itu terus terdengar membuatnya muak. Hanya ada dia di sini, siapa yang bisa dia ajak bicara sekarang?

"Seperti biasa, kamu selalu tidak sabaran, Nimas."

Nimas mematung.

Suara ini.. dia kenal betul suara ini. Tapi apakah mungkin? Gadis itu memutuskan membalikkan badan. Lagi dan lagi, tubuhnya menjadi kaku. Bak patung.

"Halo gadis kesayangan saya," tawa itu mengudara. "Halo Nimas Perwira."

Tangis itu langsung pecah.

Nimas menghambur memeluk tubuh itu. Memeluk sang pemuda begitu erat, tangannya melingkari pinggangnya. Nimas menangis di bahunya, melepaskan segala hal yang dia rasakan selama ini. Terus menangis.

"Pierre.. Pierre Tendean!"

"Mas Pierre!"

Sekali lagi angin berhembus. Menerpa   keduanya dengan damai. Terasa begitu menenangkan.

"Kamu.. kamu.." Nimas seakan tidak bisa mengendalikan dirinya. Dia terus meracau menyebut nama pemuda itu berulang kali. Memastikan bahwa ini adalah nyata. Bahwa sosok ini, sosok Pierre Tendean yang berada di hadapannya ini bukanlah khayalan semu belaka.

KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang