5. Sang Jendral & Ajudannya.

2.8K 278 48
                                    

Selamat datang para penerus bangsa.

Jam berapa kalian baca ini?

Sebut inisial nama kalian dong.

Ada typo tandain ya gan🔥

Enjoy (づ ̄ ³ ̄)づ
.
.
.
.
.
.
.

Si gadis mematung.

Mulutnya melonggo penuh takjub melihat sosok yang berada di depan pintu itu. Si gadis bahkan sampai berdiri di buatnya. Duh gusti, dia melihat langsung sosok pahlawan itu. Rasa bahagianya membuncah melebihi saat dia bertemu Jaemin pas konser kemarin.

Nyebut Nimas, nyebut!

Tak memperdulikan tatapan heran semua orang yang tertuju padanya, gadis itu langsung mendekat dan memasang sikap tegap sambil mengangkat tangan hingga
pelipis—memberi hormat.

"Hormat Jenderal!!!"

Semua orang terkejut bukan main.

Bahkan sosok pemuda tegap yang mengawal di belakang Jenderal ikut kaget melihatnya. Tapi sang Jenderal langsung mengangkat tangan, balas menghormat.

Sang Jenderal menurunkan tangan yang langsung diikuti Nimas.

"Jenderal Nasution, sebuah kehormatan bertemu dengan sosok hebat seperti anda." Nimas berucap penuh kagum melihat seseorang yang hanya bisa dia lihat lewat foto kini berdiri di depannya.

Jenderal Nasution menatap lekat gadis muda ini. Dia perlahan tersenyum "Panggil saja Pak Nas, ya nona muda."

Nimas terdiam. Euforia kebahagiaan yang sempat singgah tadi kini menguap. Dia menatap semua orang di ruangan ini. Rasanya mustahil dia berada di masa lalu, tapi begitu melihat sang Jenderal, keraguannya langsung menghilang.

Apalagi dengan seorang pemuda tinggi tegap yang berdiri di belakang Pak Nas yang juga menatap ke arahnya lekat. Tubuh Nimas melemas, dia ingin teriak rasanya melihat orang itu.

Pierre Tendean.

Ajudan tampan itu berdiri di hadapannya. Air mata si gadis langsung menetes tanpa dia sadari. Mengalir di pipi. Nimas menangis. Bagaimana mungkin orang yang sebelumnya dia lihat lewat foto kini berdiri di hadapannya?

Sontak saja membuat semua orang terkejut.

Bu Nas cekatan menghampiri dan menuntunnya kembali duduk di sofa. Suaminya mengikuti.

"Kenapa dia menangis?"

Bu Nas mengisyaratkan diam. Sang Jenderal sendiri duduk di seberang Nimas dan memperhatikan anak muda itu yang tadi pagi membuat heboh kediamannya.

Bu Nas mengusap punggung Nimas pelan, berharap bisa mengurangi kesedihannya. Walau dia tidak tahu mengapa gadis ini tiba-tiba menangis.

"Ada apa nak? Kenapa kamu menangis?"

Nimas menegakkan tubuhnya. Dia mengusap wajahnya kasar sambil menghembuskan napas perlahan. Mengendalikan diri.

"Kulo mboten nopo-nopo Bu Nas," jawab Nimas membuat ajudan di belakang Pak Nas itu menatapnya lekat. Dialek khas jawa menjadi perhatian si pemuda. (Saya tidak apa-apa.)

"Benarkah?" Bu Nas memastikan

Nimas mengangguk. "Saya juga ndak tau kok tiba-tiba nangis. Saya hanya kaget saja." dia memijat pelipisnya yang kembali pusing.

"Wes, tenang dulu. Coba cerita pelan-pelan, biar kami di sini juga tahu siapa kamu dan mengapa kamu ada di sini."

"Jadi sedari pagi dia pingsan?" Pak Nas menoleh pada istrinya. Dia juga menatap ajudannya yang masih bersikap siaga di belakangnya. "Yer, kamu duduklah. Sudah bebas tugas loh ini. Sini, duduk!"

KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang