Hallo, apa kabar?
Hayuk absen dulu dari kota mana aja?
Berapa ukuran sepatu kalian?
Adakah hal yang membuat kalian trauma jika mengingatnya?
Happy reading.
__________________________
"Ehem! Ehem!"
Dia mengacuhkannya.
"Ehem!! Aduh keselek biji kedondong! Ahem!"
"Mati dong?" sahutnya melengos.
"Astaghfirullah Pierre Tendean," Mardiah mengelus dada sabar. Niat hati ingin menggoda pemuda londo itu malah dibuat makan hati dengan jawaban Pierre yang menohok.
"Kamu sama saja, tetap galak!"
Pemuda itu tak menghiraukan adik sang Jenderal yang duduk santai depan kamarnya. Mardiah asyik menyeruput segelas susu hangat sambil menaik turunkan alisnya tengil.
Apalagi ini ya Tuhan.
"Sini Yer, duduk dulu. Aku buatkan susu juga untukmu." Mardiah menepuk sampingnya, mengajak Pierre ikut duduk dan menghabiskan waktu bersama.
Terdiam sejenak, Pierre memutuskan duduk di samping Mardiah. Pemuda berkaus hitam itu menerima uluran segelas susu hangat darinya.
"Apa yang kamu lakukan disini?"
"Merecokimu lah, apalagi?" Mardiah tersenyum jahil. "Dan melihatmu senyam-senyum bersama Nimas?"
Pierre langsung melotot.
Mardiah tertawa terbahak-bahak.
"Pemuda kaku seperti kamu akhirnya menyukai seseorang. Hahaha, kupikir tetap diam seperti batu kali Ciliwung selama menjadi ajudan."
Pierre mendengus, dia lebih tertarik menghabiskan segelas susu hangat daripada mendengar celotehan Mardiah. Beda kalo sama Nimas.
Ngomong-ngomong soal Nimas,
Gadis itu tadi...
"Kamu menyukainya Yer?"
Pierre hanya diam.
"Tapi Nimas memang cantik sih. Dia manis. Suka fotografi sepertimu. Ramah, kuat, siapa yang tidak
suka?" Mardiah penuh tawa jika mengingat sosok gadis berambut sebahu itu."Diamlah." Pierre lagi-lagi mendengus. "Sana, balik ke dapur lagi."
Mardiah cemberut kesal. "Aku kan mau menemani kamu."
"Aku mau istirahat." Kilah Pierre cepat.
"Halah nanti juga begadang sampai malam. Paling sama bang Hamdan kan?" Cibir Mardiah. "Cuma ke Bandung saja mengeluh capek, katanya mantan intelijen?!"
"Hush! Jangan bicara keras-keras!" Pierre melotot. "Nanti pada dengar."
"Begayaan sekali Yer, semua orang juga sudah tahu kalo kamu dulunya intel!" Mardiah memutar bola mata malas. Temannya ini ada-ada saja.
Berdecak, pemuda itu menghela napas kasar. "Dibilangin ngeyel."
Perempuan itu hanya tertawa.
"Oh iya, tadi aku melihat Nimas buru-buru masuk. Ada apa gerangan?" Mardiah menoleh pada Pierre "Seperti melihat hantu saja dia. Jangan-jangan hantunya kamu Yer?"
"Sembarangan." yang dituduh langsung menyahut sensi. "Gigi kamu tuh yang hantu!"
Mardiah elus dada sabar.

KAMU SEDANG MEMBACA
KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]
Historical FictionNimas Perwira. Gadis yang duduk di masa akhir SMA dan amat menyukai sejarah. Bercita-cita menjadi seorang tentara. Gadis enerjik dan suka berdebat masalah kritis. Bagaimana jadinya jika dia terlempar ke masa lalu dan bertemu dengan pahlawan Revolus...