37. Malam Ini, Kuberikan Darma Bakti Ku.

2K 194 61
                                    

"Karena bakti sang prajurit hanya untuk bangsa nya."
______________

Sang patriot memilih mengorbankan diri. Meninggalkan kekasihnya, meninggalkan orang tua yang amat ia sayangi, meninggalkan segalanya. Demi sang Ibu Pertiwi.
___________________

Pierre Tendean. 1 Oktober 1965.

Telah gugur.

Ⱨ₳₱₱Ɏ ⱤɆ₳Đł₦₲.




Demi mendengar gebrakan dari ruang depan, tubuhnya beringsut bangun. Dengan mata mengedar, mencari sumber keributan.

BRAK! BRAK!!

Dan suara letusan senjata.

Ketegangan mulai menerpa. Dia sigap membangunkan Alpiah yang tidur bersamanya malam ini.

"Piah, Piah bangun!"

Pengasuh Ade Irma itu lekas mendudukkan diri. Sebelum sempat melontarkan tanya pada Yanti yang menatapnya panik, suara dari luar kamar terdengar lantang.

"CARI! CARI ORANG ITU!!"

"PERIKSA SEMUA KAMAR!!"

Derap kaki terdengar berlarian. Menimbulkan suara gaduh. Alpiah merasakan insting bahaya berdentum kencang. Wanita itu bergegas berdiri.

"Piah, ada apa?" Yanti menarik bajunya, ikut merasa takut. "A-apa AC di kamar ayah meledak? Atau—"

"Ssstttttt!" Alpiah meletakkan telunjuk di bibirnya menyuruh Yanti diam. Matanya berkilat penuh selidik. Tanpa mengendurkan kewaspadaan, Alpiah berkelebat cepat menuju pintu. Gerakannya cekatan tanpa suara, mengintip dari balik pintu yang ia buka sedikit.

Alpiah melotot kaget.

Bergegas menutup pintu kamar. Dan menguncinya. Tak hanya itu, dia juga mengganjalnya dengan sebuah kursi.

"Piah, ada apa?!"

Alpiah merasakan tubuhnya gemetar hebat. Dia masih kaget dengan apa yang dia lihat tadi. Ya Tuhan!

Dia melihat ada banyak tentara berlarian. Dan, dan ada beberapa diantara nya bersiaga di depan kamar sang jenderal, tepat di depan kamar ini. Dengan membawa senjata laras panjang yang siap di tembakkan.

"JENDERAL!! KELUAR JENDERAL!!"

DOR! DOR! DOR!!

Yanti menutup mulutnya, "Ayah!!"

Alpiah bergegas menahan Yanti yang hendak membuka pintu yang sudah ia kunci. Putri sulung Pak Nas itu bahkan sudah menangis. Tidak sekali dua kali tembakan itu terdengar. Tapi berkali-kali!

"Piah! Ayah!! Ayah!!" Yanti sekuat tenaga memberontak. Air mata bercucuran di pipinya. Hanya dengan suara tembakan itu, dia sudah bisa menyimpulkan. Siapapun mereka, orang-orang itu berusaha mencelakai ayahnya. Dia tidak akan membiarkan hal itu terjadi.

"Yanti, jangan mendekat!" Alpiah menarik anak majikannya menjauh dari pintu. Yanti berusaha melawan, dia bersikeras ingin melihat ayahnya.

KAPTEN, BAGAIMANA BISA AKU MELUPAKANMU? [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang