21 - MOMEN SWEET

10.4K 469 6
                                    

Mansion Edwardz menghadirkan pemandangan megah dan mewah, yang mencerminkan kedudukan Azka sebagai seorang mafia terkemuka. Para pengawal Edwardz menyambut mereka dengan sopan, namun suasana seketika berubah ketika Dazai muncul di lorong.

Langkah Dazai terhenti begitu ia melihat Ahhka yang berjalan bersama Azka. Sorot mata tajam Dazai langsung tertuju pada Ahhka, dan kejutan terpancar dari ekspresinya. Itu seolah-olah Ahhka sudah lama tidak terlihat olehnya.

Dengan nada tegas, Dazai langsung bertanya kepada Azka, "Mengapa kau membawa bocah sialan ini lagi, Zka?"

Azka menatap kakaknya dengan ekspresi datar, tidak terpengaruh oleh kejutan Dazai. "Jangan ikut campur lagi," jawabnya tegas, lalu membawa Ahhka pergi dari hadapan Dazai.

Dazai merenung sejenak, menggumamkan rencananya, "Ayah harus tahu tentang ini."

Setelah pertemuan dengan Dazai, Azka membawa Ahhka ke kamarnya. Dia merasa perlu memberikan Ahhka tempat untuk istirahat.

"Kau harus tinggal di sini dan beristirahat. Aku akan membawakanmu makanan setelah berbicara dengan ayah," jelas Azka seraya mencium kening Ahhka dengan lembut.

Ahhka hanya mengangguk patuh dan berbaring di atas kasur. Azka meninggalkan kamarnya setelah mengunci pintu, merasa perlu mengatur segalanya dengan hati-hati.

***

Azka tiba di ruang pertemuan dengan ayahnya, Dalbert. Ruangan itu penuh dengan bau alkohol, dan Dalbert duduk di sofa dengan gelas minuman di tangan.

Azka mulai maju dan akan mengatakan sesuatu, tetapi perkataannya terpotong ketika Dalbert mengangkat tangan untuk menghentikannya.

"Aku sudah tahu apa yang ingin kau katakan," kata Dalbert dengan nada tajam. "Mengapa kau masih berani membawa bocah itu kemari, Azka?"

Azka tetap diam, mendengarkan ayahnya berbicara, dan Dazai yang berdiri di sudut ruangan, menyaksikan perdebatan ini.

"Aku dulu tidak membunuhnya, tapi jangan berpikir setelah kau membawanya kemari lagi, aku tidak akan segan-segan menjadikannya mayat," ancam Dalbert dengan nada keras.

Azka yang masih diam mulai angkat suara, "Sebelum itu, ayah harus melihat mayatku terlebih dahulu."

Dalbert tercengang mendengar perkataan Azka, yang jelas menunjukkan bahwa Azka mulai menantangnya.

"Ahhka tidak lagi menjadi pengawal pribadiku. Dia adalah kekasihku sekarang, ayah," kata Azka dengan tegas, mencoba mengambil kendali dalam situasi ini.

Kata-kata Azka membuat Dalbert sangat terkejut.

"Apa yang kau katakan!?" Dalbert berteriak, mencoba meresapi kenyataan yang diucapkan oleh Azka.

"Ayah harus terima kenyataan, dan jangan ikut campur dalam hubungan kita lagi," kata Azka, memutuskan untuk meninggalkan ruangan.

Dazai yang sejak tadi hanya menonton, mencoba mengejar Azka, tetapi Dalbert menghentikannya.

"Tidak perlu, Dazai. Azka tidak akan pernah menarik kembali perkataannya. Aku mengerti situasinya. Dan jangan ikut campur dalam urusan anak itu, Dazai," kata Dalbert pada putranya yang lebih tua itu.

Dazai mencoba memahami, meskipun dia masih sangat emosional setelah mendengar perkataan Azka.

***

Suasana di dalam kamar semakin menjadi hangat dan intim. Azka membuka pintu dengan hati gembira, membawa makanan lezat untuk Ahhka. Kebahagiaannya tersirat jelas dari senyuman yang menghiasi wajahnya.

Dengan perlahan, dia memasuki kamar dan meletakkan makanan di atas meja. Tindakannya yang lembut dan penuh perhatian mencerminkan kasih sayang yang dia miliki untuk Ahhka.

Ahhka berdiri di depan cermin, sibuk memperbaiki kemejanya. Saat merasa pelukan erat dari belakang, dia terkejut dan mengalihkan pandangannya. Wajah Azka terpantul di cermin, dan dia segera menangkap tatapan penuh keinginan di mata Azka.

"Hia... kau mengagetkanku!" kata Ahhka dengan sedikit canda, meskipun dia sendiri terkejut dengan kedatangan Azka yang tiba-tiba.

Azka masih memeluk Ahhka, mencium leher Ahhka dengan lembut. Nafasnya hangat di kulit Ahhka. Ahhka merasakan geli dan kenikmatan, tetapi dia harus menyelesaikan apa yang tengah dikerjakan.

"Hmm... Hia... Hentikan, aku sedang memperbaiki bajuku ini," keluh Ahhka sambil tetap sibuk dengan bajunya.

Azka tidak bisa mengendalikan nafsunya saat melihat Ahhka. Dia mulai mengunci kemeja Ahhka dengan perlahan, memberikan tatapan cabul saat Ahhka melihatnya melalui cermin.

Ahhka segera menyelesaikan pekerjaannya untuk menghindari godaan lebih lanjut. Setelah dia berhasil mengunci bajunya, dia berbalik, membuat Azka yang tadinya penuh semangat tampak kesal.

"Mana makanannya?" tanya Ahhka dengan lapar yang sudah tidak tertahankan.

"Ini," jawab Azka sambil menempatkan tangan Ahhka ke magnumnya, menunjukkan bahwa Ahhka adalah "makanan" yang dia maksud.

"Sial! Aku sudah bosan memakan itu," sahut Ahhka dengan nada jengkel.

Azka hanya tertawa manis dan menjawab, "Baiklah. Kau duduk, dan aku akan menyuapi mu." Dia mengambil posisi di sebelah Ahhka.

Azka mulai menyuapi Ahhka dengan sendoknya. Ahhka makan dengan lahap, namun Azka selalu berusaha memasukkan sebanyak mungkin makanan dalam satu sendokan.

Pipi Ahhka mulai menggembung karena makanan yang dipaksa oleh Azka, dan terlihat sangat menggemaskan. Ahhka bahkan tidak bisa bicara karena mulutnya yang penuh.

Azka tertawa melihat ekspresi Ahhka yang lucu saat mencoba menelan makanan dalam jumlah besar.

"Hmm... Hia... mengapa kau tertawa!" tanya Ahhka ketus, tetapi dia tidak bisa membantah karena pipinya terus diusik oleh Azka.

Azka meraih pipi Ahhka dan sesekali mencubitnya dengan lembut. "Sesudah ini, aku akan memakanmu," ujarnya penuh nafsu.

Azka melanjutkan menyuapi Ahhka hingga makanan habis. Setelah itu, dia pergi sebentar untuk mengambil air minum untuk Ahhka. Tapi Azka, entah dengan sengaja atau tidak, lupa mengunci pintu kamar.

To be continued.

 MAFIA X BABY BOY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang