Genta sudah mempersiapkan hari ini sejak satu bulan yang lalu. Pembicaraan terakhirnya dengan Tama, memberinya keyakinan untuk mengambil langkah ini. Hari ini, hari ulang tahun Alana, ia pilih menjadi momentum yang selama ini ia cari-cari sebagai alasan. Dengan bantuan kedua keluarga dan teman-teman dekat mereka, Genta memilih kafe favorit Alana yang kebetulan memiliki bagian outdoor yang didominasi warna putih dengan pepohonan rindang yang memberikan suasana sejuk dan nyaman. Segala sesuatunya sudah disiapkan dengan baik mulai dari menu makanan, dekorasi, sampai pilihan musik latarnya. Sekarang tinggal bagaimana mengajak Alana ke sana, tanpa terlalu banyak pertanyaan.
Untuk mengurangi kecurigaan Alana, Genta tetap mengucapkan selamat ulang tahun seperti biasa, dan hanya meminta Alana untuk mengosongkan jadwalnya di hari itu. Pagi hari seusai sarapan, Genta sudah berada di rumah Alana dan menjemputnya.
"Ta... kok pagi banget deh... emang kita mau ke mana sih?" tanya Alana bingung, karena biasanya mereka baru akan keluar rumah sekitar jam makan siang, sekalipun Genta sudah berada di rumahnya sejak pagi.
"Boleh dong sekali-sekali beda dari biasanya...," jawab Genta sambil mengacak rambut Alana yang duduk di sampingnya dengan satu tangan, sementara tangan satunya memegang kemudi, "aku tuh belum beli hadiah buat kamu lho, Sayang... kamu pilih sendiri aja gimana? Lagi pengen apa?" Alasan sebenarnya Genta sengaja mengungsikan Alana dari rumahnya pagi ini agar keluarga Alana bisa bersiap-siap tanpa dicurigai.
Alana tertawa pelan mendengar kejujuran itu, "Apaan sih, Ta... kayak anak kecil lagi ulang tahun aja... rasanya semakin ke sini ulang tahun tuh udah jadi kayak hari biasa aja gitu buat aku, apalagi waktu di Belanda. Rasanya surprise atau perayaan seru-seruan kayak waktu sekolah atau kuliah dulu udah lewat aja gitu rasanya... yang penting buat aku sekarang, bisa ngabisin waktu sama orang-orang terdekat aku aja udah cukup... termasuk sama kamu...," tutur Alana jujur seraya menggenggam tangan Genta yang sedang berada di atas persneling.
Semoga kali ini aku berhasil bikin ulang tahun kamu jadi sedikit lebih spesial ya, La..., batin Genta sambil mengeratkan genggamannya.
***
Genta dan Alana akhirnya tiba di kafe favorit Alana tersebut. Begitu rapinya Genta menyiapkan semua ini termasuk sampai meminta agar ada tempat parkir khusus undangan di belakang kafe agar tidak terlihat ketika mereka datang. Ia tahu Alana pasti mengenali mobil-mobil itu dari nomor polisinya. Alana memang memiliki perhatian yang cukup detail.
"La..., kamu pakai dulu tutup matanya ya... nanti aku tuntun pelan-pelan...," ucap Genta sambil memakaikan slayer hitam menutupi mata Alana sebelum mereka turun dari mobil.
"Ta... harus banget? Kamu kok tumben sih surprise ala-ala gini?" tanya Alana. Yang ia tahu, Genta adalah lelaki sederhana yang cukup straightforward dan nggak aneh-aneh. Bukan tipe yang suka bermain kode, sehingga segalanya terasa mudah bagi Alana di awal-awal hubungan mereka dulu.
"Udah, ikut aja... percaya sama aku ya...," jawab Genta yang kemudian menuntun Alana turun dari mobil dan memasuki area kafe.
"Udah siap ya, La...," bisik Genta sambil membuka ikatan slayer di kepala Alana dan semua orang yang ada di sana langsung menyanyikan lagu happy birthday untuk Alana. Ada Papa, Mama, Rama, Taskya, Freya, Aurora, dan bahkan Ayah, Ibu, serta adik Genta, Laras. Di depan Alana sudah ada meja kecil dengan kue Triple Chocolate dari The Harvest yang tentu saja adalah favorit Alana. Alana menoleh ke arah Genta yang sejak awal selalu berada di sisinya, lalu memeluknya erat dari samping. Setelah tamu undangan selesai menyanyikan lagunya, Alana meniup lilin angka 2 dan 8 yang berdiri tegak di tengah kue.
"Aku tau kamu nggak suka jadi center of attention. Tapi khusus hari iniii aja... gapapa ya?" tanya Genta yang tiba-tiba sudah memegang mic. Lagu instrumental romantis pun tiba-tiba mengalun di antara mereka. "La... di hari yang spesial ini, bertepatan sama ulang taun kamu, dikelilingi orang-orang terdekat kamu, aku pengen bilang kalau... setelah ribuan kilometer jarak yang kita jalani bareng-bareng di Belanda, setelah ribuan kilometer juga jarak dan waktu yang memisahkan kita selama aku kembali ke Indonesia dan kamu di Belanda, sampai akhirnya jarak itu hilang dan mempertemukan kita lagi, aku semakin yakin kalau memang kamu orangnya, La..." tutur Genta dengan tatapan yang tidak lepas dari mata Alana yang hari ini terlihat sangat manis mengenakan midi dress lengan pendek berwarna baby blue dan rambut yang terurai agak bergelombang hasil catokannya pagi ini.
"Ta... ini... kamu...," ucap Alana lirih dengan terbata-bata. Matanya mulai terasa panas dan sedikit berair.
Satu tangan Genta menggenggam kedua tangan Alana dan meremasnya pelan, "Kalau kamu tanya kenapa sekarang, aku juga nggak tau pasti jawabannya, La... aku cuma pengen kasih kamu waktu untuk menata kembali hidup kamu di sini, nggak mau terlalu terburu-buru takut kamunya malah nggak nyaman dan pergi... dan aku juga nggak tau kapan waktu yang tepat untuk ngomong ini tapi yang aku tau, aku nggak bisa kehilangan kamu lagi, La...," Genta menghela nafas panjang sejenak dan mengambil sebuah kotak kecil dari sakunya. Dengan gerakan cepat Genta membuka kotak itu dan berlutut di hadapan Alana, "aku mau selalu ada di samping kamu, melalui hari-hari terbaik dan terberat kamu, Azalia Alana Prawira, apa kamu mau ngejalanin hidup kamu lagi sama aku, dan kali ini untuk selamanya?"
Alana tidak membayangkan skenario ini akan terjadi hari ini, tepat di hari ulang tahunnya. Ia menutup mulutnya dengan satu tangan. Ia melihat sekilas ke arah para tamu dan menemukan tatapan penuh harap dan senyum dari mereka. Ia kembali menatap Genta dengan air mata yang mulai menetes dari sudut matanya. Dengan segenap keyakinan yang tiba-tiba memenuhi hatinya, Alana mengangguk dan membiarkan Genta memakaikan cincin itu di jemarinya. Alana lalu menghambur ke pelukan Genta dan menangis di sana sementara para tamu bertepuk tangan riuh.
"Kamu curang... kalau caranya semanis ini dan di depan orang banyak gini... gimana aku nolaknya?" protes Alana berbisik di telinga Genta yang langsung membuat Genta menarik kepalanya dari bahu Alana dan mengerutkan keningnya.
"Jadi kamu sebenernya mau nolak aku?" Genta mengurai pelukannya dan menatap Alana dengan kening yang berkerut.
"Ya enggak dong, becanda ah serius banget, I love you, sayang...," ucap Alana haru kemudian memberikan kecupan singkat di pipi Genta yang disambut pelukan erat dari lelakinya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The GentAlana Story (REVISED)
Literatura FemininaBerawal dari iseng-iseng mengajukan aplikasi beasiswa, Alana (25) memulai petualangan barunya di negeri Belanda. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam satu tahun ke depan. Terlebih setelah semesta mempertemukannya dengan Gent...