Haloooo. Terima kasih sudah membaca sampai sini. Ini part terakhir yaa. Untuk yang sudah membaca versi pertama banget, ada beberapa chapter tambahan yang aku kasih tanda (new). Dulu part2 tambahan ini udah sempat aku draft, tapi ga selesai, dan belum cukup untuk dipublish jadi 1 chapter. Beberapa koreksi dari teman2 pembaca sekalian juga udah aku update. Timelinenya juga semoga udah lebih rapi sekarang. Terima kasih sekali udah baca cerita ini yaaaa. Doakan aku bisa balik nulis cerita baru lagiiii. Ada yang kusimpan di draft tapi masih mentah banget, masih loncat-loncat, belum jelas arahnya ke mana huhuhu. Semoga bisa segera kumatangkan.
See you next time! ❤️❤️❤️
Hyde Park, London
Satu minggu berlalu setelah acara pernikahan Genta dan Alana yang terbilang cukup sederhana. Dengan persiapan yang cukup singkat, hanya sekitar empat bulan. Akad nikah dan resepsi dihadiri oleh kurang lebih 500 tamu undangan yang sebagian besar adalah undangan orang tua. Jumlah yang terbilang kecil untuk ukuran undangan pernikahan karena selain kolega dari para orang tua dan keluarga besar dari kedua belah pihak, Alana dan Genta hanya mengundang masing-masing 10-20 orang sahabat yang memang cukup dekat untuk mereka, seperti teman-teman selama di Leiden, di kantor, dan beberapa sahabat lama. Alana dan Genta sama-sama satu visi untuk tidak membebankan orang tua dengan pesta besar-besaran, walaupun keduanya adalah anak pertama dari masing-masing keluarga. Bagi mereka, lebih baik uangnya ditabung untuk masa depan nanti, dan bulan madu tentunya.
Genta dan Alana memilih London sebagai destinasi bulan madu mereka karena walaupun hampir selalu mendung dan gloomy, kota ini selalu membuat mereka merasa ingin kembali, sama halnya dengan Leiden. Mereka baru saja tiba tadi pagi setelah menempuh penerbangan 17 jam. Supaya tidak terlalu lama jetlag, setelah menitipkan koper di hotel, mereka memutuskan untuk berjalan pagi dan mampir di sebuah cafe kecil untuk sarapan. Beruntung cuaca pagi ini cerah walaupun cukup dingin karena sedang winter.
Bersama Genta, Alana akan berhasil mencoret satu hal lagi dari bucket list mereka: mengunjungi Winter Wonderland di London. Mirip dengan Leiden Onzet, Winter Wonderland adalah pasar malam ala Inggris Raya yang hanya berlangsung ketika musim dingin. Rencananya nanti sore sampai malam mereka akan bertualang di kawasan Hyde Park yang sudah disulap menjadi arena bermain dengan rollercoaster besar, seluncur salju, arena bumper car, dan banyak lagi permainan khas pasar malam lainnya.
Alana menyesap teh hangatnya dan menghirup udara segar pagi itu dalam-dalam lalu menghembuskannya, "Aku nggak nyangka bisa ada di sini lagi... di London... sama kamu lagi...," ucapnya dengan tatapan berbinar-binar, satu tangannya menggenggam lembut tangan Genta yang berada di atas meja, di hadapannya, "makasih buat semuanya ya, Sayang...,"
Yang Alana maksud dengan semuanya termasuk pengurusan visa Inggris yang begitu sat set sat set tahu-tahu Alana tinggal foto saja. Alana saja tidak sempat memikirkan rencana bulan madu karena persiapan pernikahan yang serba cepat, apalagi honeymoon ke London. Entah bagaimana Genta mengumpulkan semua biaya untuk trip ini, atau begitu besar keyakinannya bahwa hasil amplop resepsi pernikahan mereka akan cukup membiayai liburan mereka berdua. Tanpa sadar Alana tersenyum sambil menggelengkan kepala karena geli dengan pikirannya sendiri.
"Sama-sama, Sayang... kok ketawa... kepikiran apa?" tanya Genta mengerutkan kening karena tingkah Alana yang tiba-tiba.
"Nggak, kok kepikiran sih, London lho ini, nggak murah. Kamu yakin banget amplopan kita cukup apa kamu nguras tabungan buat ini, Ta? Pulang dari sini kita makan nasi pake garem sama kerupuk aja ya?" celoteh Alana sebelum kembali tertawa.
Genta ternganga mendengar kata-kata istrinya barusan dan refleks menjitak kepala Alana pelan. Iya, istrinya, resmi sudah ia terjebak bersama perempuan yang mulutnya tanpa filter ini selamanya. Seseorang yang ditemuinya ketika ia sedang berjarak dengan keluarga, dengan realita kehidupan masa lalu, dan sedang menemukan kembali tujuan hidupnya untuk masa depan. Seseorang yang sejak minggu lalu menjadi teman perjalanannya dalam menempuh ribuan jarak yang terbentang di hadapan mereka selanjutnya.
"Kamu belum resign dari kantor kan? Yaa paling kalau gaji aku abis nanti tolong ditanggung dulu biaya hidup suaminya sampai gajian berikutnya ya...," jawab Genta dengan tidak kalah sembarangannya. Alana terbahak-bahak sebelum kembali menikmati cakenya.
***
"Ta... kayaknya aku nggak akan lagi mau jauh dari kamu deh. Bisa sih mungkin bisa, tapi nggak mau...," ucap Alana saat mereka sedang berjalan bergandengan tangan setelah bermain .... Walaupun sudah memakai sarung tangan, suhu dingin masih menusuk dan menggenggam tangan satu sama lain menambah kehangatan yang mereka butuhkan.
Mendengar itu Genta menghentikan langkahnya, menarik Alana untuk menepi sejenak dan memposisikan tubuh mereka saling berhadapan, "Kamu kok tiba-tiba ngomong gitu, Sayang?"
Alana melihat sekeliling dan menemukan ferris wheel atau gondola tidak jauh dari tempat mereka berdiri, "Sambil naik itu yuk ngobrolnya," ajak Alana sambil menarik tangan Genta untuk mengikuti langkahnya.
Setelah mengantri agak lama, akhirnya Alana dan Genta mendapat kesempatan untuk menaiki gondola. Mereka duduk bersisian sambil merapatkan winter coat dan syal masing-masing.
"Jadi...?" tanya Genta sengaja menggantung ucapannya agar Alana melanjutkan pembicaraan mereka yang tadi terpotong.
"Pernikahan itu kan awal perjalanan seumur hidup ya, Ta... dan buat aku menikah itu juga masalah yang dicari-cari sebenarnya...," Alana berhenti sejenak dan terkekeh melihat Genta yang mengerutkan keningnya, "iya dong, menikah kan berarti kita akan terus berusaha ada untuk satu sama lain, tidak habis-habisnya berkompromi, belum kalau nanti punya anak, dan lain-lain. Sendirian di Belanda setelah kamu balik ke Indonesia, aku jadi sadar kalau aku perlu orang yang selalu aku tunggu untuk pulang atau nungguin aku di rumah ketika aku harus pulang malam misalnya. Aku perlu ngedengerin cerita tentang gimana orang itu melalui hari-harinya, dan begitu juga sebaliknya. Tapi ketika kita terpisah jarak, dan mungkin perbedaan waktu, rutinitas ini tuh bisa jadi sangat membosankan, karena kita nggak ketemu langsung...," tutur Alana dengan suara yang makin lama semakin pelan, "nggak bisa sambil dipeluk-peluk...,"
Genta tersenyum mendengar penuturan Alana yang begitu manis dan jujur. Ia tidak menyangka perempuan di hadapannya yang dulu bahkan jarang sekali menggunakan kata "sayang" bisa tiba-tiba romantis seperti ini. Entah apakah ini kombinasi suasana Winter Wonderland dan mereka yang masih dalam mood pengantin baru yang sedang honeymoon, atau sesederhana karena mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri.
"Istri aku sekarang udah pinter ngegombal ya ternyata... there are flying butterflies in my stomach right now...," ucap Genta sambil memegang perutnya yang langsung mendapat cubitan gemas dari Alana. Genta menarik Alana ke dalam rengkuhannya dan memeluknya erat.
"Bener kan yang aku bilang waktu kamu baru pulang dari Belanda, kita udah bukan orang yang sama dari terakhir kita ketemu, dan kita nggak bisa ngulang apa yang udah pernah terjadi, tapi kita bisa bikin memori baru, ya kayak sekarang ini contohnya," ujar Genta sambil memberikan kecupan singkat di kening Alana, yang ganti mengeratkan pelukannya di pinggang Genta, "tapi La... kalau perjalanan dinas dari kantor gitu kayaknya kamu nggak bisa ikut deh...,"
Alana mengurai pelukannya dan mendengus kasar, "Perjalanan dinas paling berapa lama sih? Tiga hari? Seminggu? Sebulan? Eh jangan ya, maksimal sebulan. Lebih dari itu aku susulin kalo weekend!" seru Alana setengah merajuk, "maksud aku kayak siapa tau kamu tiba-tiba mau S3 gitu, aku ikut pokoknya!"
"Hmmm... kamu jadi ngasih ide gini sih, La... PhD menarik juga kayaknya, gantian aja gimana? Aku duluan atau kamu duluan, biar bisa sambil gantian ngurus anak, dan bisa lama tinggal di luar negerinya... yuk?" ucap Genta dengan antusias. Alana membelalakkan matanya dan menghela nafas panjang.
"Baru juga satu minggu nikah... udah mikirin punya anak sambil PhD tuh gimana sih ceritanya, Bapak Genta...," keluh Alana yang diiringi gelak tawa Genta. London malam itu, menjadi ribuan kilometer pertama yang mereka tempuh dengan status sebagai suami istri, dan akan banyak lagi perjalanan ke berbagai benua, negara, dan kota yang menjadi tujuan mereka melangkahkan kaki bersama, untuk dapat semakin memahami makna cinta, dan bagaimana jarak membuat segalanya menjadi lebih berwarna.
*The End*
KAMU SEDANG MEMBACA
The GentAlana Story (REVISED)
ChickLitBerawal dari iseng-iseng mengajukan aplikasi beasiswa, Alana (25) memulai petualangan barunya di negeri Belanda. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam satu tahun ke depan. Terlebih setelah semesta mempertemukannya dengan Gent...