Hari ini akhirnya Alana mengunjungi kampusnya lagi. Seluruh mahasiswa baru di Universitas Leiden harus menghadiri pertemuan ini untuk dikenalkan dengan sistem akademik di Leiden. Selain itu, hari ini juga mereka harus melakukan enrollment atau pendaftaran mata kuliah secara online. Alana sudah duduk di bangku kantin fakultas bersama Rendra sementara menunggu waktu pertemuan dimulai.
"Ternyata rame juga ya, Ndra...," ujar Alana sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling.
"Iya, La, tapi orang Indonesia-nya cuma kita berdua banget nih?"
"Surprisingly yes... eh sebentar itu kayaknya Mbak Adira," ucap Alana sambil bergerak menghampiri seseorang yang tampak sedang menunggu di dekat tangga naik.
Tidak lama kemudian Alana kembali ke kantin bersama dengan Mbak Adira, "Ndra, kenalin ini temen gue, namanya Mbak Adira," Rendra lalu menyalami wanita yang berdiri di sebelah Alana, "tau gitu tadi berangkat bareng, Mbak. Kamu mau enrollment juga ya? Ambil apa sih kuliahnya?"
"School psychology, La... udah tinggal thesis sih sebenernya..., ini iseng aja ke kampus... kalian nggak masuk kelas? Pasti mau opening day kan?" tutur Mbak Adira sambil duduk di sebelah Alana lalu membuka laptopnya.
"Iya, Mbak... kita masuk dulu ya, kamu abis ini ada agenda lagi atau gimana? Siapa tau bisa pulang bareng...," ucap Alana sambil membereskan barang-barangnya.
"Mungkin mau ngerjain thesis, tapi kabarin aja, La...," jawab Mbak Adira sambil tersenyum.
"Oke, Mbak, kita duluan ya... yuk, Ndra...,"
***
Setelah kurang lebih satu jam Alana dan Rendra mendengarkan penjelasan dari ketua jurusan psikologi, mereka kembali ke kantin dan menemukan Mbak Adira masih duduk di sana.
"Horror juga ya ternyata kuliah di Belanda. Dapat nilai 6 aja udah bagus katanya...," ujar Rendra sambil menghela nafas panjang.
"Iya nih, apalagi buat yang writing-nya pas-pasan kayak gue...," keluh Alana sambil memijat pelipisnya.
"Tenang... keliatannya kalian akan survive kok di sini...," Mbak Adira tersenyum menenangkan.
"Ndra, lo jadi ambil Social Animals at Work nggak?" tanya Alana sambil melihat-lihat jadwal kuliah untuk dua bulan ke depan.
"Jadi, La, bareng?" tanya Rendra yang duduk di hadapan Alana.
"Iya deh, soalnya cuma ada di semester ini..., bareng ya... ini kuliah umum gitu kan cuma satu kelas?" tanya Alana yang dijawab dengan anggukan Rendra.
Alana dan Rendra lalu sibuk dengan laptop masing-masing dan mengunduh jurnal-jurnal yang akan menjadi materi kuliah dua bulan ke depan. Di sini, mahasiswa sudah diberitahu jurnal wajib yang menjadi materi kuliah, bahkan sebelum diterima menjadi mahasiswa. Kita bisa mengetahui judul-judul jurnalnya melalui website kampus, pada masing-masing mata kuliah. Tidak hanya itu, seluruh jurnal ini bisa diunduh secara gratis melalui internet kampus. Alana yang sejak kuliah S1 dikenal sebagai miss journal tentu luar biasa bahagianya.
"Abis ini mau ngapain, La?" tanya Rendra sambil menutup laptopnya.
"Belum ada rencana sih, Ndra, kenapa?" tanya Alana sambil masih sibuk dengan laptopnya. Mbak Adira sudah lebih dulu kembali ke Den Haag karena ada yang perlu dibeli.
"Anak-anak ngajakin makan pancake nih... katanya kan wajib nyobain panenkoekken di Belanda...," ujar Rendra sambil terkekeh.
"Wah boleh tuh, laper sih gue...," ucap Alana dengan cengiran lebar di wajahnya, "mereka pada di mana?"
"Mereka dari UB sih... sepedahan, paling bentar juga sampe... kita jalan sekarang aja yuk? Tapi gue ambil sepeda dulu di parkiran bawah...," ajak Rendra.
***
Lima belas menit kemudian sampailah Alana dan Rendra di depan bangunan bertuliskan Oudt Leyden. Rendra terlalu fokus memandangi Alana dalam diam sampai tidak sadar dari kejauhan ada tiga pesepeda melambai-lambai ke arah mereka. Sejak awal bertemu Alana, Rendra merasa ada yang tidak beres dengan dirinya. Ia jadi sering memikirkan Alana, dan agak menyesali pilihannya untuk tinggal di Leiden demi mengirit biaya transportasi. Padahal, uang bulanan beasiswa LPDP-nya masih mencukupi untuk bolak-balik Den Haag-Leiden.
"Woy, bengong ati-ati kesambet lho," tegur Raka sambil menghentikan sepedanya tepat di depan Rendra. Alana tertawa melihat tingkah teman-teman barunya. Agni dan Kinan mengikuti di belakang Raka. Mereka lalu masuk ke dalam restoran dan mulai melihat-lihat buku menu. Ternyata porsi pancakenya cukup besar, mereka memutuskan untuk memesan dua macam pancake untuk dibagi berlima.
"Bener ya ternyata, kalau sering-sering jajan di sini cepet bangkrut...," keluh Alana. Ia memang kuliah di sini dengan beasiswa. Namun, beasiswa yang diberikan universitas hanya biaya kuliahnya saja. Beruntung orang tua Alana betul-betul menyiapkan dana pendidikan yang cukup besar bagi anak-anaknya. Bagi mereka, pendidikan adalah salah satu hal yang tidak ternilai. Orang tua Alana akan mengusahakan segala cara jika anak-anaknya mau melanjutkan studinya.
"Iya, La, masak adalah koentji banget nih ya kayaknya," ujar Kinan menyetujui ucapan Alana.
"Yaudah kalau gitu next time kita ngumpul masak bareng gimana?" tawar Raka yang langsung diiringi anggukan keempat orang temannya.
Setelah bertukar cerita tentang hari pertama perkenalan dengan jurusan masing-masing, lima orang mahasiswa ini akhirnya berpisah ke tempat masing-masing. Alana melambaikan tangan kepada empat orang temannya yang melajukan sepeda ke arah berlawanan. Dirinya lalu berbalik badan dan berjalan ke arah stasiun kereta. Cuaca hari itu dingin, tetapi tidak terlalu berangin. Alana sudah mulai terbiasa dengan baju lima lapis untuk melawan cuaca di sini. Kadang, kalau angin sedang kencang-kencangnya, Alana harus berpegangan pada tiang supaya tubuh kurusnya tidak ikut terbang terbawa angin.
Sampai di stasiun Alana bergegas menempelkan OV Chipkaartnya pada pintu masuk, dan berlari kecil menuju peron nomor 9 yang akan membawanya pulang ke Den Haag. Alana berjalan agak ke depan dan menunggu kereta yang akan datang lima menit lagi menurut layar monitor. Dari kejauhan ia melihat sosok yang akhir-akhir ini sangat familiar di hari-hari Alana dengan sepedanya, menunggu kereta yang sama sambil memainkan ponselnya.
"Ta... dari kampus juga?"
KAMU SEDANG MEMBACA
The GentAlana Story (REVISED)
Chick-LitBerawal dari iseng-iseng mengajukan aplikasi beasiswa, Alana (25) memulai petualangan barunya di negeri Belanda. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam satu tahun ke depan. Terlebih setelah semesta mempertemukannya dengan Gent...