chapter 17

635 72 0
                                    

Genta baru saja sampai di apartemen selesai kelas sore ini dan terhenti di depan unit Alana yang hanya berjarak beberapa langkah dari unitnya.

"La...," panggil Genta sambil mengetuk pintu kamar Alana.

Tidak ada jawaban. Tumben, seingatnya hari ini bukan hari kuliah Alana. Atau mungkin dia lagi jalan-jalan ke Centrum ya, batin Genta. Ia lalu meraih ponselnya dari saku jaket dan menelepon Alana.

"Halo, Ta?" panggilan Genta diangkat setelah dering ketiga.

"Halo, La... lagi... nggak di kamar ya?" tanya Genta hati-hati.

"Eh, aku lagi di kamar Mbak Adira, ke sini aja, Ta...," jawabnya dari ujung sana.

"Oh... oke...,"

Genta menutup telepon lalu kembali menuju lift untuk turun ke lantai 3 tempat unit Mbak Adira berada.

Beberapa saat kemudian, Genta sudah sampai di depan pintu nomor 83 dan mengetuknya pelan.

"Hai, Ta... sini masuk...," sambut Mbak Adira yang membuka pintu.

"Assalamualaikum, lagi pada ngapain nih?" tanya Genta sambil meletakkan sepatu di dekat pintu.

"Ini lho, Ta... aku ngajakin Alana nemenin nyanyi di Kunst Avond...," tutur Mbak Adira sambil entah sedang menggoreng makanan enak apa lagi di teflonnya.

"Iya nih, Kunst Avond terakhir katanya...," tambah Alana sambil tersenyum, "baru pulang ya, Ta?"

"Iya, La... jadi... akhirnya kamu ikut nyanyi-nyanyi sama Mba Adira nih?" goda Genta sambil beralih duduk di hadapannya.

"Duh, aku nggak yakin sih, pengen ngiringin aja sebenernya tapi gitarnya di Indo, gimana dong?" ujarnya sambil terkekeh.

ALANA

"Wait... you? Kamu bisa main gitar, La?"

"Lho kamu belum liat instagramnya Alana emangnya, Ta?" tanya Mbak Adira heran sambil membawakan sepiring pisang goreng untuk mereka bertiga. Genta mengangkat alisnya dan menatap Alana.

"Eh... nggak... nggak usah...," jawab Alana sambil menggeleng cepat.

"Ih parah, teman macam apa kamu, Ta, Alana tuh sering cover lagu gitu di instagramnya... nyanyi-nyanyi pake gitar, makanya aku ngajakin buat ikutan Kunst Avond...," celoteh Mbak Adira. Alana langsung meletakkan jari telunjuknya di depan mulutnya meminta Mbak Adira untuk tidak melanjutkan ceritanya.

Genta menatap Alana penuh arti dan tersenyum, "Instagram kamu apa namanya, La?"

"Jangan, deh, Taaa... jelek... malu ah...,"

"Azalialana, Ta, cari deh...," ujar Mbak Adira usil. Genta langsung gesit mengetikkan nama yang disebutkan Mbak Adira di instagramnya sementara Alana menutup wajahnya dengan bantal yang sedari tadi dipeluknya.

"Aku pake headset deh yaaa...," ujar Genta sambil mengacak rambut Alana pelan. Mbak Adira tampak terkejut dengan gestur kecil Genta lalu tersenyum mengerti.

"Nice voice, La...," puji Genta setelah mendengarkan salah satu postingan di instagram Alana, "kalian mau nyanyi apa sih emangnya? Aku tuh ada gitar lho di atas...,"

"Eh? Kok kayaknya aku nggak pernah lihat?" tanya Alana dengan kening berkerut.

"Ada di lemari, La..., aku ambilin dulu aja ya, gimana?"

"Boleh pinjem nggak, Taaa?" tanya Mbak Adira dengan mata berbinar-binar.

"Udah dibikinin pisang goreng gini masa nggak boleh? Bentar ya," ucap Genta mengambil sepotong pisang goreng lalu beranjak ke kamarnya.

Begitu Genta menutup pintu, Mbak Adira bertanya dengan tatapan menyelidik, "Aku boleh kepo nggak sih, La? Udah jauh ya nih kayaknya sama Genta?"

***

Sekitar pukul delapan malam akhirnya Alana dan Genta pamit dari kamar Mbak Adira. Tentunya setelah makan masakan disiapkan oleh Mbak Adira. Hukumnya tidak boleh kembali ke kamar masing-masing sebelum makan malam.

"Kamu udah mau istirahat, La?" tanya Genta saat mereka berdua keluar dari lift di lantai 7.

"Belum, Ta, masih mau belajar dulu..., kamu?" tanya Alana menatap Genta yang berjalan di sisinya.

"Sama sih, lagi butuh ditemenin atau lagi perlu belajar sendiri?" tanya Genta lagi. Genta is being himself, selalu memikirkan kebutuhan orang lain dan sebisa mungkin memastikan kalau keberadaannya tidak mengganggu.

"Hmm... I don't mind having a company, your place or mine?"

"Tempatku boleh nggak?" Genta balik bertanya.

"Boleh lah, Ta. Aku ambil laptop dulu ya...," ucap Alana sambil membuka kunci pintu unitnya.

Akhirnya di sinilah mereka, di kamar Genta, sibuk dengan laptop masing-masing seperti biasa. Alana sesekali membuat catatan di bukunya. Ia memang tipe old school untuk urusan belajar, menulis dan mencatat wajib hukumnya supaya ia bisa ingat apa yang dibacanya. Alana tidak sadar kalau Genta sesekali mencuri pandang memperhatikannya untuk beberapa saat. Alana benar-benar mengingatkannya pada Rena, adiknya di rumah. Rena juga senang menulis atau menggambar dengan bolpen aneka warna. Genta tersadar saat ponsel Alana yang terletak tidak jauh darinya berkedip memunculkan nama dan foto seorang laki-laki.

"La, kayaknya ada telepon...," ujar Genta. Alana mengangkat kepala dari buku catatannya dan mengambil ponselnya.

"Hai, Dek... kok lo belom tidur sih jam segini? Bukannya udah jam 3 pagi? Pulang clubbing lo ya?" cecar Alana saat wajah Rama, adiknya, terpampang di layar. Diam-diam Genta menghembuskan nafas lega mengetahui yang menelepon adalah adik Alana.

"Kenapa sih, Mbaak, suudzon aja sama gue...  begadang skripsian nih, udah puyeng makanya nelpon kamu... masih belom malem-malem amat kan di sana?" celoteh Rama.

Alana tertawa mendengar keluh kesah adiknya, "Kasiaaan... sabar ya, bentar lagi juga tau-tau wisuda..., iya nih di sini baru jam 9..., semua sehat kan, Dek?"

"Alhamdulillah sehat kok, Mbak... eh, ngomong-ngomong nih kata Mama, kemaren waktu lo sakit, yang ngangkat telpon lo cowok gitu, ini ceritanya S2 bonus pacar apa gimana?" tanya Rama yang tidak tahu orang yang sedang ia tanyakan juga ada di situ. Genta refleks mengangkat alisnya menatap Alana dan menahan senyumnya.

Alana menyadari itu dan raut wajahnya berubah panik, "Lo rumpi banget sih, Dek, kayak cewek aja...," Rama terbahak-bahak melihat ekspresi sang kakak.

"Kok panik sih? Jangan-jangan orangnya ada di situ ya?" Alana membelalakkan matanya mendengar pertanyaan Rama. Genta menutup mulutnya dan tertawa tanpa suara.

"Ramaaa...," Alana menutup wajahnya dengan kedua tangan. Genta spontan memutuskan untuk berpindah ke sisi Alana dan memunculkan dirinya di layar ponsel.

"Hai, Ram... nyariin gue?" tanya Genta dengan cengiran lebar.

"Waah, beneran ada orangnya, halo, Mas! Gue minta nomor lo boleh nggak? Kalau minta sama Mbak Alana pasti nggak dikasih...," pinta Rama tanpa malu-malu.

"RAMAAAAAA!"

The GentAlana Story (REVISED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang