additional chapter 12

160 23 0
                                    

Alana:
Girls, gue mau cerita dong...

Taskya:
Wiiih ada apa nih? Punya pacar baru, La?

Freya:
Wah baru sebulan di Belanda udah dapet gantinya? Ntapsss

Aurora:
Mau cerita apa, La?

Alana:
Boleh video call aja nggak?

Sesaat kemudian panggilan video dari Taskya masuk disusul dengan munculnya wajah Freya dan Aurora. Alana menyandarkan punggungnya di tembok kamar sebelum memulai ceritanya. Alana menceritakan bagaimana Genta dengan telaten merawatnya ketika ia sakit dan menghiburnya ketika homesick. Setiap detail cerita Alana diiringi dengan sound effect gemas dari ketiga sahabatnya. Mereka menyayangi Alana seperti saudara sendiri. Itulah sebabnya mereka merasa senang sekali karena Alana bisa kembali merasakan bagaimana diperhatikan dengan baik oleh lelaki setelah patah hati terparahnya waktu itu.

Ya, tidak hanya Genta, Alana juga punya masa lalu. Sekitar dua tahun lalu, Alana sempat dekat dengan seorang laki-laki, yang adalah teman lama Alana semasa SMA. Mereka kebetulan dipertemukan lagi di kantor yang sama. Alana yang ramah dan tipikal pendengar yang baik, selalu setia mendengarkan cerita lelaki ini. Lama kelamaan hubungan mereka menjadi dekat. Sayangnya ternyata kedekatan ini dimanfaatkan oleh sang lelaki untuk mencari informasi tentang teman satu tim Alana, yang disukainya sejak awal. Lebih parahnya lagi, lelaki ini selalu curhat setiap progress atau masalah hubungannya dengan teman Alana setiap waktu. Hal yang sama juga dilakukan oleh teman satu tim Alana. Alana terjepit di tengah-tengah, berusaha menjaga perasaan kedua temannya, tanpa ada yang cukup sadar akan perasaan hatinya. Lama kelamaan Alana jengah. Ia merasa hatinya perlahan hancur dan hidupnya semakin terpuruk karena memendam perasaan ini sendirian. Alana perlahan menjauh dari  Akhirnya ia mencari pelarian dengan berburu beasiswa, untuk menghilang sejauh-jauhnya, melupakan sakit hatinya, dan memulai hidupnya yang baru. 

"Gue takut, nanti sama Genta akan gitu juga nggak ya... apalagi gue satu gedung. Gampang banget tinggal ketok pintu juga ketemu. Waktu gue sakit itu juga Genta nginep di kamar gue kan, guys. Gue bukan takut kita kebablasan atau gimana, nggak. Cuma lebih ke takut kebiasaan gitu lho ngerti nggak sih? Sementara dia di sini juga paling 6 bulan lagi," ujar Alana menuturkan kekhawatirannya.

"Alana sayang, kalo menurut gue sih ini jelas ya. Genta tertarik sama lo. Bahkan dia nyadar kalau ada rivalitas antara dia sama Rendra," ganti Freya menyampaikan pendapatnya. Taskya dan Aurora tampak ikut menganggukkan kepalanya.

"Mungkin bisa dipertegas aja dari awal kali, La? Sebelum terlalu nyaman dan terlalu jauh?" tanya Taskya, yang memang paling berani mengambil resiko di antara mereka bertiga.

"Tapi Genta juga baru putus, Ky... chaos nggak sih kalau dua orang baru patah hati terus tiba-tiba pacaran? Kayak dua-duanya lagi cari rebound aja gitu. Genta orangnya baik banget, gue takut nyakitin dia aja gitu nantinya...," kata Alana mengungkapkan keraguannya.

"Genta tau nggak, La, lo juga baru putus? Atau udah pernah lo ceritain soal si mantan?" kali ini Aurora yang bertanya. Alana refleks menggeleng pelan.

"Dia yang lebih open up sama gue soal kehidupannya sih ya sejauh ini... atau waktu itu dia terpaksa cerita karena topiknya nyerempet ke sana. Nggak tau juga...," Alana menghela nafas lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Mungkin coba dijaga dulu ekspektasi sama perasaannya, La...," nasehat Aurora, si paling bijaksana.

Tok! Tok! Tok! Tiba-tiba suara ketukan terdengar di pintu kamar Alana.

"Eh... ada yang dateng nih kayaknya... udah dulu ya, girls, talk to you later!" Seru Alana seraya mematikan panggilan videonya dan bergegas ke arah pintu. Alana tersenyum saat menemukan Genta dari balik peep hole. Jujur degup jantungnya mendadak terasa semakin cepat. Ia menarik nafas dalam-dalam sebelum akhirnya membuka pintu.

"Hai, La... aku ganggu nggak?"

***

Alana kembali berkutat dengan laptop dan tugas kuliahnya, sementara Genta masih mencuci piring bekas makan malam mereka. Sebetulnya Alana sudah menawarkan diri namun ditolak mentah-mentah oleh Genta. Hitung-hitung sebagai ganti rugi karena Alana sudah memperbolehkannya numpang makan nasi setiap malam. Niat Genta berkunjung ke tempat Alana hari ini pun dalam rangka membawakan beras yang dibelinya di Albert Heijn saat perjalanan pulang tadi. Alana pun sempat tidak mau menerimanya tetapi Genta tetap memaksa.

"Baru juga sebulan setengah kamu di sini, kayaknya berat badan aku udah naik deh, La. Tiap malam makan enak terus," ujar Genta sambil terkekeh.

Alana mengangkat pandangan dari laptopnya dengan dahi berkerut, "Emangnya setahun kemarin kamu nggak pernah makan malam apa gimana, Ta? Kok sedih banget sih kedengerannya... emang kenyang ya makan makanan bule yang cuma roti salad sup gitu?!"

Genta kembali tertawa. Mau tidak mau ia jadi mengingat-ingat apa saja yang dimakannya sebelum ada Alana, "Yaaa kalau malas paling order pizza, makan indomie, atau ya fast food lain, lebih boros aja sih, La...,"

"Ck. Untung masih sehat-sehat aja ya kamu, Ta...," ujar Alana kembali tenggelam dalam essaynya yang masih kurang lima ratus kata lagi. Alana tidak sadar kalau Genta sudah selesai mencuci dan memandanginya untuk waktu yang cukup lama. Dalam hati Genta bertanya-tanya, kenapa dengan Alana semuanya terasa mengalir begitu saja. Ia tahu betul perasaannya terhadap Alana sudah berkembang. Namun ia ragu apakah ini hanya pelarian, dan apakah hubungan ini akan mungkin punya masa depan?

"La... mmm... boleh tanya nggak?" ucap Genta hati-hati.

"Hah... sebentar, Ta, nanggung dikit lagi," jawab Alana yang sedang fokus mengetik di laptopnya. Genta memilih untuk duduk di samping Alana dan menunggunya untuk menyelesaikan essay yang katanya harus dikumpulkan besok malam. Tapi ya begitulah Alana, sebisa mungkin mengumpulkan tugas sebelum deadline. Alana meyimpan file tugasnya lalu mengubah posisi duduknya berhadapan dengan Genta.

"Lho, nggak mau di submit dulu aja sekalian tugasnya? Nggak papa lho, La...," ujar Genta heran. Ia tidak mau mengganggu fokus Alana hanya untuk pertanyaannya yang remeh.

"Nggak deh, deadline-nya kan masih sampai besok malam. Aku masih ngerasa kayak ada yang kurang, paling besok pagi aku go through lagi siapa tau ada ide yang mau ditambahin. Jadi, tadi mau tanya apa?" ucap Alana lalu tersenyum.

"Aku mungkin harusnya tanya ini dari kemarin-kemarin sih tapi... kamu... kapan terakhir kali punya pacar, La?"

The GentAlana Story (REVISED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang