Akhirnya hari ini tiba. Hari di mana untuk pertama kalinya setelah sekian lama, Alana akan kembali ke atas panggung dengan gitar dan suaranya. Alana menepati janjinya untuk menemani Mbak Adira tampil di Kundst Avond terakhirnya sebelum kembali ke tanah air.
Alana tiba di Qbus Muziekhuis saat acara sudah berjalan kurang lebih lima belas menit bersama dengan Mbak Adira dan Genta. Mereka langsung menemui Karen yang sudah menunggu di backstage.
"Akhirnya kalian datang juga, jam 7 ya nanti mainnya... masih ada setengah jam lagi...," ucap Karen. Mbak Adira mengangguk lalu beranjak ke salah satu sudut ruangan. Alana dan Genta mengikutinya dari belakang.
"Latihan sebentar yuk, La...," pinta Mbak Adira saat mereka bertiga sudah duduk di sana.
"Boleh... Ta, pinjem gitarnya ya...," ujar Alana sambil mengulurkan tangannya.
"Pake aja, La... aku tinggal dulu ya, mau ketemu yang lain...," Genta pamit dengan senyum khasnya.
Alana dan Mbak Adira lalu mulai berlatih dengan suara pelan. Mereka diberikan waktu sepuluh menit untuk tampil, yang menurut Alana cukup lama. Mbak Adira akan menyanyikan lagu Manuk Dadali dengan iringan gitar Alana. Sesekali Alana ikut bernyanyi dengan mengambil suara dua.
"La...?" sebuah suara yang cukup Alana kenal membuatnya menghentikan permainan gitarnya dan menoleh sejenak.
"Hai, Ndra...," sapa Alana dengan tersenyum.
"Akhirnya kamu tampil juga? Hai, Mbak Adira...," Rendra bertanya sekaligus menyapa Mbak Adira yang mengangguk tersenyum.
"Iya nih, nemenin Mbak Adira aja sih sebenernya...," jawab Alana sambil mengerling ke Mbak Adira.
"Mbak Adira, Alana, siap-siap di dekat panggung yuk," tiba-tiba Karen menghampiri dengan langkah cepat.
Penampilan Alana dan Mbak Adira berjalan mulus. Penonton tersihir dengan suara sopran Mbak Adira dan petikan gitar Alana yang sangat lembut. Mereka membungkuk hormat sebelum meninggalkan panggung diiringi tepukan tangan penonton. Alana tidak tahu kalau malam itu, ada dua pasang mata yang tidak lepas memperhatikannya sepanjang penampilan.
Alana dan Mbak Adira kembali ke backstage lalu berpelukan sesaat, "Suaramu bagus bangeeet, Mbak!" puji Alana tulus.
"Makasih banyak ya, La, kamu gitarnya juga enak banget...,"
Rendra yang masih menunggu giliran tampil berjalan mendekati Alana, "What a great performance, La... Mbak Adira...,"
"Thanks, Ndra," ucap Alana dan Mbak Adira berbarengan, "Lo tampil jam berapa?" tanya Alana kemudian.
"Sebentar lagi sih paling, La... nonton ya...," pinta Rendra yang dijawab dengan anggukan Alana. Ekspresi Rendra mendadak berubah ketika menyadari ada seseorang berjalan ke arah mereka dari kejauhan.
"Congratulations, you both...," ucap Genta melangkah menghampiri Alana.
"Ta... thank you banget gitarnya ya... enak banget nih dipakenya...," ujar Alana sambil menyerahkan gitar kembali ke pemiliknya.
"Kamunya kan juga bagus mainnya...," puji Genta sambil mengacak rambut Alana, seolah tidak mempedulikan Rendra dan Mbak Adira yang masih ada di situ. Mbak Adira tersenyum simpul melihat tingkah dua juniornya itu, sementara Rendra mendengus pelan.
"La, aku siap-siap tampil dulu ya...,"
"Eh, iya, Ndra, good luck ya!" ucap Alana sambil melambaikan tangan, "kita nonton di dalam yuk?"
***
Sekitar pukul sembilan malam, Alana bersiap untuk mengambil coat-nya dan beranjak pulang. Resiko tinggal di Den Haag ya seperti ini, harus bisa memperkirakan waktu jalan kaki ke stasiun dengan jadwal kereta di malam hari. Belum lagi, cuaca yang semakin malam semakin menusuk ke tulang.
"La, udah mau pulang?" terdengar suara Rendra yang mendekat.
"Eh, iya, Ndra... sorry ya, nggak bisa sampai selesai. Dramanya bagus by the way tadi...," ujar Alana sambil tersenyum.
"Thanks, La..., sayang gue nggak bisa nganterin lo pulang nih...," sesal Rendra.
"Eh? No worries, Ndra... gue kan bareng Mbak Adira sama Genta. Mbak Adira lagi ke toilet dulu, Genta sebentar lagi juga keluar...,"
"Padahal... abis ini kita mau after party gitu lho, La, di tempatnya Agni... nggak mau ikutan?" ujar Rendra menawarkan.
"Waah... nanti pulangnya gimana? Ga persiapan apa-apa nih gue... next time aja ya, Ndra... sorry...," tolak Alana halus.
"Pulang besok pagi aja, La..., nginep di tempat Agni dulu, atau di tempat gue juga nggak papa...," ajak Rendra setengah memaksa, masih berusaha supaya Alana mau bergabung. Alana mengerutkan keningnya sambil berpikir.
"Kalau Alana nggak mau ya jangan dipaksa, Ndra...," ucap Genta yang tiba-tiba muncul dari balik pintu, "yuk, La, Mbak Adira mana?"
Rendra menoleh dan menatap Genta dengan tatapan yang sulit diartikan. Ia kesal karena Genta selalu mengganggu momennya bersama Alana. Ia juga tidak suka melihat cara Alana menatap Genta yang begitu teduh.
"Sorry, lama ya nungguin aku... yuk? Eh ada Rendra...," ucap Mbak Adira yang datang dari arah toilet.
"Yuk..., next time aja ya, Ndra... kita balik duluan...," pamit Alana sambil melambaikan tangan.
"Duluan, bro...," ucap Genta sambil meringis penuh kemenangan dan menyenggol pelan bahu Rendra.
***
Alana menghembuskan nafas pelan ketika akhirnya ia dan Genta sampai di lantai apartemen mereka.
"What's with that?" tanya Genta sambil terkekeh.
"Kamu itu lho...," ujar Alana sambil memutar matanya, lalu mengeluarkan kunci kamar dari dalam saku coat-nya.
Genta mau tak mau tertawa melihat ekspresi Alana, "Kok aku sih? Aku salah apa?"
Alana membuka pintu kamar lalu membalikkan badannya menghadap Genta dan merengut, "Aku tuh udah takut banget kamu bakal berantem sama Rendra tadi...,"
Genta menatap Alana sejenak sambil tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi, "Masuk dulu deh, aku mampir sebentar...,"
Alana masuk ke unitnya diikuti Genta. Ia menggantungkan coat dan meletakkan sepatunya di belakang pintu, lalu meletakkan tasnya di meja belajar. Alana kemudian duduk bersandar di sisi tempat tidurnya.
Genta terlebih dahulu mengambil gelas di kabinet atas dan mengisinya dengan air keran yang bisa langsung diminum, lalu duduk di hadapan Alana."Perasaan kamu sendiri yang bilang kalau self-control aku bagus, terus kenapa takut aku bakal berantem sama Rendra?"
"Ya abis kamu tadi tiba-tiba nyamber gitu. Rendra keliatan banget keselnya. I still can handle it padahal...," tutur Alana dengan kening berkerut.
"Aku nggak suka aja, La, kalau ada cewek yang udah bilang nggak mau, terus cowoknya maksa..., bukan siapa-siapa kok udah demanding...," terang Genta sambil mengangkat alisnya.
"Ya kamu juga bukan siapa-siapa aku kan...,"
"Kamu maunya kita jadi siapa emangnya, La?" tanya Genta sambil menatap Alana lurus-lurus.
KAMU SEDANG MEMBACA
The GentAlana Story (REVISED)
Literatura FemininaBerawal dari iseng-iseng mengajukan aplikasi beasiswa, Alana (25) memulai petualangan barunya di negeri Belanda. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam satu tahun ke depan. Terlebih setelah semesta mempertemukannya dengan Gent...