Alana dan Genta melanjutkan perjalanan lima hari mereka ke destinasi kedua, Slovenia. Demi mengirit biaya penginapan, Alana memilih menggunakan bis malam walaupun perjalanan itu memakan waktu hampir dua belas jam. Toh malam hari ini, hanya berpindah tempat tidur, walaupun tidak senyaman jika mereka tidur di penginapan. Sekitar pukul sepuluh pagi mereka sudah tiba di Ljubljana, ibukota negara Slovenia. Alana lalu mengecek kembali itinerary mereka, mengaktifkan google maps nya dan berjalan kaki menuju ke hostel yang sudah ia pesan untuk mereka berdua.
Gedung-gedung bernuansa merah mewarnai jalanan di kota ini. Satu hal yang baru Alana ketahui dari Genta, kalau nuansa merah ini seringkali ditemui di negara-negara komunis, pecahan dari Yugoslavia. Entah atap atau tembok gedungnya yang berwarna merah. Kurang lebih sepuluh menit berjalan kaki, mereka sudah sampai di penginapan yang dituju. Belum waktunya untuk check-in, tapi setidaknya mereka bisa menitipkan backpack sebelum lanjut mengeksplor kota ini tentunya dengan tas yang lebih kecil cukup untuk menyimpan dompet, kunci kamar, kamera, dan botol air minum saja.
"Ta, laper... makan dulu aja yuk... tadi di sebelah ada Mc D deh kayaknya...," ajak Alana sesaat setelah cacing di dalam perutnya mengeluarkan suara demonstrasi belum diisi sejak pagi.
"Alhamdulillah akhirnya dia inget makan. Ayo, sekalian makan siang berarti kan ini...," jawab Genta dengan penuh semangat. Fast food seperti Mc D memang salah satu jurus jitu menghemat ketika sedang traveling. Cukup dengan 4-5 euro saja mereka sudah bisa mendapatkan paket lengkap. Atau jika mau lebih irit, beef burger seharga 1 koin euro sudah cukup mengisi perut Alana, ketimbang harus makan yang proper di restoran dengan harga 8 sampai 10 euro atau setara dengan seratus lima puluh ribu rupiah. Untungnya lagi, Genta juga tidak terlalu pemilih urusan makanan.
***
Keesokan harinya, setelah sarapan di hostel dan membeli beberapa cemilan untuk bekal di perjalanan, Alana dan Genta kembali ke terminal bus dan mengantri tiket bus untuk menuju ke Lake Bled. Salah satu destinasi ikonik negara ini yang memang sudah diincar Alana.
"Aku suka deh, Ta, di sini... cantik banget... sepi lagi... enak buat kontemplasi atau ngegalau bego...," celoteh Alana sambil menatap jauh ke pulau Bled yang ada di tengah-tengah danau. Sayang, hari itu perahu-perahu hanya tergeletak di tepian tanpa terlihat pemiliknya. Mungkin karena saat ini musim semi, dingin, masih sepi pengunjung.
"Tadi katanya spooky...," goda Genta sambil menunjukkan cengiran usilnya.
"Mmm... ya masih spooky sih... I think Slovenia is spooky in general... ini lho bis buat kita balik ke hostel aja tuh adanya kayak satu jam sekali. Terus kalo ketinggalan bis gimana? Mana ga ada taksi online, kan serem, Ta, tau-tau diculik gimana... ih amit-amit...," ujar Alana bergidik ngeri.
Genta mengacak rambut Alana pelan sambil tertawa, "Semalem abis nonton series apa sih? Mindhunter lagi ya? Skenarionya horor amat kayak di film-film, Neng...,"
"Tuh terus nggak ada yang jualan makanan gitu lho, Ta, di sini... orang-orang yang ke sini tuh emang nggak butuh makan ya? Ini mereka ada yang trekking juga kan sampai ke atas sana?" Alana mengoceh sambil sesekali memotret suasana di sekitar.
"La... kamu tadi pagi sarapan apa sih? Atau udah laper lagi ya ini? Tumben berisik...," goda Genta yang langsung dijawab dengusan pelan dari Alana."Just kidding, La..." ujar Genta sambil menarik Alana ke dalam pelukannya.
Jantung Alana nyaris berhenti akibat gestur mendadak Genta barusan. Alana bisa merasakan pipinya memanas, namun perasaan nyaman yang selalu menyelimuti ketika ia sedang bersama Genta membuat hatinya tidak mampu menahan gejolak perasaan bahagia. Alana memutuskan untuk menikmati kehangatan pelukan Genta di tepi danau Bled yang cukup dingin pagi itu.
***
Setelah puas mengeksplor daerah Bled, Alana dan Genta memutuskan untuk menunggu bis yang akan membawa mereka kembali ke Ljubljana. Mereka memutuskan untuk kembali sebelum makan siang karena di daerah itu tidak terlalu banyak opsi makanan berat. Seperti kekhawatiran Alana, nyaris tidak ada bis yang lewat ke arah kota, dan membuat mereka harus menunggu cukup lama di halte dekat tourist information yang kebetulan juga tutup. Entah apakah karena ini hari Senin, atau karena masih musim dingin. Lagi-lagi, traveling di Eropa kadang bisa menjadi sangat unpredictable, apalagi kalau pergi ke negara atau tempat-tempat yang jarang menjadi tujuan utama para turis.
Dua hari di Slovenia, rasa-rasanya yang mereka temui hanya masyarakat lokal. Hostel yang mereka tinggali pun tidak semua tempat tidurnya terisi, kebanyakan adalah para solo traveler. Tourist attractions di Ljubljana yang notabene adalah ibu kota negara pun relatif sepi dibandingkan dengan capitals lainnya di Eropa Timur seperti Praha atau Budapest. Mungkin juga karena kotanya relatif kecil.
The good part is, Alana dan Genta jadi punya banyak waktu untuk berkutat dengan laptop dan tugas kuliah masing-masing. Seperti saat ini, ditemani dengan dua gelas minuman panas di lobby hostel.
"Susah nggak, La, kuliah di Belanda?"
"Hmm... mungkin karena aku ke sini motivasi terbesarnya adalah jalan-jalan, jadi aku nggak terlalu ambi ngejer nilai bagus. So as long as I pass the minimum, kayaknya aku happy-happy aja. Jadi ya... mungkin sebenarnya dapet nilainya relatif susah, tapi aku nggak mau ngoyo... yang bikin insecure itu kalau tau temen sekelas yang orang Indonesia juga, dapet nilai lebih bagus dari aku. Nah, kayaknya aku bakal stress deh...," celoteh Alana sambil meringis.
"Ternyata bisa kompetitif juga yaa...," ujar Genta sambil terkekeh.
"Dikiiit... but overall I'm beyond happy sih, Ta... bisa punya akses untuk jurnal-jurnal internasional gratis, dapet pengajar dan materi-materi yang open minded, jauh lebih modern perspektifnya... jadi pengen sekolah terus rasanya...," tambah Alana lagi.
"Whoa wait... can you repeat once again?" tanya Genta dengan kening berkerut.
Alana menatapnya heran, "Yang mana? Pengen sekolah terus? Oh come on, Ta... dari semua fase kehidupan ini, sekolah dan kuliah itu pekerjaan paling enak. Goal kamu cuma dateng ke kelas, dengerin lecture, bikin tugas, dapet nilai. Kelar. Ga kayak kerja kantoran yang kadang tuh masalahnya efek domino dari hal-hal yang bukan jadi tanggung jawab atau keputusan kita...,"
KAMU SEDANG MEMBACA
The GentAlana Story (REVISED)
ЧиклитBerawal dari iseng-iseng mengajukan aplikasi beasiswa, Alana (25) memulai petualangan barunya di negeri Belanda. Ia tidak pernah menyangka hidupnya akan berubah drastis dalam satu tahun ke depan. Terlebih setelah semesta mempertemukannya dengan Gent...